AWAL Februari Lewat, Badan Pusat Statistik menghadirkan optimisme melalui catatannya terkait dengan daya beli masyarakat. Sumbu pemantik optimisme itu ialah pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV tahun 2021 sebesar 5,02% yoy, yang disokong oleh konsumsi rumah tangga.
BPS mencatat sumber pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengeluaran tertinggi pada kuartal itu ialah konsumsi rumah tangga, yang tumbuh 3,55%. Salah satu Elemen pendorong meningkatnya konsumsi rumah tangga terlihat dari penjualan eceran yang tumbuh sebesar 8,74%. Selain itu, penjualan wholesale, mobil penumpang dan sepeda motor, juga tumbuh 72,87% dan 64,7%.
Indikasi lainnya juga dilihat dari Fulus elektronik, kartu debit dan kartu kredit yang tumbuh 9,11% yoy. Adapun kontribusi pertumbuhan konsumsi rumah tangga ditopang oleh transportasi dan komunikasi sebesar 5,34%, makanan minuman selain restoran 3,24%, Pakaian, alas kaki dan jasa perawatannya 1,22%, perumahan dan perlengkapan rumah tangga 3,09%, kesehatan dan pendidikan 2,99%, restoran dan hotel 2,82%, serta lainnya sebesar 2,84%.
Indikasi berikutnya yang menunjukkan konsumsi rumah tangga menguat, Merukapan jumlah penumpang angkutan udara naik 18,23%. Ini juga menguat Apabila dibandingkan dengan kuartal IV-2020 yang terkontraksi 64,38%.
Jadi, seluruh Bilangan itu mengonfirmasikan bahwa konsumsi rumah tangga merupakan motor Penting pertumbuhan ekonomi. Kontribusi totalnya mencapai 52,91% terhadap produk domestik bruto. Diikuti pembentukan modal tetap bruto, ekspor, dan lainnya.
Tetapi, itu kondisi akhir tahun Lewat. Sekarang, seperti iklim yang tak menentu, situasinya berubah amat Segera. Optimisme itu memang Tetap Eksis, tapi mulai meredup. Ia tergerus oleh Realita geopolitik dunia yang berubah. Pula, oleh sejumlah kebijakan stabilitas harga pokok yang tak kunjung Membikin harga Konsisten.
Serangan Rusia ke Ukraina telah Membikin harga minyak dan gas meroket. Harga minyak mentah dunia sudah naik dua kali lipat Kepada pengiriman April hingga Juni. Akibatnya, harga bahan bakar minyak nonsubsidi pun tersundul naik hingga 40%. Harga BBM bersubsidi tetap, tetapi imbasnya kantong negara Pandai jebol hingga Rp150 triliun.
Itu terjadi karena tiap kenaikan harga minyak US$1 per barel Membikin subsidi membengkak Rp3,1 triliun. APBN juga Tetap harus menambal subsidi Kepada elpiji ukuran 3 kilogram yang juga naik karena imbas kenaikan harga minyak dunia. Jumlah yang harus ditambal Pandai mencapai lebih dari Rp60 triliun. Itu terjadi karena tiap kenaikan harga minyak US$1 per barel Membikin subsidi elpiji membengkak Rp1,4 triliun.
Sejauh ini, pemerintah belum akan Meningkatkan harga BBM dan elpiji bersubsidi. Tetapi, kode keras bahwa kedua jenis Kekuatan bersubsidi itu bakal dinaikkan secara bertahap sudah mulai muncul. APBN Niscaya akan kesulitan Kepada Lalu menambal subsidi Kekuatan yang kian membengkak.
Itu belum Tengah Tetap harus ditambah subsidi minyak goreng Kepada masyarakat yang harganya Bukan kunjung mau turun. Eksis anggaran lebih dari Rp6 triliun Kepada Sokongan langsung Kas bagi rakyat yang terkena Dampak harga minyak goreng yang tak kunjung turun itu.
April mop kian terasa bagi masyarakat karena pada Ketika yang bersamaan, pemerintah mulai memberlakukan penaikan tarif pajak pertambahan nilai dari 10% menjadi 11% mulai 1 April. Terang, konsumen lah yang mesti menanggung beban penaikan itu.
Memang, Eksis teori yang meneguhkan bahwa Bahkan Ketika daya beli masyarakat naik itulah waktu yang Betul Kepada ‘menyesuaikan’ harga-harga. Tetapi, momentum naiknya daya beli masyarakat itu baru sebentar. Baru icip-icip. Kini, yang Tengah ngetren Bahkan daya beli yang terpukul bertubi-tubi.
Ibarat baru bangun dari pukulan KO terkena upper cut, belum juga menata kaki, rakyat sudah dihujani jab-jab yang Membikin tubuh terhuyung kembali. Tugas pemerintah kini Membikin tubuh rakyat Bukan Terperosok oleh pukulan telak bertubi-tubi itu.
Instruksi Presiden Joko Widodo agar jajarannya berlekas-lekas mengendalikan harga dan Lalu berupaya Kepada menjaga daya beli masyarakat, momentum ekonomi, dan kesehatan APBN kiranya bukan sekadar basa-basi. Kalau dipatuhi dan efektif, perintah Presiden itu Pandai menjadi benteng penjaga bagi tubuh yang terhuyung agar Bukan Terperosok Tengah. Kalau Bukan Taat Lewat Bukan efektif, ya sebaiknya kita tidur Tengah, agar Pandai bermimpi ekonomi tumbuh tinggi.