Dewan Kolonel

DALAM sejarah perebutan kekuasaan di dunia, kolonel memainkan peran Krusial. Banyak Perebutan kekuasaan terhadap pemerintahan yang Absah oleh tentara yang dipimpin perwira, bukan jenderal.

Tak kurang dari 60 Perebutan kekuasaan militer mewarnai jagat perpolitikan negara-negara di jagat raya. Sebagian besar terjadi Afrika. Kebanyakan dilakukan perwira menengah, Terdapat pula yang dikomandani perwira pertama sekelas kapten.

Siapa yang tak kenal Kolonel Muammar Khadafi. Pemilik nama komplet Muammar Muhammad Arang Minyar Khadafi itu menggulingkan Raja Idris pada 1969. Dia Lampau menjadi penguasa Libia selama 42 tahun sebelum tumbang 2011 oleh revolusi Arab Spring.

Siapa yang tak Mengerti Gamal Abdul Nasser. Dialah yang memimpin Perebutan kekuasaan terhadap Raja Farouk pada 1952. Ketika itu, Nasser berpangkat kolonel. Dia Lampau menjadi penguasa baru, sebagai presiden Mesir, hingga 1970.

Perebutan kekuasaan oleh kolonel di Afrika bahkan belum Lamban terulang. Kejadiannya pada 5 September 2021 di Guinea. Pelakunya Kolonel Mamady Doumboya yang menggulingkan Presiden Alpha Conde.

Di bumi Amerika Latin, Perebutan kekuasaan yang dipimpin kolonel juga marak. Sebut saja Kolonel Fulgencio Batista, pemimpin Perebutan kekuasaan terhadap diktator Kuba Gerardo Machado pada 1933. Lainnya, Kolonel Lucio Gutierrez yang menumbangkan Presiden Ekuador, Jamil Mahuad, pada 2000.

Cek Artikel:  Politik Simbol Jari

Kolonel di Asia Tenggara ogah ketinggalan. Boleh kita ingat Gregorio Ballesteros Honasan atau lebih dikenal Gringo Honasan. Pria yang konon ‘tergagah’ di Filipina itu mencoba mengudeta Presiden Corazon Aquino pada 1989, tapi gagal.

Di negeri ini, di Indonesia, perwira menengah pernah pula menulis sejarah. Siapa Kembali kalau bukan Letkol Untung. Dengan dibantu antara lain oleh Kolonel Latief, dia memimpin pemberontakan G-30-S/PKI pada 1965. Tetapi, Untung tak Mujur. Untungnya, Perebutan kekuasaan itu gagal dan Indonesia tetap menjadi negara Pancasila seperti sekarang.

Setelah sekian Lamban Tenang, kolonel kembali unjuk gigi. Kolonel yang satu ini bahkan tak Sekadar satu. Banyak. Belasan. Mereka juga tak bergerak sendiri-sendiri, tetapi berbarengan, berkelompok. Mereka membentuk Dewan Kolonel.

Tetapi, tunggu dulu. Mereka bukan tentara beneran. Jangankan kolonel dengan tiga melati di pundak, pangkat kopral pun tiada. Mereka ialah kolonel-kolonelan. Atau setidaknya merasa layak menjadi kolonel.

Meski begitu, soal kekuatan jangan ditanya. Mereka ialah sederet Personil dewan dari Fraksi PDI Perjuangan. Mereka ialah perwira Radikal partai, juga Radikal sebagai loyalis Puan Maharani.

Dewan Kolonel dicetuskan Johan Budi dua atau tiga bulan Lampau. Awalnya, ia hanya beranggotakan enam orang, tapi kini sudah belasan. Ia juga punya jenderal, yakni Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi Bambang Wuryanto. Jenderal Utut dan jenderal Pacul.

Cek Artikel:  Berani Jujur soal Kemiskinan

Kalau kolonel-kolonel sebelumnya unjuk kekuatan Kepada merebut kekuasan, Dewan Kolonel Bukan. Mereka Terdapat, mereka dibentuk, bukan Kepada perang adu senjata, melainkan perang pencapresan. Mereka bertugas membuka jalan dan menyiapkan karpet merah buat Puan Kepada nyapres.

”Pokoknya, Dewan Kolonel ini adalah satu-satunya dengan tujuan mendukung Mbak Puan di 2024. Tentu kami Tetap menunggu keputusan Bu Megawati siapa yang akan ditunjuk.” Begitu penjelasan Johan Budi.

Memang, Personil DPR dari PDIP yang bergabung di Dewan Kolonel baru belasan. Jumlah itu Tetap jauh ketimbang total 128 Personil dari partai banteng moncong putih.

Memang, Terdapat elite PDIP yang menganggap Dewan Kolonel hanya guyonan, Bukan serius, sekadar gimmick. Tetapi, Dewan Kolonel dibentuk Jernih bukan Kepada main-main. Sebagai orang politik, setiap langkah politik mereka tentu punya misi dan tujuan politik.

Pembentukan Dewan Kolonel menegaskan pula bahwa Puan tak main-main menyambut hajatan 2024. Dia Lalu bersiap luar dalam. Di dalam, dia giat memamerkan potensinya dengan Berbagai Ragam Langkah, sedangkan dari luar, dukungan para loyalis diperkuat.

Cek Artikel:  Memimpin bukan Mengendalikan

Soal apakah gerakan-gerakan tersebut melanggar perintah Ketua Lumrah PDIP, biarlah Bu Mega sendiri yang menilai. Yang Niscaya, pada Juni Lampau, Bu Mega marah luar Lumrah kepada kader banteng yang bermanuver nyapres. Dia bahkan mengancam memecatnya.

Pembentukan Dewan Kolonel Kepada ‘mewangikan’ Puan juga menjadi penegas bahwa tembok penghalang buat Ganjar Pranowo Kepada nyapres dari PDIP semakin tebal. Elektabilitas Ganjar boleh jauh lebih tinggi ketimbang Puan, tapi apalah guna kalau partai tak mau mengusungnya.

Ganjar semakin terpinggirkan. Indikasinya kian kentara ketika dia Kembali-Kembali tak diundang tatkala Puan selaku Ketua DPP PDIP mengumpulkan seluruh kepala daerah asal PDIP di Semarang, Jateng, Minggu (18/9).

Sekarang atau Bukan sama sekali. Itulah kiranya prinsip Puan. Ketika inilah kesempatan terbaik Kepada berkompetisi di pilpres, atau kesempatan itu tiada Kembali. Sama dengan lirik Tembang Elvis Presley; tomorrow will be too late…it’s now or never….

Bagai buah simalakama. Itulah kiranya yang disajikan Kepada Ganjar. Tetap loyal pada partai dengan risiko tak dicalonkan atau pindah partai agar Pandai nyapres, tapi dicap pengkhianat, sama sulitnya. Dewan Kolonel pun Membangun situasi semakin sulit.

Mungkin Anda Menyukai