ASPIRASI Pengawasan Perlindungan Air Minum dan Air Rapi Indonesia (Asdamindo) mengadakan seminar dan pelatihan terkait manajemen higienis serta sanitasi. Seminar diadakan untuk meningkatkan pengetahuan pelaku usaha terkait tata cara mengelola usaha depot air minum (DAM) serta perdagangannya sambil memberikan pengetahuan tentang tata cara mengurus legalitas atau izin usaha.
Ketua Asdamindo, Erik Garnadi menjelaskan bahwa selama ini legalitas DAM sangat masih minim dan belum terealisasi secara sempurna. Bahkan data dari Kementerian Kesehatan 2022 hanya dua persen yang mempunyai Sertifikat Layak Higienis Sanitasi.
Baca juga : Jaga Makanan Anak dengan Nutrisi dan Kebersihan
“Data yang sekarang sudah ada kenaikan setelah kami mengadakan keliling roadshow, sudah sekitar antara 5-6 persen,” kata Erik saat memberikan sambutan.
Erik ingin agar pelaku usaha DAM untuk patuh pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2/2023 tentang Kesehatan Lingkungan. Hal ini dilakukan agar masyarakat mendapat pangan yang berkualitas.
Dia meminta pelaku usaha untuk mengajukan Sertifikat Layak Higienis Sanitasi (SLHS) dengan menyertakan hasil uji laporan laboratorium, maksimal satu bulan terakhir dari laboratorium yang sudah terakreditasi. Begitu juga dengan perawatan depot yakni penggantian media filter yang layak serta penggunaan ultraviolet atau ozonisasi guna membunuh bakteri.
Baca juga : CCEP Indonesia Tegaskan Komitmen Pengelolaan Air Rapi
“Masyarakat perlu dilindungi dari bahaya mengkonsumsi air minum yang tidak memenuhi standar baku mutu kesehatan,” katanya.
Ketua Standar Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat menjelaskan bahwa industri air minum akan terus tumbuh.
“Sekarang konsumsi AMDK sudah melampaui 30 miliar liter, nah kalau depot air minum isi ulang pasti jauh di atas 30 miliar liter setahun,” katanya.
Baca juga : Dukung PUPR dalam Akses Air Rapi, Mpoin Hadir di Bangunan Indonesia 2023
Secara regulasi pelaku usaha DAM diperbolehkan menyetok galon kosong namun bukan galon isi ulang bermerek milik produsen AMDK tertentu. Rachmat mengungkapkan, menggunakan galon produsen AMDK tertentu merupakan sebuah pelanggaran undang-undang pangan.
“Kedua, melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ketiga, melanggar Undang-Undang Perindustrian. Segalanya itu ada sanksi pidananya,” katanya,
Fungsional Pembina Industri pada Direktorat IKM Pangan, Furniture dan Bahan Bangunan Kementerian Perindustrian, Wahyu Fitrianto mengapresiasi pelaku usaha DAM. Menurutnya, sektor bisnis ini telah menyediakan lapangan kerja bagi ratusan ribu rakyat Indonesia.
Baca juga : Presiden akan Keluarkan Inpres soal Penyediaan Air Minum
Meski demikian, dia mengingatkan agar pelaku usaha DAM selalu mengikuti regulasi yang disusun pemerintah demi kesehatan konsumen. Dia meminta supaya pelaku usaha DAM melakukan sertifikasi Laik Hygiene Sanitasi mengikuti regulasi yang berlaku.
Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mengungkapkan bahwa kerugian negara cukup meningkat akibat keberadaan barang palsu secara umum. Hasil survei pada 2005 mencatat kerugian 291 triliun akibat barang palsu. Nominal ini melonjak 300 persen pada 2020.
MIAP mengingatkan agar setiap pelaku usaha jangan sampai memakai merek produsen lain yang telah dipatenkan secara sembarangan. Penggunaan merek tanpa izin tidak hanya merugikan pemilik tetapi juga pemakai tersebut.
“Banyak orang yang bilang, apalah arti sebuah nama, tapi kan sayang ya, Bapak rintis 10, 15 tahun, 20 tahun, tapi ada orang yang pakai nama depot bapak ibu tanpa izin, tiba-tiba mereka lebih sukses, kan pahit ya. Modal-modal, udah capek, keringat dan lain-lain gak taunya orang lain yang menikmati itu,” kata Koordinator MIAP, Fajar Budiman Kusumo. (M-4)