Dekan FK Undip Sayai Dokter Prathita Aryani Pernah Lakukan Perundungan

Dekan FK Undip Akui Dokter Prathita Aryani Pernah Lakukan Perundungan
DEKAN Fakultas Penyamaranteran Universitas Diponegoro (Undip) Yan Wisnu Prajoko.(Dok. Undip)

DEKAN Fakultas Penyamaranteran Universitas Diponegoro (Undip) Yan Wisnu Prajoko mengakui dokter Prathita Kondusifda Aryani pernah melakukan perundungan kepada juniornya. Tetapi, kasus tersebut sudah terjadi 3 tahun lalu.

“Murid saya saat ini sedang pendidikan tahun keempat. Apakah dia (Prathita) merundung? Merundung, betul. Tiga tahun yang lalu kepada adik juniornya tapi bukan fisik. Seperti yang diceritakan di media sosial, tapi itu tiga tahun yang lalu,” kata Wisnu dalam konferensi per secara daring, Jumat (23/8).

Seperti diketahui, dokter Prathita Kondusifda Aryani sempat viral di media sosial setelah salah satu akun kembali memposting soal kasus perundungan yang dilakukan oleh dirinya saat mengenyam pendidikan di PK Undip.

Cek Artikel:  Di Dies Natalis ke 40, Universitas Terbuka Sabet Tiga Rekor MURI

Baca juga : Soal Perundungan PPDS, Dekan FK Undip: Naif Kalau Bilang Tak Terdapat

Perilaku perundungannya berupa memaksa junior Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menghabiskan nasi padang 5 bungkus sekaligus dan direkam. Selain itu, menuliskan kalimat makian kepada juniornya melalui pesan whatsapp.

Oleh karena itu, Wisnu menjelaskan kasus perundungan Prathita kepada juniornya sudah terjadi 3 tahun lalu sehingga tidak ada sangkut pautnya dengan kasus bunuh diri mahasiswi PDSS Undip, Aulia Risma Lestari.

“Sekarang dihubungkan dengan ini (kasus Aulia) sudah tidak masuk akal. Kasus Prathita sudah 3 tahun yang lalu, betul kasusnya seperti diceritakan,” ujar dia.

Baca juga : Menkes Sebut Polisi Tetap Usut Mortalitas Mahasiswi PPDS Undip

Cek Artikel:  Candu Teknologi, Perlu Pendekatan Berbeda untuk Pahami Gen Z

Wisnu menjelaskan terkait dengan perundungan bisa masuk ke pelanggaran akademik dan juga bisa masuk ke kekerasan seksual. Ketika ada pelanggaran, termasuk perundungan, maka ada mekanisme yang harus dilakukan sehingga muaranya ada penjatuhan sanksi.

Kalau bentuk pelanggaran ringan bisa dijatuhi oleh dalam tingkat fakultas. Kalau sanksi menyangkut sedang dan berat, dibentuk tim di tingkat universitas.

“Di Undip sudah ada 3 yang terkena sanksi. Jadi itu tahun 2021 ada 1 orang, yang tahun 2023 ada 2 orang, jadi ada 3. Itu belum termasuk pelanggaran yang ringan, itu kita enggak sebutkan. Denda berat itu adalah berupa pemecatan,” pungkasnya (Z-9)

Mungkin Anda Menyukai