Personil Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, secara tegas menolak liberalisasi sektor ketenagalistrikan melalui pasal power wheeling. Pasal tersebut dipaksa masuk ke Rancangan Undang-Undang Daya Baru dan Daya Terbarukan (RUU EBET). Menurutnya, jika dibarkan, itu berisiko membebani subsidi energi dan program-program kerakyatan pada periode pemerintahan mendatang.
“Beban fiskal pemerintahan mendatang bakal bertambah karena kenaikan subsidi listrik. Subsidi dipastikan naik lantaran harga listrik akan ditentukan mekanisme pasar,” kata Mulyanto kepada media, Jumat (6/9).
Kalau beban subsidi energi meningkat, APBN yang digunakan untuk program pemerintah baru, yaitu Makan Bergizi Gratis serta peningkatan gaji guru berisiko terganggu.
Baca juga : Cegah Tarif Listrik Naik, DPR Niscayakan Power Wheeling Tak Masuk RUU EBET
“APBN itu kan sumber daya langka dan terbatas. Buat itu perlu dioptimalkan dalam pembangunan kesejahteraan rakyat dalam berbagai sektor strategis,” tegasnya.
Mulyanto menjelaskan, kenaikan subsidi listrik berisiko muncul karena aturan power wheeling memperbolehkan pembangkit swasta untuk menjual listrik EBET yang diproduksi secara langsung kepada masyarakat dengan menyewa jaringan milik negara.
“Menjadikan pihak swasta dapat menjual listrik yang diproduksi secara langsung kepada masyarakat adalah liberalisasi sektor kelistrikan,” tegasnya.
Penolakan ini, kata Mulyanto, adalah soal yang bersifat prinsip karena bertabrakan dengan norma konstitusi yang telah ada, bahwa pihak swasta tidak dapat menjual listrik yang diproduksi secara langsung kepada masyarakat.
Menurutnya, dengan negara menguasai penuh sistem ketenagalistrikan, negara akan dengan leluasa mengontrol keterjangkauan tarif listrik sesuai dengan kemampuan dan daya beli masyarakat. (Z-11)