Demokrasi dan Kemakmuran

ADA beberapa sistem politik yang dipraktikkan di dunia. Mulai dari otoriter, semiotoriter, setengah demokrasi, hingga yang full demokrasi. Negeri ini telah bersepakat untuk menerapkan demokrasi secara penuh. Bukan setengah demokrasi, apalagi seperempat dari demokrasi. Maka, konsekuensinya ialah kita mesti berjuang keras agar demokrasi di negeri ini tetap bulat, tidak berubah jadi lonjong, apalagi bopeng-bopeng.

Pilihan demokrasi itu sudah tepat karena Indonesia ingin mewujudkan kemakmuran bagi sekujur negeri. Dengan demokrasi, jalan meraih kemakmuran bisa cepat dijalankan. Dalam Pancasila, tujuan kemakmuran itu dirumuskan pada kalimat ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.

Loh, apa hubungan antara praktik demokrasi dan usaha mencapai kemakmuran? Apa iya, jalan menuju kemakmuran mesti dititi melalui demokrasi? Bukankah ada negara kaya tapi pemerintahannya semiotoriter bahkan di tepi jurang otoritarianisme?

Pertanyaan-pertanyaan klasik semacam itu masih sering terdengar di negeri ini hingga kini. Lazimnya, pertanyaan seperti itu muncul dari mereka atau para elite yang diuntungkan oleh lemahnya praktik demokrasi. Bahkan ada yang menggiring opini dengan mengatakan, “Buat apa demokrasi kalau mengganggu stabilitas dan membuat gaduh.” Mereka tidak peduli yang dimaksud dengan stabilitas itu untuk siapa dan yang terganggu kegaduhan itu siapa.

Cek Artikel:  Keterbukaan Informasi Mortalitas Brigadir J

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang urgensi demokrasi bagi kemakmuran itu sudah tersedia di rak-rak buku hasil-hasil riset, penelitian, dan berbagai analisis. Berbagai macam riset mengemukakan bahwa ada kaitan antara sistem demokrasi dan tingkat kemakmuran atau kesejahteraan.

Kemakmuran bukan berarti negara itu merupakan yang paling kaya di dunia. Sebuah organisasi asal London, Inggris, bernama Legatum Institute telah melakukan penelitian mengenai kemakmuran sejak 2007. Tiap tahun, organisasi ini memublikasikan hasil riset mereka dan bisa diakses oleh siapa pun.

Lantas, bagaimana cara organisasi tersebut mengukur kemakmuran negara-negara di dunia? Menurut Legatum Institute, kemakmuran hakiki berarti semua orang memiliki kesempatan untuk maju dan berkembang, didukung dengan masyarakat yang merdeka dan aman. Taatp orang memiliki hak untuk dihormati dan dihargai, untuk menyampaikan suara, serta mempraktikkan kepercayaan masing-masing secara merdeka tanpa rasa takut.

Selain itu, kemakmuran digerakkan dengan ekonomi yang bersifat terbuka, seperti perlindungan hak milik, kesempatan mengembangkan usaha, dan kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan ekonomi rakyat.

Cek Artikel:  Melawan Amerika

Jadi, tidak cuma di bidang ekonomi dan sosial politik, kemakmuran suatu negara juga berhubungan dengan kesejahteraan rakyat di bidang kesehatan dan pendidikan. Sudah seharusnya rakyat memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan sehingga kualitas hidup masyarakat pun lebih baik.

Di samping itu, kemakmuran juga ditandai oleh kualitas lingkungan dan bagaimana kondisi keberlanjutan lingkungan itu menggaransi kemakmuran generasi sekarang dan masa depan.

Lewat, apakah untuk mencapai kemakmuran itu hanya tersedia jalan demokrasi? Joel Kotkin, seorang profesor di bidang studi perkotaan di Chapman University California, pernah membahas soal hubungan demokrasi dengan kemakmuran.

Joel Kotkin sendiri memang sudah sering banget menulis tentang tren demografi, sosial, dan ekonomi, baik tentang Amerika Perkumpulan maupun internasional. Pada 2010, Kotkin pernah membahas tentang indeks kemakmuran dan sistem demokrasi melalui artikelnya yang berjudul Prosperity Index Shows That Democracy Still Works Best yang diterbitkan oleh majalah Forbes.

Menurut Kotkin, berdasarkan indeks kemakmuran Legatum, kebanyakan tempat yang makmur merupakan negara yang menggunakan sistem demokrasi. Bukan cuma berdasarkan pendapatan, melainkan juga kualitas hidup, lingkungan, pendidikan, serta pelayanan kesehatan.

Cek Artikel:  Mencetak Rekor Jumlah Menteri

Kotkin tidak membual. Indeks Kemakmuran Legatum pada 2021, 2022, dan 2023 menunjukkan bahwa 10 negara dengan skor indeks kemakmuran tertinggi di dunia menerapkan sistem demokrasi secara penuh. Negara-negara seperti Denmark, Norwegia, Finlandia, Islandia, Swiss, Jerman, Belanda, dan Selandia Baru merupakan pencatat skor indeks kemakmuran tertinggi. Negara-negara itu juga mempraktikkan demokrasi secara penuh.

Di negara-negara tersebut, skor indeks persepsi korupsi juga sangat tinggi, karena sistem demokrasi telah ‘memaksa’ mereka untuk memberi ruang sebesar-besarnya bagi check and balance. Orang terbiasa hidup bersih, dengan tata kelola negara yang baik dan benar pula. Maka, kesempatan untuk meraih kemakmuran pun bukan hanya demi sekelompok kecil, melainkan milik semua rakyat.

Dari perspektif itulah mengapa kita perlu melihat kenyataan praktik demokrasi kita hari ini. Kendati Pemilu 2024 sudah digelar, tugas memperjuangkan tegak teguhnya demokrasi masih jauh dari kata selesai. Apalagi, kondisi demokrasi kita laiknya tenunan yang sobek di sana-sini. Butuh keteguhan dan daya juang berlipat-lipat untuk menenunnya kembali.

Mungkin Anda Menyukai