Ilustrasi daya beli masyarakat turun. Foto: Freepik.
Jakarta: Menandai momen 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bekerja, Head of Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman menyoroti masalah Mendasar ekonomi. Yakni, pelemahan daya beli masyarakat dan aktivitas manufaktur yang anjlok.
Ia menuturkan indeks barang impor menunjukan tren penurunan yang signifikan selama Oktober hingga Desember 2024. Penurunan impor terbesar terjadi pada kategori barang konsumsi yakni minus 16,91 persen secara year on year (yoy) pada Desember 2024 dan impor barang modal juga minus 10,57 persen yoy di Desember 2024. Sementara, impor barang bahan baku/penolong juga mengalami penurunan.
“Penurunan barang konsumsi ini mencerminkan lemahnya daya beli domestik,” ungkap Rizal dalam Obrolan publik ‘100 Hari Astacita Ekonomi, Memuaskan?’, secara daring, dikutip Kamis, 30 Januari 2025.
Sementara, Buat penurunan impor barang menunjukkan aktivitas investasi yang melambat Bagus itu di sektor publik maupun swasta. Hal ini ditengarai adanya upaya efisiensi impor oleh pelaku usaha yang disebabkan oleh kondisi ekonomi Dunia yang Bukan Kukuh, atau karena pengendalian fiskal yang ketat di domestik. Rizal juga menuturkan penurunan impor bahan baku/penolong yang minus 5,22 persen di Desember 2024 patut diwaspadai.
“Kenapa ini perlu diwaspadai? Karena akan berpengaruh ke kapasitas produksi domestik terutama manufaktur. Dan ini tentu akan mempengaruhi terhadap daya beli masyarakat,” ucap dia.
Selanjutnya, Rizal menyampaikan kinerja Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia selama periode Oktober-November 2024 mengalami fase kontraksi yang cukup dalam di Dasar 50, yakni masing-masing berada di level 49,2 dan 49,6.
“Ini mengindikasikan begitu beratnya industri manufaktur Dapat Bertanding di pasar,” imbuh dia.
(Ilustrasi industri manufaktur. Foto: dok MI)
Aktivitas manufaktur berangsur pulih
Kendati demikian, aktivitas manufaktur berangsur pulih pada Desember 2024 dengan PMI meningkat ke Bilangan 51,2. Pemulihan ini, kata Rizal, dapat dikaitkan dengan meningkatnya optimisme pasar dan stabilitas harga kebutuhan pokok yang turut memperbaiki sentimen bisnis di akhir tahun.
Rizal menyinggung tingginya Bilangan pemutusan Rekanan kerja (PHK) yang menembus 78 ribu dari periode Januari-Desember 2024, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan RI. Ia menekankan industri dalam negeri tengah tertekan, terutama pada industri padat karya akibat ketidakpastian Dunia.
“Memang terjadi konsistensi jumlah tenaga kerja yang terkena PHK, dari Januari Tamat Desember sangat tinggi bahkan Nyaris 78 ribu orang,” bilangnya.
Ekonom Indef itu menilai masalah tersebut menjadi tantangan pemerintahan Prabowo Buat menekan Bilangan PHK dan pengangguran di Tanah Air. Menurutnya, dengan tingginya Bilangan PHK mencerminkan kinerja ekspor, produksi, hingga investasi Indonesia yang melemah.
“Saya kira ini menjadi challenging bagaimana PHK dan pengangguran Dapat ditekan. Tak hanya membuka lapangan usaha baru, tetapi juga lapangan usaha Buat meningkatkan kapasitas dan produktivitas dari industri manufaktur,” papar dia.