PADA 2050, 4 juta orang di Indonesia diperkirakan akan hidup dengan demensia, meningkat lebih dari 300% dari perkiraan saat ini sebesar 1,2 Juta orang. Di Bulan Alzheimer Sedunia ini, Alzheimer’s Disease International (ADI) dan Alzheimer’s Indonesia (Alzi) meningkatkan kesadaran serta menentang stigma dan diskriminasi yang masih ada di sekitar kondisi tersebut.
ADI dan Alzi mendesak pemerintah, masyarakat, dan individu untuk menyadari urgensi situasi ini dan mengambil tindakan untuk meningkatkan tingkat kesadaran dan menentang stigma yang masih menjadi penghalang untuk diagnosis, pengobatan, perawatan, dan dukungan.
“Seiring meningkatnya kesadaran publik atas demensia dan Alzheimer, semakin penting pula untuk menyadari bahwa semua orang bisa berperan aktif dalam mencegah orang terdekat kita untuk terkena demensia Alzheimer. Hal ini juga yang mendorong Alzheimer Indonesia untuk bekerja sama dengan Universitas Katolik Atma Jaya untuk membentuk Alzi Academy and Healthy Aging Center di kampus Semanggi Jakarta dengan berbagai program layanan konseling, edukasi, pelatihan mengenai demensia melibatkan tenaga kesehatan profesional serta sukarelawan lintas generasi bagi mereka yang ingin berbagi kepada masyarakat,” kata Pendiri Alzi DY Suharya
Baca juga : Mengenal Penyakit Demensia, Ini yang Perlu Anda Ketahui
Begitunya bertindak mengatasi demensia, saatnya bertindak mengatasi Alzheimer
Demensia merupakan penyebab kematian ke-7 di dunia dan setiap tiga detik, seseorang mengalami kondisi tersebut.
Secara global, diperkirakan ada lebih dari 55 juta orang yang hidup dengan kondisi tersebut saat ini. Hanya dalam waktu 5 tahun angka ini akan meningkat menjadi 78 juta dan meningkat menjadi 139 juta pada 2050.
Baca juga : Jangan Abaikan Gejala Demensia
Bingungkatan ini juga berdampak pada ekonomi, saat ini perkiraan biaya tahunan untuk demensia adalah US$1,3 triliuntetapi pada 2030, biaya tersebut diperkirakan akan meningkat dua kali lipat menjadi US$2,8 triliun.
“Tingkat kesadaran yang rendah, stigma yang terus berlanjut, misinformasi, dan diskriminasi menghambat upaya untuk mengatasi kondisi tersebut, yang berarti banyak yang mengabaikan gejala awal Demensia Alzheimer tersebut. Begitu ini, 75% dari mereka yang hidup dengan demensia tidak terdiagnosis. Dengan diagnosis yang tepat waktu, orang yang hidup dengan demensia dapat mengakses dukungan pascadiagnosis agar dapat hidup dengan baik, berkualitas dan mandiri dengan kondisi tersebut lebih lama, namun termasuk mereka yang tidak terdiagnosis, kami tahu bahwa 85% orang yang hidup dengan demensia tidak menerima dukungan pasca diagnosis. Ini adalah kondisi yang terikat waktu dan setiap detik sangat berarti,” kata CEO ADI Paola Barbarino.
Tagar #TimeToActOnDementia dan #TimeToActOnAlzheimers akan digunakan sepanjang September untuk menarik perhatian global dan mendorong langkah-langkah proaktif menuju pemahaman yang lebih baik, diagnosis yang tepat waktu, dan perawatan komprehensif bagi mereka yang hidup dengan demensia.
Baca juga : Hipertensi Tak Terkontrol Tingkatkan Risiko Terkena Alzheimer
Peran pemerintah: sekaranglah saatnya
Pemerintah juga memiliki peran penting, tetapi waktu terus berlalu. Meskipun 40 negara telah mengembangkan dan meluncurkan Rencana Nasional Penanggulangan Demensia, termasuk Indonesia (di tahun 2016), banyak yang tidak memiliki strategi komprehensif yang mengatasi stigma dan mendukung Orang Dengan Demensia dan pendampingnya.
Selain itu, dari 194 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO0 yang berkomitmen untuk melakukannya pada 2017, 150 negara bahkan belum menerapkan rencana tersebut. Terlalu banyak waktu telah berlalu tanpa tindakan definitif.
Baca juga : 5 Metode Mudah Jaga Kesehatan Otak agar Terhindar Demensia
ADI dan Alzi menyerukan agar rencana ini segera diperluas untuk mencakup kampanye kesadaran publik yang kuat dan inisiatif yang mendorong masyarakat yang inklusif dan mendukung.
“Kami berterima kasih atas kolaborasi yang selama ini sudah terjalin dengan pemerintah, baik di level nasional melalui kementerian Kesehatan, maupun dengan pemerintah daerah di berbagai wilayah di Indonesia. Kami merasa ini adalah modal yang baik untuk meningkatkan kampanye kesadaran publik dan mengintegrasikan perawatan demensia dalam kebijakan nasional, sehingga dapat menangani ledakan pasien dengan demensia di kemudian hari. Hal ini kami percaya akan membentuk masyarakat yang semakin peduli dan memiliki kohesi sosial, serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari Demensia Alzheimer itu sendiri,” ujar Rektor Universitas Katholik Atma Jaya Prof Yuda Turana, .
Lebih lanjut, anggota Dewan Kehormatan Alzheimer Indonesia, yang juga didiagnosa Demensia, William Buntoro, menyatakan, “Saya merasa beruntung dapat mengetahui secara lengkap terkait demensia Alzheimer dan bergabung dalam komunitasnya melalui Alzi. Tetapi, saya juga sadar bahwa akan ada lebih banyak orang yang akan mendapat manfaatnya jika mereka atau anggota keluarga mereka memiliki akses ke informasi, layanan, dan bantuan di kotanya masing-masing. Buat itu saya berharap pemerintah dan seluruh elemen masyarakat dapat menyadari kegentingan ini dan memberikan rasa aman dan nyaman bagi mereka yang menuju lansia.” (Z-1)