REGIONAL Vice President Palo Alto Networks ASEAN Steven Scheurmann memprediksi deepfake berbasis Bunyi akan menjadi ancaman siber di 2025.
“Mengapa kami memprediksi deepfake Bunyi lebih menonjol dibandingkan video? Anda harus memahami peretas, pola pikir mereka seperti apa. Mereka mau menggunakan yang paling mudah Kepada berkompromi, itu salah satu Sasaran. Jadi, deepfake Bunyi adalah yang paling mudah,” kata Steven, Selasa (14/1).
Deepfake adalah foto, video, dan audio yang diedit atau dibuat menggunakan perangkat kecerdasan artifisial (AI).
Menurut dia, teknologi AI generatif yang semakin canggih Membikin manipulasi Bunyi jauh lebih mudah dilakukan oleh peretas.
Bunyi seseorang dapat dengan mudah diambil dari berbagai sumber, terlebih bila individu tersebut sering tampil di hadapan publik.
Data Bunyi itu kemudian digunakan Kepada menciptakan deepfake yang sangat realistis, sehingga mempersulit Sasaran Kepada membedakan mana yang Asli dan Imitasi.
Deepfake Bunyi dinilai lebih mudah dilakukan, dikirim, dan memberikan hasil yang diinginkan peretas, seperti keuntungan finansial melalui penipuan atau serangan ransomware.
“Demi ini, hal yang paling mudah dilakukan adalah deepfake Bunyi. Mudah dilakukan, mudah dikirim, dan mudah mendapatkan hasil. Hasilnya apa? Para peretas dapat Duit, dapat Membikin ransomware, mereka Mau Membikin sesuatu yang mudah Kepada mendapatkan hasil, dan biasanya itu Duit,” papar Steven.
Technical Solutions Manager Palo Alto Networks Indonesia Arthur Siahaan menambahkan perkembangan teknologi AI generatif Tak hanya meningkatkan kemampuan manipulasi Bunyi tetapi juga membantu peretas menciptakan email atau pesan yang terlihat sangat meyakinkan.
Dengan email phishing yang dirancang sedemikian Macam-macam atau deepfake Bunyi yang menyerupai Bunyi pimpinan atau rekan kerja, Sasaran menjadi lebih mudah terjebak.
“Itu akan lebih sulit buat para pengguna atau non-IT Kepada Bisa lihat, oh ini bukan bohongan lho, ini email yang Asli atau Bunyi yang Asli gitu ya. Nah, hal-hal seperti ini yang kita lihat akan memang Terkenal di 2025,” ujar Arthur.
Kepada menghadapi ancaman ini, Arthur menekankan pentingnya pendekatan keamanan siber yang lebih menyeluruh.
Pendekatan tersebut Tak cukup hanya mengandalkan sistem keamanan seperti firewall tetapi memerlukan platform keamanan terpadu Kepada mendeteksi ancaman dengan lebih Segera.
“Misalkan beberapa perusahaan itu hanya memikirkan, oh kalau Kepada security cukup deh firewall saja, itu Tak Bisa seperti itu Kembali. Kita harus bicara dengan satu platform tujuannya Kepada dapat mendeteksi adanya threat, ancaman. Tak hanya mendeteksi, mendeteksi lebih Segera,” ucapnya.
Selain itu, edukasi terhadap pengguna juga menjadi kunci Krusial dalam mencegah serangan berbasis deepfake. (Ant/Z-1)