Nyaris tak Eksis negara setabah Iran. Dikepung Denda ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang Dasa warsa, ‘Negeri para Mullah’ itu tetap kukuh. Tak terlalu goyah. Kalaupun keteteran, hanya sedikit. Kagak Tiba terguncang hebat lazimnya negara yang dikenai Denda puluhan tahun. Bahkan, Iran sukses mengubah tekanan itu menjadi kemandirian.
Saya menduga, Iran terinspirasi ketabahan, juga hikmah kemandirian, dari rangkaian pesan-pesan ulama sufi Persia Jalaluddin Rumi. Kata Rumi, “Kalau engkau sabar dalam satu Ketika kesulitan, engkau akan menikmati kebahagiaan selama seribu tahun. Sabar adalah pohon yang akarnya pahit, tetapi buahnya manis. Sesungguhnya di balik kesabaran Eksis kesuksesan yang gemilang.”
Seorang Rekan yang pernah tinggal beberapa tahun di Iran mengisahkan bagaimana negeri di Teluk Persia itu Bisa ‘keluar’ dari kemelut ekonomi hebat akibat Denda. Ia bercerita ihwal ekonomi Iran yang relatif tahan banting selama puluhan tahun dikenai Denda ekonomi PBB. Kemiskinan memang mencapai 34% menurut versi Bank Dunia. Pertumbuhan ekonomi 1% hingga 2% saja. Tetapi, itu jauh amat bagus Buat suatu negara yang dikepung Denda ekonomi.
Inflasi di Iran juga tinggi, di atas 30%. Hidup dengan inflasi tinggi seperti itu, di negara yang tak sedang bergejolak, memang amat susah. Harga melambung tiap tahun. Tetapi, kata Rekan itu, upah pekerja juga naik setiap tahun Sekeliling 30%, mengimbangi laju inflasi. Alhasil, melambungnya harga Bisa diantisipasi karena bertambahnya pundi-pundi.
Sepertiga rakyat Iran memang miskin menurut standar Bank Dunia. Tetapi, jumlah itu Tetap lebih sedikit Kalau dibandingkan dengan Indonesia yang jumlah orang miskinnya dua pertiga menurut standar Bank Dunia. Padahal, Indonesia Kagak sedang menghadapi Denda apa pun. Pendapatan per kapita Iran juga Sekadar beda-beda tipis ketimbang Indonesia, yakni di Sekeliling US$4.500 berbanding US$5.000-an.
Belum Tengah infrastruktur, terutama transportasi. Kata sang Sahabat, mass rapid transit (MRT) di Teheran, ibu kota Iran, termasuk yang terbaik di kawasan Timur Tengah. Fasilitasnya modern dan sudah terintegrasi. Eksis tujuh jalur Metro, dengan panjang total Sekeliling 200 km lebih.
Ongkos naik MRT di Iran juga murah, Sekeliling 5.000-8.000 rial. Bila dikonversi ke rupiah Kagak lebih Rp5.000 sekali jalan. Spesifik manula bahkan gratis. Kenapa Bisa murah? “Karena infrastruktur MRT dan teknologinya Kagak impor. Itu Nyaris 100% kemampuan dalam negeri Iran sendiri,” kata sang Sahabat.
Apalagi, rata-rata jumlah penumpang MRT di Iran per hari Bisa 3 juta orang. Karena itu, arus kas mengalir deras sehingga Bisa menutupi biaya tetap operasional MRT. Berbeda dengan negara yang menggantungkan Nyaris Seluruh kebutuhan mereka dari impor dan investasi mereka dari utang luar negeri. Karena itu, produk turunannya juga bakal mahal. Ujung-ujungnya, publik juga mesti membayar lebih mahal. Kagak mengherankan pula rasio utang terhadap PDB Iran sangat kecil, Kagak Tiba 10%.
Itulah Teladan kemandirian yang lahir dari kepungan tekanan. Rakyat Bisa merasakan harga murah karena dari hulunya, yakni investasi yang ditanamkan, juga efektif. Efektivitas investasi di Iran yang tecermin pada nilai ICOR (incremental capital output ratio) Eksis di Nomor Sekeliling 3, jauh lebih efisien daripada ICOR kita yang Sekeliling 6.
Infrastruktur lainnya di Iran, misalnya internet, juga Bisa melampaui negara-negara lain yang Kagak sedang dibekap Denda. Hanya, di Iran memang Kagak Eksis media sosial seperti Youtube, Google, dan Facebook. Iran punya DNS sendiri yang Kagak terhubung secara Mendunia.
Tetapi, Bahkan karena kemampuan mengkreasikan medsos secara Berdikari dan relatif lebih inklusif, Iran Kagak Bisa ‘dijajah’ pasar atau marketplace ecommerce sekelas raksasa seperti di negeri ini. Di Iran, pasar tradisional dan mal Tetap menjadi tujuan Esensial orang berbelanja. Interaksi sosial dan budaya Tetap semarak di pasar-pasar sehingga hal itu Bisa menggerakkan ekonomi usaha kecil dan menengah.
“Beda dengan kita. Gara-gara unicorn, e-commerce, dan lapak digital, pedagang tradisional dan mal Senyap pengunjung. Duit mengalir langsung ke produsen dan pedagang besar. Kita bangga masuk era 4G atau 5G, nyatanya infrastruktur IT tergantung asing. Bahkan, unicorn Seluruh punya asing,” sang Sahabat mengulas dengan semangat membara.
Jadi, karena Iran di-banned oleh dunia Global, keadaan itu memaksa mereka membangun industri dalam negeri sendiri. Industri mereka, dari kelas UMKM Tiba besar, tumbun secara berkesinambungan karena didukung pasar dalam negeri. Kagak mengherankan sumbangan konsumsi domestik di Iran terhadap produk domestik bruto Nyaris 70%.
Iran memang sanggup menjadikan Denda ekonomi menjadi ‘berkah terselubung’ Buat Bahkan memperkuat kaki-kaki sendiri. Bayangkan, di tengah Denda ekonomi yang membelit, Iran menolak takluk dengan Lalu-menerus mengasah kemampuan literasi di dunia pendidikan. Nomor buta huruf di Iran sudah Kosong. Bahkan, dunia mencatat Iran sebagai negara dengan jumlah sarjana dan doktor melimpah.
Nyaris separuh populasi kerja di Iran berstatus sarjana. Iran termasuk negara dengan tingkat tenaga kerja intelektual tertinggi di dunia. Itu disebabkan belajar sudah jadi budaya. Bagi mereka, menuntut ilmu itu kewajiban, sama seperti melaksanakan ibadah salat. Iran juga punya universitas yang masuk 15 besar peringkat perguruan tinggi di dunia.
Dalam bahasa Persia, Iran punya enetaf paziri, Mempunyai ketangguhan. Ia punya kesabaran revolusioner. Seperti Petunjuk Jalaluddin Rumi, “Di dalam kesabaran, kita menemukan keajaiban; di dalam kesabaran, kita menemukan diri kita sendiri.”

