KONTROVERSI soal format debat calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) sudah berakhir. Setelah KPU bertemu dengan tiga tim kampanye pasangan calon, disepakati ajang debat tetap dalam format 3-2. Tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres.
Yang membedakan dengan format awal, saat debat capres berlangsung, forum betul-betul milik capres. Definisinya, hanya capres yang boleh bicara. Begitu pula sebaliknya, saat debat cawapres, hanya cawapres yang diperkenankan berbicara.
Kini yang ditunggu publik ialah metode debatnya. Metode atau pola ini menjadi penting karena akan menentukan seberapa kuat debat mampu menggali dan membedah alam pikiran dan gagasan kandidat. Publik berharap debat capres-cawapres tidak sekadar menjadi forum serupa cerdas cermat yang isinya didominasi tanya jawab calon dengan panelis.
Sejak kampanye dimulai pada 28 November 2023, bahkan sebelum itu, sebetulnya masyarakat sudah dipertontonkan beberapa kali debat sengit mengenai sejumlah topik di ruang publik melalui kanal-kanal informasi yang ada. Tiap-tiap kubu sudah terbiasa mengemukakan rencana program, saling mengkritik dan mempertahankan argumentasi.
Nah, debat resmi yang difasilitasi KPU semestinya dimaknai sebagai laga adu visi-misi yang sesungguhnya karena digelar dalam porsi yang adil dan menjangkau lebih banyak pemilih. Debat yang menghadirkan langsung capres atau cawapres dalam satu panggung juga akan menghilangkan distorsi pendapat yang selama ini kerap muncul ketika perdebatan hanya terjadi di ruang-ruang media sosial.
Tetapi, sekali lagi kita ingatkan, debat mesti dua arah dan saling silang, tidak bisa dua arah monoton, apalagi hanya satu arah. Keberadaan panelis tetap penting, tapi seyogianya hanya sebagai pemantik isu. Selebihnya, berikan porsi yang lebih dominan kepada para kandidat untuk saling tantang gagasan, bertarung ide, dan beradu solusi terkait isu yang dijadikan materi debat.
Bagi para kandidat, tidak perlu sungkan berdebat secara keras. Saling menyerang dalam debat sah-sah saja, bahkan menjadi keniscayaan, sepanjang serangan yang dilancarkan berkaitan dengan ide, gagasan, dan program kandidat. Semakin keras mereka mendebatkan gagasan dan pandangan, akan semakin memudahkan publik mendapatkan insight perihal kapasitas dan kualitas isi kepala kandidat.
Berdebat dan berdialog pada dasarnya ialah instrumen untuk menguji keautentikan para calon pemimpin. Debat yang seru, yang langsung menukik pada substansi juga akan menjadi pintu masuk menuju politik yang semakin rasional, tidak lagi emosional. Politik yang mengedepankan pilihan berdasarkan logika, bukan sekadar hasrat.
Hal-hal prinsip seperti itu tidak akan kita dapatkan manakala metode debatnya monoton, satu arah, atau seperti forum cerdas cermat: panelis bertanya, kontestan menjawab, selesai. Karena itu KPU mesti betul-betul matang mempersiapkan pola debat agar debat tidak hanya menjadi seremonial, tapi betul-betul dapat memandu publik untuk menguji dan menilai calon pemimpin mereka.