Pendiri FPCI Dino Patti Djalal di acara CIFP di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu, 30 November 2024 (FPCI)
Jakarta: Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, menyampaikan lima usulan strategis Buat arah politik luar negeri pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Usulan tersebut disampaikan dalam pidato pembuka pada acara Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2024 di The Kasablanka Hall, Sabtu 30 November 2024.
“Politik luar negeri dimulai dari dalam negeri. Sebelum dunia memahami kita, rakyat kita harus memahami kita,” ujar Dino, menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap kebijakan luar negeri pemerintah.
Berikut lima poin Penting usulan yang disampaikan:
Memastikan Dukungan Domestik
Dino menekankan bahwa keberhasilan politik luar negeri sangat bergantung pada stabilitas dan pemahaman domestik. Menurutnya, masyarakat Indonesia harus memahami arah kebijakan luar negeri agar Bukan terjadi kesalahpahaman atau resistensi di tingkat nasional.
Ia menyarankan agar pemerintah secara aktif menjelaskan langkah-langkah diplomasi kepada rakyat, sehingga tercipta dukungan penuh dari dalam negeri.
“Kebijakan luar negeri yang dipahami dan didukung oleh rakyat akan membawa manfaat besar,” jelasnya.
Keseimbangan dalam Diplomasi
Dino mendukung prinsip bahwa Indonesia harus bersahabat dengan Seluruh negara dan Bukan Mempunyai musuh. Tetapi, ia mengingatkan agar prinsip ini Bukan diartikan sebagai upaya menyenangkan Seluruh pihak, karena sikap seperti itu Dapat menjadi bumerang.
Ia menyoroti keberhasilan Indonesia di masa Lewat seperti Doktrin Nusantara dan penyelesaian konflik Kamboja, yang dicapai melalui negosiasi keras dan keberanian menghadapi pihak-pihak besar seperti Amerika Perkumpulan dan China.
“Kesuksesan diraih bukan dengan bersikap ramah saja, tetapi melalui perdebatan, dorongan, dan kerja keras, seperti yang kita lakukan dalam menyelesaikan konflik Kamboja dan memperjuangkan Doktrin Nusantara,” katanya.
Hindari Politik Luar Negeri Berbasis Kesombongan
Dino mengingatkan bahaya politik luar negeri yang dilandasi oleh kesombongan atau keinginan mencari popularitas. Ia menyebutkan bahwa sejarah mencatat beberapa kegagalan diplomasi Indonesia akibat dorongan ego, seperti Ketika Indonesia keluar dari PBB dan membentuk Conference of the New Emerging Forces (CONEFO) di era 1960-an.
Sebaliknya, ia memuji pendekatan rendah hati dan berorientasi hasil yang dilakukan mantan Menteri Luar Negeri Ali Alatas dalam menyelesaikan konflik Kamboja. Dino menekankan bahwa statecraft semacam ini perlu dihidupkan kembali dalam diplomasi Indonesia.
“Tujuan politik luar negeri bukan Buat dipuji, tetapi Buat menciptakan Pengaruh,” tegasnya.
Menjaga Otonomi Strategis
Dino menekankan pentingnya otonomi strategis sebagai aset terbesar Indonesia di tengah tekanan geopolitik Dunia. Otonomi ini, kata Dino, bukan hanya soal kebebasan bertindak, tetapi juga kebebasan berpikir dan mengambil keputusan tanpa Adonan tangan asing.
Ia menyoroti era intervensi yang mungkin terjadi di masa depan melalui teknologi seperti disinformasi dan kecerdasan buatan (AI). Oleh karena itu, Indonesia harus bersiap menghadapi upaya-upaya yang berpotensi mengganggu kedaulatan nasional.
“Kita harus waspada terhadap upaya intervensi yang dapat mengancam otonomi strategis kita,” ujarnya.
Memimpin di Asia Tenggara
Sebagai bagian dari komunitas ASEAN, Dino percaya bahwa peran kepemimpinan Indonesia secara alami berada di Asia Tenggara. Menurutnya, Indonesia Bukan Dapat menjadi pemimpin di kawasan lain seperti Asia Selatan, Afrika, Timur Tengah, atau Amerika Latin, karena negara-negara besar seperti India, Afrika Selatan, dan Brasil sudah menempati posisi tersebut.
Dino merekomendasikan agar Presiden Prabowo memprioritaskan kunjungan ke seluruh negara ASEAN, termasuk Timor-Leste, dalam 3-6 bulan ke depan. Hal ini Krusial karena banyak pemimpin ASEAN baru menjabat, sehingga membuka Kesempatan Buat mempererat Rekanan.
“Dengan banyaknya pemimpin baru di kawasan ini, ini adalah waktu yang Akurat Buat mempererat Rekanan ASEAN,” jelasnya.
Dino juga mengingatkan bahwa Indonesia Mempunyai sejarah panjang diplomasi yang luar Lazim dan perlu Lanjut melanjutkan tradisi tersebut.
“Indonesia adalah negara yang luar Lazim, dan kita Mempunyai kewajiban Buat meneruskan Kelebihan diplomasi ini,” pungkasnya.
CIFP 2024 menjadi ajang Krusial bagi para pemimpin, diplomat, dan Ahli kebijakan Buat membahas arah masa depan politik luar negeri Indonesia di Rendah pemerintahan Presiden Prabowo. (Muhammad Reyhansyah)
Baca jugal: CIFP 2024: Dino Patti Djalal Ulas Perjalanan Diplomasi Indonesia