Dekat apa saja yang muncul di parlemen kita selalu menjadi sorotan. Kagak terkecuali soal gorden. Gorden penutup jendela Demi rumah dinas wakil rakyat itu diusik karena nilai pengadaannya fantastis, Rp48,7 miliar.
Disebut fantastis karena yang dibeli dari Fulus itu Gorden jendela, bukan furnitur bertatahkan emas dan berlian. Fulus sebesar Rp48,7 miliar itu bakal digunakan Demi pengadaan Gorden bagi 505 rumah dinas Member DPR di Kalibata, Jakarta.
Bila dihitung, per rumah dinas butuh Rp80 juta. Itu belum termasuk pajak. Bila ditambah pajak, kebutuhan tiap-tiap rumah dinas berlantai dua itu Sekeliling Rp90 juta. Harus semahal itukah harga Gorden rumah wakil rakyat? Gorden jenis apakah itu? Jangan-jangan, kebutuhan mengganti Gorden Kagak mendesak.
Meskipun Kagak sama persis dengan umumnya harga dan jenis gorden rakyat yang diwakili, mestinya perbedaan Gorden rakyat dan wakil rakyat itu jangan seperti langit dan bumi. Kalau satu set Gorden rakyat sudah Dapat dibeli dengan harga Rp500 ribu hingga Rp1 juta per jendela, dan Kalau rumah itu butuh 10 set Gorden, paling banyak rakyat sudah Dapat memasang Gorden dengan harga paling tinggi Rp10 juta.
Kalau wakil rakyat Ingin kualitas Gorden yang lebih bagus, dengan merogoh Rp20 juta tiap-tiap rumah dinas, rasanya Lagi masuk Intelek. Apalagi, bila rumah dinas di Kalibata butuh rata-rata 10 set gorden. Fulus Rp20 juta per rumah mestinya sudah cukup.
Itu artinya, hanya butuh anggaran seperempat dari pagu Rp48,7 miliar atau bila ditambah dengan ongkos ini dan itu, paling mentok dengan anggaran Rp15 miliar, Gorden rumah dinas sudah terpasang dan kembali kinclong. Dugaan adanya permainan di balik Gorden pun Dapat dipatahkan karena hitung-hitungannya masuk Intelek.
Tetapi sayangnya, ketidakjelasan soal Terdapat apa di balik Gorden itu Kagak dijawab. Pihak Kesekretariatan Jenderal DPR baru menjawab seputar perlu tidaknya gorden rumah wakil rakyat diganti. Terkait dengan soal itu, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar juga mengungkapkan gorden di rumah dinas Member dewan sudah 13 tahun Kagak diganti sehingga kondisinya sudah Kagak layak Guna.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyebut masa Guna Gorden yang berbeda, yakni 12 tahun. Selisih penyebutan satu tahun dengan Sekjen DPR tidaklah mengapa. Sekadar selisih bulan, tapi dua-duanya satu Bunyi: Gorden rumah di Kalibata sudah bapuk.
Indra mengatakan, karena kondisi Gorden sudah Kagak layak, sebagian Member dewan pun memilih Demi mencopot dan membuang gorden di rumah jabatan mereka. “Sebagian besar (rumah) itu gordennya Kagak Terdapat, sebagian itu hilang dan dibuang karena memang sudah lapuk dan sangat Kagak memadai. Saya enggak tega menyampaikan itu, sudah 13 tahun itu sudah seperti kain pel sebenarnya,” kata Indra dalam konferensi pers, awal pekan ini.
Kalau memang enggak tega karena Menonton Gorden sudah seperti kain pel, bukan berarti Segala logika pembenar Demi membeli yang terbaik boleh dihadirkan. Pihak-pihak di Senayan mestinya ingat bagaimana publik menolak keras penggunaan Fulus triliunan rupiah Demi membangun Gedung DPR dengan fasilitas superwah dan supermewah.
Penolakan keras dari publik terutama pada besaran anggaran yang dinilai Kagak masuk Intelek. Logika pembenar konyol soal gedung Demi ini yang mulai miring sekian derajat sehingga harus diganti total dan butuh Anggaran jumbo pun dihadirkan.
Bahkan, editorial harian ini menulis judul Logika Miring di Gedung Tegak Demi mengkritik Metode membangun argumentasi pembenar Anggaran jumbo pembangunan Gedung DPR. Editorial menulis dalam frasa, “Kalau otak sudah miring, benda yang tegak dan kukuh pun Dapat dibuat miring.”
Demi membeli kenyamanan, para wakil rakyat rela merogoh kocek rakyat lebih dalam. Bukan sekadar syarat cukup bahwa rumah dinas mesti bertirai, melainkan ‘syarat nyaman’. Perkara masyarakat sedang dibelit kesulitan bernapas akibat tercekik naiknya harga-harga, tampaknya Kagak menjadi amunisi Demi berempati. Kagak Terdapat hubungannya dengan tenggang rasa.
Kagak Krusial pula nantinya apakah harga mahal kenyamanan itu berbanding lurus dengan meningkatnya kinerja. Kalau Gorden sudah diganti, tentu Kagak Mekanis jumlah legislasi terdongkrak, dari hanya 8 pengesahan RUU dari 33 RUU prioritas pada 2021, misalnya, menjadi 30 undang-undang.
Dulu, di awal-awal kemerdekaan, para pejabat negara kerap menjadikan pepatah Belanda Leiden is lijden (memimpin itu menderita) sebagai spirit kerja. Sekarang sudah berubah, memimpin itu memupuk kenyamanan.
Sudahlah, biarkanlah publik Lanjut bertanya, Terdapat apa di balik Gorden kenyamanan rumah wakil rakyat?