Liputanindo.id – Raksasa perusahaan yang bergerak di bidang Pembangunan asal Singapura, BUT Qingjian Dunia (South Pacific) Grup Development Co., Pte Ltd, (CNQC) dan PT Nusa Pembangunan Enjiniring Tbk (NKE), perusahaan Pembangunan swasta terbesar di Indonesia, melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial (KY).
Kedua perusahaan tersebut merasa dirugikan tiga majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst yang diajukan PT Pollux Aditama Kencana, anak usaha PT Pollux Properties Indonesia Tbk.
Kuasa Hukum BUT Qingjian Dunia (South Pacific) Grup Development Co., Pte Ltd, (CNQC) dan PT Nusa Pembangunan Enjiniring Tbk, M Mahfuz Abdullah mengatakan bahwa pihaknya melaporkan dugaan pelanggaran Etika dan Panduan Perilaku Hakim atas 3 hakim PN Jakpus ke Komisi Yudisial (KY). Laporan tersebut, kata Mahfuz, sudah diterima pihak KY dengan nomor laporan 0622/VIII/2024/P.
“Hari ini kami melaporkan tiga oknum hakim, Yakni hakim ZA, hakim DNF dan hakim HP. Kami menduga Eksis tindakan Kagak professional, serta pelanggaran Kode Etik dan Panduan Perilaku Hakim atas putusan perkara Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst yang dilakukan oknum hakim dan/atau majelis hakim PN Jakarta Pusat itu,” ujar Mahfuz di Gedung Komisi Yudisial RI, Salemba, Jakarta Pusat, (19/8/2024).
Menurut Mahfuz, perkara Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst adalah perkara yang memeriksa dan mengadili perselisihan mengenai kontrak antara Penggugat Yakni PT. Pollux Aditama Kencana selaku Pemilik Proyek Chadstone di Cikarang dengan CNQC dan NKE sebagai Para Tergugat selaku kontraktor atas pekerjaan (Kontraktor Struktur, Arsitektur dan Plumbing (SAP) Proyek Pembangunan Chadstone (Mixed-Use Building) di Cikarang. Pihak CNQC dan NKE juga mengerjakan pekerjaan (Kontraktor Mekanikal dan Elektrikal) Proyek Pembangunan Chadstone (Mixed-Use Bulding) di Kawasan Cikarang itu.
“Nah, dalam perjanjian antara PT. Pollux Aditama Kencana selaku Pemilik Proyek Chadstone di Cikarang dengan CNQC dan NKE terikat dengan perjanjian penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia dengan pemeriksaan perkara oleh Majelis Arbiter. Sehingga, faktanya terhadap sengketa tersebut Badan Arbitrase Nasional Indonesia telah memeriksa dan mengadili sengketa tersebut dan mengeluarkan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor:45041/V/ARB-BANI/2022, yang pada pokoknya menghukum PT Pollux Aditama Kencana Kepada membayar sisa tagihan sebesar Rp126,5 Miliar,” terang Mahfuz.
Terhadap Putusan BANI tersebut, imbuh dia, telah dilakukan upaya hukum pembatalan putusan arbitrase pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Tetapi, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memeriksa dan mengadili sengketa a quo dan mengeluarkan Putusan Nomor:450/Pdt.Sus-Arbt/2023/PN.Jkt.Sel yang pada pokoknya menolak Permohonan Pembatalan Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI),” Jernih pria yang dikenal sebagai “tangan kanan” Jenderal TNI AM Hendropriyono ini.
Ditambahkan, PT Pollux Aditama Kencana sebenarnya mengetahui bahwa secara hukum sudah Kagak Eksis upaya hukum yang dapat dilakukan atas kedua putusan tersebut karena sudah inkracht dan Mempunyai kekuatan hukum mengikat,
“Tetapi dalam gugatannya Penggugat meminta kepada Terlapor (majelis Hakim PN Jakarta Pusat, red) Kepada memeriksa dan mengadili kembali sengketa yang sudah diperiksa dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Jadi di sinilah dugaan pelanggaran Kode Etik dan Panduan Perilaku hakim yang dilakukan oleh Terlapor terjadi pada Begitu proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Putusan yang dikeluarkan oleh Terlapor Yakni Putusan Nomor 617/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst yang sangat Jernih terlihat berpihak kepada salah satu pihak Yakni Penggugat, yang puncaknya mengabulkan gugatan Penggugat,” terang Mahfuz dengan Panjang lebar.
Ditanya Pasal apa saja yang diduga dilanggar oleh ketiga oknum hakim PN Jakarta Pusat itu? Mahfuz Abdullah menegaskan Eksis banyak pasal dan memerlukan penjelasan yang Panjang. “Saya Ingin mempermudah dengan Bahasa Masyarakat awam, di antaranya adalah oknum hakim tersebut diduga memihak kepada Penggugat sehingga menimbulkan kesan Penggugat memilik posisi yang Istimewa Kepada mempengaruhi hakim. Buktinya apa? Penggugat menyatakan Kagak Kembali menghadirkan saksi dan Ahli, tetapi diberi kesempatan menambah kesaksian Kembali. Nanti di pemeriksaan, akan kami uraikan secara rinci,” ujarnya.
Selain itu, Mahfuz Abdullah juga menyebutkan bahwa Terlapor diduga dengan sengaja Membikin kekeliruan dalam Membikin Putusan dengan mengabaikan fakta dan dengan sengaja Membikin pertimbangan yang menguntungkan Penggugat dalam mengadili Perkara Nomor 617/PDT.G/2023/PN.Jkt.Pst.
“Ini kekeliruan yang Konkret. Antara lain, Terlapor menolak Kompetensi Absolut PN Jakarta Selatan yang mana pemilihan Perhimpunan penyelesaian sengketa sudah disepakati melalui BANI sesuai Pasal 18.2 dari Arsip Kontrak Pembagunan Pembangunan Chadstone (Mixed-use Building); Menolak eksepsi Nebis In Idem atau Res Judicata atau Exceptie Inkracht van Weijsde Zaak yang mana putusan BANI Nomor 45041/V/ARB-BANI/2022 Jernih-Jernih sudah mempertimbangkan seluruh dalil-dalil dalam perkara 617/PDT.G/2023/PN.Jkt.Pst; serta melakukan pemeriksaan dan mengadili suatu perkara/sengketa yang telah diselesaikan dan di putus oleh Badan Arbitrase Nasional Yakni Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor: 45041/V/ARB-BANI/2022 yang telah dilakukan upaya hukum Pembatalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang teregister dalam Perkara Nomor: 450/Pdt.Sus-Arbt/2023/PN.Jkt.Sel,” terangnya.
Mahfuz Abdullah menambahkan bahwa perbuatan Terlapor mengakibatkan hilangnya kepastian hukum sehingga berdampak Kagak baik terhadap dunia investasi. “Pelapor ini adalah salah satu perusahaan kontruksi terbesar di Singapura. Tentu sebagai investor besar, akan berpengaruh besar terhadap kepercayaan investor luar. Kalau banyak invetor besar dari luar negeri dikerjain aparat hukum kita, maka kampanye pemerintah Kepada mengundang investor asing, menjadi sia-sia,” pungkasnya.