Dari Hutan Wakaf Bogor Semangat Perbaikan Lingkungan Digelorakan

Dari Hutan Wakaf Bogor Semangat Perbaikan Lingkungan Digelorakan
Khalifah Muhammad Ali dan Miftahul Jannah meluncurkan buku Hutan Wakaf, Teori dan Praktik untuk menularkan semangat membangun Hutan Wakaf di Indonesia.(MI/SUMARIYADI)

DUNIA sedang tidak baik-baik saja. Kerusakan lingkungan semakin parah dan mudah ditemukan di mana saja.

Keprihatinan inilah yang ditangkap Khalifah Muhammad Ali. Staf pengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) ini pun menuangkannya pada sebuah tulisan di sebuah laman, pada November 2018 silam.

“Tiga tantangan terbesar dunia dalam 10 tahun ke depan ialah masalah lingkungan. Yang pertama kegagalan dalam mitigasi perubahan iklim, kedua kegagalan dalam adaptasi perubahan iklim dan ketiga kehilangan biodeversitas dan runtuhnya ekosistem,” paparnya.

Baca juga : Kang Maman: Kitab Senang dengan Berqurban Hadirkan Dimensi Baru Kebudayaan Kurban

Di sisi lain, sebagai seorang muslim, Islam mengajarkan manusia sebagai khalifah untuk menjaga lingkungan sebagai bagian dari ibadah. Menjaga lingkungan (hifzh al-bi’ah) adalah bagian dari tujuan syariah.

Khalifah menemukan salah satu solusi menghadapi tantangan itu ialah wakaf hutan dan hutan wakaf. Tulisannya berjudul Wakaf untuk Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan pun mendapat sambutan hangat.

Bahkan, seorang alumnus IPB menghubungi Khalifah. Dia menyatakan niatnya untuk mewakafkan lahan seluas 1.500 meter persegi, di Kampung Muara, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.  

Baca juga : Rilis Kitab Panduan, IKAPI Laksanakan Pendidikan Kurator ke-14

Dengan modal lahan itu, Khalifah terus bergerak. Berganti tahun, dia menginisiasi lahirnya Komunitas Hutan Wakaf Bogor dan mendirikan Yayasan Yassiru.

“Komunitas pun mulai mengumpulkan wakaf melalui uang dan dana wakaf. Biaya digunakan untuk memperluas wilayah Hutan Wakaf Bogor,” ujar Khalifah.

Sosialisasi hutan wakah terus digencarkan. Khalifah juga terus menulis artikel di sejumlah media massa dan jurnal.

Baca juga : LPSR Luncurkan Tiga Kitab Panduan Anak dengan Disabilias Perkembangan

Pada 2020, tekad baik ini terus bergerak. Berbarengan sejumlah relawan, mereka menggelar beberapa kegiatan, mulai dari seminar dan webinar. Lahan Hutan Wakaf Bogor juga terus meluas, dengan cara membeli dari dana wakaf.

Cek Artikel:  Istighotsah PWNU Jawa Barat Puncaki Perayaan Hari Santri Nasional 2024

Di tahun yang sama, Komunitas Hutan Wakaf Bogor bertransformasi menjadi Yayasan Hutan Wakaf Bogor. Mereka berbadan hukum resmi dan menjalin kerja sama dengan berbagai organisasi dan lembaga, di antaranya Baznas.

Setahun kemudian, pengumpulan dana wakaf membuat yayasan mampu memperluas Hutan Wakaf Bogor. Yayasan juga merangkul Grup Tani Hutan Binaan. Mereka melakukan kegiatan mulai dari budi daya ikan dan ekowisata.

Baca juga : IKAPI Luncurkan Kitab Panduan Kurator Pada Pendidikan Intensif

Pada 2022, berbaai kegiatan ekonomi, sosial dan pemberdayaan masyarakat terus dilakukan di Hutan Wakaf Bogor. Ketika itu, warga yang datang mengunjungi hutan wakaf makin meningkat.

