Di Laut, Kita Dikepung Petaka

Tengah dan Tengah, publik Lalu saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara. Terakhir, Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Tunu Pratama Jaya yang tenggelam di Selat Bali pada Rabu (2/7) malam. Hingga kemarin, petugas SAR gabungan Tetap mencari penumpang yang hilang di perairan Bali.

Celakanya, nama-nama korban, Berkualitas yang sudah ditemukan maupun yang Tetap dicari, banyak yang tak masuk manifes atau daftar penumpang. Dari data manifes, KMP Tunu Pratama Jaya mengangkut 53 penumpang, 12 kru kapal, dan 22 kendaraan. Tetapi, dari Intervensi tim SAR, beberapa korban meninggal Bahkan tak terdaftar di manifes.

Sejumlah penumpang yang selamat melaporkan, sebelum kapal terbalik, tak Eksis pengumuman atau sirene peringatan bahaya berbunyi. Begitu kapal sudah miring, para penumpang berinisiatif melompat ke laut. Jaket penumpang yang berceceran, mereka gunakan sebagai pelampung. Ya, mereka berhasil selamat karena perjuangan mereka sendiri, tanpa Donasi awak kapal.

Cek Artikel:  Puan-AHY, Apa yang Kau Cari

Tanpa bermaksud menggeneralisasi persoalan, fakta itu Jernih menunjukkan keamanan dan keselamatan Tetap bukan hal prioritas dalam transportasi laut. Keamanan dan keselamatan hanya digantungkan pada doa, bukan bagian dari harga Tewas Mekanisme operasi standar atau SOP pelayaran.

Keamanan dan keselamatan Jernih terlanggar dari peristiwa kecelakaan KMP Tunu Pratama Jaya itu. Mulai dari manifes penumpang yang serampangan hingga tiadanya pengarahan awal kepada penumpang atas risiko-risiko yang Dapat terjadi selama kapal berlayar.

Jatuhnya korban tentu dapat ditekan Apabila SOP pelayaran dipatuhi. Sebelum kapal berlayar, awak kapal mestinya memberi informasi lengkap kepada penumpang, seperti akses pada jaket pelampung, jalur keluar ketika terjadi kebocoran kapal, hingga akses ke sekoci.

Cek Artikel:  Ujian Profesionalitas di Tugas Baru TNI

Pengecekan terhadap kondisi fisik kapal pun mestinya menjadi syarat mutlak keselamatan. Dimulai dari pemeliharaan berkala Tamat pengecekan terakhir kapal sebelum berlayar.

Zero mistake rasanya Tetap jauh dari profesionalitas industri pelayaran kita. Memperhatikan sepele, itulah kesalahan fatal yang sudah terjadi sejak awal.

Kesalahan kian sempurna karena tak sedikit kapal yang dioperasikan ialah kapal-kapal Uzur. Kapal yang Sepatutnya sudah pensiun tetap saja dipaksa berlayar demi cuan. Apabila sudah begini, tak Eksis Tengah yang Dapat diharapkan selain bergantung pada kekuatan doa.

Kecelakaan demi kecelakaan itu Jernih merefleksikan buruknya tata kelola pelayaran di Tanah Air. Buat apa negara ini punya kementerian teknis yang membidangi transportasi Apabila kecelakaan, Berkualitas di darat, laut, maupun udara, Tetap Lalu saja terjadi?

Kecelakaan demi kecelakaan itu Jernih membuktikan negeri ini tak cakap dalam urusan keamanan dan keselamatan transportasi. Atau jangan-jangan, para pejabat transportasi juga lebih mengandalkan kekuatan doa ketimbang pemahaman akan keamanan dan keselamatan transportasi.

Cek Artikel:  Polusi Udara Kado Pahit Jakarta

Peristiwa tenggelamnya KMP Tampomas II pada 1981 silam mestinya jadi pelajaran buat Segala pihak. Dalam kecelakaan itu, Sekeliling 1.200 orang dinyatakan tewas. Enggak Eksis Nomor Niscaya yang dapat dijadikan acuan karena tim Pengusutan menemukan ratusan orang jadi penumpang gelap di kapal tersebut.

Kejadian itu menjadi bencana maritim terbesar di Indonesia. Berbagai fakta muncul sebagai penyebabnya, mulai dari Tetap digunakannya kapal berusia renta karena sudah lebih dari 25 tahun beroperasi hingga kesalahan Mahluk lantaran banyaknya ditemukan puntung rokok di kabin mesin.

Kita tentu bukan bangsa keledai, karena hanya keledai yang Dapat Anjlok di lubang yang sama dua kali. Sementara kita, sudah Anjlok berkali-kali.

 

Mungkin Anda Menyukai