Demokrasi Erosi tanpa Oposisi

DEMOKRASI akan berjalan Bagus Kalau fungsi kontrol dan penyeimbang (checks and balances) terhadap pemegang mandat kekuasaan berfungsi dengan Bagus. Cabang-cabang kekuasaan negara saling mengontrol dan saling koreksi Buat menjaga keseimbangan kekuasaan.

Dengan adanya mekanisme checks and balances ini setiap lembaga negara dapat mengawasi dan mengimbangi kekuasaan lembaga lainnya demi terciptanya penyelenggaraan negara yang jauh dari kesewenang-wenangan dan otoritarianisme.

Mekanisme checks and balances merupakan salah satu tuntutan reformasi. Salah satu tujuan Primer mekanisme ini ialah Buat menghindari pemusatan kekuasaan pada satu lembaga saja sehingga dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara.

Sebaliknya, demokrasi akan amburadul Kalau salah satu cabang kekuasaan terkooptasi oleh cabang kekuasaan lainnya. Misalkan Dewan Perwakilan Rakyat hanya menjadi ‘tukang stempel’ dari kekuasaan legislatif, maka jalannya eksekutif akan cenderung tanpa kontrol dan penyeimbang.

Cek Artikel:  Napas Panjang Pejuang Lingkungan

Potensi inilah yang dikhawatirkan banyak pihak atas pandangan bakal calon presiden yang diusung Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya Prabowo Subianto yang seakan meniadakan fungsi check and balances.

Prabowo yang juga Menteri Pertahanan berjanji akan merangkul Segala pihak Kalau terpilih menjadi presiden dalam Pemilu 2024, termasuk Rival politiknya, Buat bergabung dan bersatu dalam pemerintahannya.

Sebuah visi pemerintahan yang berjalan tanpa oposisi, yakni ketika partai politik dirangkul masuk kabinet sehingga perpanjangan tangan mereka di parlemen kehilangan nyali Buat mengawasi pemerintahan. Segala kebijakan pemerintah mulus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Memang dalam sistem pemerintahan presidensial seperti di Indonesia, Enggak dikenal konsep oposisi. Fungsi kontrol dan penyeimbang dilakukan oleh lembaga legislatif. Tetapi, lembaga ini potensial lumpuh fungsinya Kalau induk mereka, yakni partai politik, terkooptasi kekuasaan eksekutif.

Cek Artikel:  Petaka Deindustrialisasi

Memang, semakin banyak parpol yang dirangkul semakin mulus jalan pemerintah dalam mengambil berbagai kebijakan. Tetapi, perilaku tersebut berpotensi merugikan rakyat banyak karena pemerintahan potensial berjalan sesuka hati.

Ketiadaan oposisi Terang bakal memupuk tumbuhnya sifat penguasa yang cenderung otoriter. Penguasa semacam itu akan selalu merasa Betul karena Enggak Terdapat pihak yang Bisa dan berani tampil mengoreksi kebijakannya secara kritis.

Buat itulah, dalam konteks Penyelenggaraan Pemilu 2024 sebagai sarana kontestasi demokrasi, sebaiknya Segala kandidat pemimpin mesti sadar akan pentingnya peran oposisi sehingga Enggak perlu memakai janji-janji ‘merangkul Segala’ dengan tujuan mengerdilkan fungsi oposisi.

Pemilu sebaiknya juga dilihat sebagai sarana Buat memilih pemimpin secara demokratis serta menentukan partai politik apa yang keluar sebagai pemenang dan berhak memerintah. Adapun partai politik yang kurang mendapatkan dukungan secara Mekanis berada di luar pemerintahan sebagai oposisi.

Cek Artikel:  Rancangan Mentah Makan Siang Gratis

Oposisi merupakan bagian yang Enggak terpisahkan dan menjadi salah satu fondasi negara demokrasi. Kekuatan oposisi yang seimbang akan Membangun pemerintah yang berkuasa eling dan menyadari Terdapat pihak lain yang Bisa saja memberikan tawaran kebijakan yang lebih Bagus.

Grup oposisi disebut sebagai keniscayaan yang bertujuan mengawasi jalannya pemerintah. Bahkan, oposisi diperlukan pemegang mandat kekuasaan Buat menjadi stimulus dalam meningkatkan kinerja.

Mungkin Anda Menyukai