DEMOKRASI di negeri ini Tetap Lanjut menemui ujian dari masa ke masa. Dari penguasa ke penguasa.
Pengalaman Enggak baik berdemokrasi selama Orde Baru belum juga menyadarkan dan menyatukan langkah kita bahwa pascareformasi Sepatutnya demokrasi berjalan dengan Berkualitas, sehat, dan menggembirakan.
Demokrasi yang berasal dari bahasa Yunani Klasik, Merukapan demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), Tetap manis di bibir, tetapi pahit dilaksanakan sebagian elite politik dan kekuasaan.
Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Nikmat?
Perjalanan 79 tahun berbangsa dan bernegara setelah lepas dari penjajahan Tetap jauh dari Asa Buat meraih ‘Nusantara baru, Indonesia maju’ sesuai dengan tema HUT Hari Kemerdekaan Lampau.
Pasalnya, tata kelola penyelengaraan negara belum tegak lurus dengan cita-cita founding fathers dan UUD 1945. Alinea IV Pembukaan UUD 1945 di antaranya menyatakan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan Lumrah, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ketiga tujuan pemerintahan itu Enggak mungkin terwujud apabila kita meninggalkan demokrasi yang menjadi napas kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip demokrasi ialah kesetaraan. Segala Penduduk negara Indonesia Mempunyai kesamaan di muka hukum (equality before the law). Enggak boleh Eksis yang melecehkan atau merasa di atas hukum. Hal itu sejalan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo
Kesetaraan tak hanya dalam aspek hukum, aspek lainnya sama dan sebangun harus setara, seperti kebebasan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, sebagaimana Pasal 28E ayat 3 UUD 1945.
Kesetaraan ialah harga Wafat dalam negara demokrasi. Terlebih Indonesia yang Mempunyai keragaman Spesies, Keyakinan, kepercayaan adat istiadat, bahasa, dan sebagainya, dari Sabang Tamat Merauke, dari Miangas Tamat Pulau Rote.
Siapa pun punya hak hidup dan berkembang di Dasar naungan Pancasila sebagai titik temu berbagai perbedaan (kalimatun sawa), mengutip almarhum Cak Nur. Pancasila inilah kekuatan bangsa Indonesia yang tak pernah lekang oleh waktu meskipun dalam aktualisasinya Tetap perlu penguatan.
Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas
Pilihan para pendiri bangsa Buat memilih jalan republik ketimbang kerajaan dalam sidang kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 10 dan 11 Juli 1945 menunjukkan Nusantara yang sangat kaya hanya Bisa diselamatkan dengan bentuk negara republik, bukan federal, apalagi monarki (kerajaan).
Alhasil, Pasal 1 UUD 1945 menyebutkan ayat (1) Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk republik dan ayat (2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Walakin, pengelolaan sebagai negara demokrasi Enggak semata berdasarkan hukum. Kebiasaan etika juga harus dikedepankan sesuai dengan Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024
Dalam ketetapan itu disebutkan bahwa pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan, serta Derajat diri sebagai Penduduk bangsa.
Kini, demokrasi di persimpangan jalan. Dua periode Presiden Joko Widodo memimpin Republik ini dan sebentar Kembali akan menanggalkan singgasana empuk kekuasaan, Enggak Mempunyai kemajuan. Demokrasi sekadar berjalan secara prosedural, tetapi substansi demokrasi Tetap jauh tersemai.
Kebanggaan kita sebagai bangsa Enggak sekadar Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika dan India. Pesta demokrasi, yakni pemilihan presiden dan pemilihan legislatif yang baru berlalu, memang berlangsung dengan sukses.
Tetapi, di balik itu Segala, praktik politik kotor, seperti politik Fulus, intimidasi, dan mobilisasi, yang dilakukan Golongan tertentu secara de facto berjalan secara sistematis, masif, dan terstruktur (SMT) meskipun putusan Mahkamah Konstitusi mementahkan hal tersebut.
Demokrasi substantif meniscayakan akuntabilitas, transparansi, partisipasi, serta checks and balances.
Indeks demokrasi dan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia di era Presiden yang Mempunyai nama kecil Mulyono ini jeblok. Freedom House menyebut indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin ke 53 poin pada 2019-2023. Demikian pula IPK Indonesia yang jalan di tempat dengan skor 34 pada 2022-2023.
Demokrasi berjalan semau gue, menang-menangan dengan prinsip homo homini lupus ala Il Principe (Sang Pangeran). Di tengah kemuraman berdemokrasi menjelang Jokowi lengser, pembubaran, perusakan, dan kekerasan pada Percakapan Diaspora di Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9), menambah muram potret demokrasi di Tanah Air.
Meski pihak berwenang sudah menetapkan sejumlah tersangka, sebagian pihak pesimistis aparat Bhayangkara Bisa mengungkap pemberi order alias sang dalang aksi barbar tersebut, sebagaimana kasus-kasus yang bernuansa politis lainnya. Tabik!