Direktorat Jenderal Kebudayaan Kawal Repatriasi 288 Artefak Bersejarah dari Belanda

Direktorat Jenderal Kebudayaan Kawal Repatriasi 288 Artefak Bersejarah dari Belanda
Ilustrasi(Dok Kemendikbud-Ristek)

DALAM upaya berkelanjutan untuk memulihkan warisan budaya Indonesia, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) umumkan kepulangan 288 artefak bersejarah dari Belanda.

Pengembalian ini adalah bagian dari agenda repatriasi yang telah disetujui melalui Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh kedua negara pada 2017.

Kesepakatan repatriasi ini melibatkan kerja sama intensif antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda, serta meliputi studi provenance yang mendalam untuk memastikan keaslian dan asal-usul setiap benda.

Baca juga : IAAI: Kebakaran Museum Nasional Musibah Besar Arkeologi

Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid menekankan pentingnya upaya ini dalam pemulihan dan pelestarian identitas nasional. “Ini bukan sekadar tentang mengembalikan benda-benda, tetapi juga memahami dan menyebarkan pengetahuan tentang kekayaan sejarah dan budaya yang telah lama terpisah dari tanah air,” ungkapnya, Senin (23/9).

Cek Artikel:  Ikut Ajang Lari Rhino Eco Run di Wisata Pantai Terdekat di Jakarta, Yuk

Proses repatriasi ini diawali dengan penandatanganan kesepakatan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Eppo Egbert Willem Bruins, di Wereldmuseum, Amsterdam. Upacara penandatanganan tersebut juga dihadiri oleh berbagai pejabat penting dari kedua negara, termasuk Duta Besar RI untuk Belanda, Mayerfas.

Artefak yang direpatriasi meliputi berbagai benda dari koleksi Puputan Badung yang diambil selama intervensi Belanda di Bali pada 1906, dan arca-arca bersejarah dari Candi Singhasari di Jawa Timur.

Baca juga : Keamanan dan Konsistensi Pelestarian Benda Bersejarah Perlu Ditingkatkan

Koleksi ini mencakup, antara lain, satu Arca Ganesha, Arca Brahma, serta Arca Bhairawa dan Arca Nandi yang sebelumnya sudah dipulangkan pada repatriasi 2023.

Dalam rangka menjaga dan memaksimalkan pemanfaatan koleksi repatriasi ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan telah menyusun serangkaian program khusus. Komitmen ini mencakup konservasi dan penelitian terus menerus yang akan dilakukan oleh para ahli.

Cek Artikel:  Kemenparekraf Luncurkan Naskah Kampanye Sadar Wisata di 10 Desa Wisata

“Kami akan menyiapkan program pendidikan dan kegiatan interaktif yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang nilai historis dan kebudayaan dari artefak-artefak tersebut,” ungkap Hilmar.

Baca juga : Polisi Kesulitan Evakuasi Benda Bersejarah Imbas Kebakaran Museum Nasional

Seluruh koleksi yang berhasil direpatriasi akan dikelola oleh Indonesian Heritage Agency dan dipamerkan dalam rangka pameran kembali Museum Nasional Indonesia yang akan dibuka untuk umum pada 15 Oktober.

Pameran ini tidak hanya menjadi kesempatan untuk melihat langsung artefak-artefak bersejarah yang telah kembali ke tanah air, tetapi juga menjadi ajang pembelajaran dan apresiasi terhadap perjuangan dan kerja keras Indonesia dalam memulihkan warisan budayanya, hal ini akan memperkuat tujuan Pemerintah Indonesia menjadikan Museum dan Cagar Budaya sebagai sumber inspirasi dan ilmu pengetahuan yang menyenangkan.

Cek Artikel:  PKBI Pelopori Gerakan Acuh Bahaya BPA Bagi Kesehatan

Selain itu, penelitian asal-usul yang menyertai proses repatriasi ini bertujuan untuk mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang sejarah dan peran benda-benda tersebut dalam konteks peradaban Nusantara.

“Melalui studi ini, kita tidak hanya mendapatkan kembali artefak-artefak tersebut, tetapi juga memperkaya pemahaman kita tentang masa lalu kita, memungkinkan generasi saat ini dan yang akan datang untuk menghargai lebih dalam warisanbudaya yang kita miliki,” tambah Hilmar.

Direktorat Jenderal Kebudayaan berharap bahwa proses repatriasi ini akan berkontribusi pada peningkatan kesadaran publik mengenai pentingnya pelestarian warisan budaya serta menginspirasi upaya serupa di masa depan. Kepulangan ini diharapkan tidak hanya memperkuat identitas budaya nasional tetapi juga menjadi simbol dari hubungan diplomatik yang semakin erat antara Indonesia dan Belanda. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai