Deglobalisasi

LEBIH dari tiga Sepuluh tahun Lewat, globalisasi digaungkan amat kencang. Bak mantra, Kaum dunia menyerunya dengan keras. Seolah Enggak mau ketinggalan kereta, sebagian besar Kaum di kolong langit menyambut globalisasi dengan amat bergegas.

Segala negara menolak berleha-leha atas seruan globalisasi. Para penghuni benua ogah digulung oleh sejarah. Para teoretikus menyebutnya sebagai revolusi yang mustahil ditolak. John Naisbitt menyebutnya sebagai Megatrends. Ia Tamat menulis berkali-kali tentang globalisasi dalam berbagai Naskah, termasuk paradoksnya.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, keterhubungan ekonomi dan kebudayaan dunia tumbuh sangat Segera. Terlebih Kembali sejak kebijakan neoliberal dirintis pada 1980-an dan perestroika serta reformasi ekonomi Tiongkok Deng Xiaoping membawa paham kapitalisme Barat ke Blok Timur Lamban.

Tapi kini, muncul pembalikan arus. Bahkan sangat dahsyat. Banyak kalangan mulai mengeluhkan arus besar deglobalisasi. Begitu kepentingan ekonomi domestik mulai terusik oleh gelombang globalisasi, banyak negara Malah memasang kuda-kuda Perlindungan. Lewat, muncul fakta deglobalisasi.

Cek Artikel:  Politik Dinasti Recoki Demokrasi

Arus besar itu bahkan kini mengempaskan Indonesia di berbagai sisi. Kasus mutakhir dilakukan oleh Amerika Perkumpulan yang kian ngos-ngosan ‘berlomba lari’ melawan Tiongkok. Larinya melawan Tiongkok, tapi Indonesia ikut terkena imbasnya.

‘Negeri Om Sam’ tengah merancang Demi mengusulkan kebijakan yang disebut Inflation Reduction Act (IRA). Ini adalah undang-undang yang akan Konsentrasi menurunkan inflasi.

Tetapi, konten regulasi itu Jernih Demi melakukan deglobalisasi, dengan Metode mengembalikan Segala investasi ke AS.

Melalui IRA, rezim di Dasar pimpinan Joe Bidden itu bakal memberikan kredit pajak atas pembelian mobil listrik. Undang-undang itu mencakup Anggaran senilai US$370 miliar dalam bentuk subsidi Demi Kekuatan Rapi.

Tetapi, Bonus tersebut dikhawatirkan Enggak berlaku atas mobil listrik dengan baterai yang mengandung komponen nikel dari Indonesia. Alasannya, Indonesia belum Mempunyai perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan juga Kendali perusahaan Tiongkok dalam industri nikel RI. Nikel Indonesia pun Bisa terkucil dari AS setelah sebelumnya telah di-banned Uni Eropa.

Cek Artikel:  Makan Bergizi tanpa Korupsi

Begitulah kini. Mantra globalisasi terdesak oleh kepentingan geopolitik. Dunia gagal mengelola apa yang pernah dinubuatkan oleh Naisbitt dalam Mendunia Paradox. Paradoks globalisasi, yang salah satu ‘buahnya’ ialah tumbuhnya kekuatan baru Asia yang ditopang oleh Tiongkok, sudah pada tahap sangat mengganggu Area nyaman sejumlah negara, terutama AS.

Mimpi Indonesia menjadi raja dan ratu baterai kendaraan listrik dunia, kini menghadapi jalan amat terjal. Besarnya cadangan nikel kita tak pelak mendorong pemerintah Demi menggencarkan hilirisasi nikel hingga ke produk bernilai tambah tinggi, salah satunya baterai kendaraan listrik.

Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar nomor wahid di dunia. Berdasarkan data USGS pada Januari 2020 dan Badan Geologi 2019, mengutip dari Booklet Nikel yang dirilis Kementerian Kekuatan dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020, jumlah cadangan nikel RI tercatat mencapai 72 juta ton nikel (termasuk nikel limonite/kadar rendah). Jumlah ini mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia sebesar 139,4 juta ton.

Cek Artikel:  Ketakutan akan Perubahan

Tantangan dan ancaman ketidakpastian ekonomi Mendunia kian mengerikan. Di Ketika bara di Rusia dan Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda Bilaman akan padam, kini bara Interaksi AS dan Tiongkok yang sempat mendingin, disulut kembali. Inilah masalah geopolitik dan geoekonomi. AS Ingin menarik kembali dolarnya dan investasinya pulang kampung.

Sama seperti Ketika seruan globalisasi bermula, kini AS mulai ‘menyerukan’ deglobalisasi melalui aturan-aturan yang memproteksi kepentingan domestiknya. Seperti penggalan lirik Tembang karya Rhoma Irama: ‘Kau yang mulai, kau yang mengakhiri’.

Kuatkah kita menghadapi badai baru ini? Mampukah kita mewujudkan mimpi menjadi ratu dan raja baterai listrik dunia? Kata Bung Karno, kita bukan bangsa Utara Kuru yang lembek. Kita bangsa yang digembleng dengan kisah Anjlok bangun Lewat Terbangun.

Mungkin Anda Menyukai