Perkembangan yang signifikan membuat Hutan Wakaf Bogor mendapatkan penghargaan Fundraising Wakaf Produktif Terbaik di Indonesia dari Institut Fundraising Indonesia.

Pada 2023, pengunjung ke Hutan Wakaf Bogor tidak surut. Warung dibuat di hutan itu untuk menjual berbagai makanan dan minuman. Sejumlah fasilitas dibangun agar pengunjung bisa beristirahat dan bersantai.

Yayasan juga menggelar beragam pelatihan. Di antaranya soal ternak domba, dan budi daya lebah. Pada saat yang sama, penanaman pohon juga dilakukan bersama sejumlah perusahaan, lembaga dan organisasi yang peduli pada pelestarian lingkungan.

Mengertin ini, di awal tahun, Yayasan Hutan Wakaf Bogor mengajukan pendaftaran untuk menjadi nazhir wakaf uang secara resmi ke Badan Wakaf Indonesia.

Pada Maret 2024, Badan Wakaf Indonesia menerbitkan Surat Tanda Bukti Pendaftaran Nazhir. Ini berarti Hutan Wakaf Bogor sudah dapat menjadi nazhir dan mengumpulkan wakaf uang.

Peluncuran buku

Perjalanan enam tahun Hutan Wakaf Bogor ini mengisi lembaran buku berjudul : Hutan Wakaf, Teori dan Praktik yang ditulis Khalifah Muhamad Ali dan sang istri Miftahul Jannah, yang juga seorang pakar hutan wakaf.

Kitab itu diluncurkan di Bandung, Rabu (25/9). “Melalui buku ini, kami berupaya menyajikan perspektif yang komprehensif, menggabungkan teori dasar yang melandasi konsep hutan wakaf. Selain itu juga memberikan panduan praktis mengenai implementasi, terutama dalam konteks pembangunan hutan wakaf yang produktif dan berkelanjutan,” papar Khalifah.

Cek Artikel:  Tim Siber Bawaslu Kabupaten Cirebon Lanjut Awasi Kampanye di Media Sosial

Dia mengungkapkan selama ini informasi terkait wakaf hutan dan hutan wakaf tersebar di banyak tulisan, media massa dan jurnal. Itu membuat informasinya kurang komprehensif.

“Di sisi lain, seiring dengan semakin banyaknya peneliti dan warga yang peduli tentang wakaf hutan dan hutan wakaf, kami merasa perlu menyusun informasinya dalam sebuah buku yang komprehensif,” jelasnya.

Kitab ini, tambah Khalifah, membahas wakaf hutan secara teori dan praktik. Bahasannya dari a sampai z, dari dasar hingga model dan  inovasinya.

Dia berharap buku ini jadi panduan dan literasi bagi orang-orang yang ingin mengembangkan hutan wakaf. “Tapi, buku ini memang masih jauh dari sempurna. Banyak kesalahan dan kekurangan. Karena itu, kami, penulis, terbuka untuk masukan dan saran perbaikan demi kebaikan di masa depan,” tandasnya.

Khalifah menambahkan hutan wakaf adalah upaya menjaga ekosistem. Hutan wakaf juga memberikan manfaat sosial, ekonomi dan ekologi bagi masyarakat.

“Visi Hutan Wakaf Bogor ialah membuat hutan makin luas dan produktif secara ekologi, ekonomi dan sosial. Harus luas dan produktif, bukan juga sempit, meski produktif atau luas tapi tidak produktif,” tandasnya.

Di dunia, hutan wakaf pernah dikembangkan di 5 negara, yakni Turki,
Aljazair, Bosnia, Bangladesh dan Indonesia. Sementara di Indonesia, hutan wakaf pertama terbentuk pertama di Aceh pada 2012, di Bogor sejak 2016, Mojokerto pada 2021 dan Sukabumi 2023.

 

Gerakan preventif

Dukungan terhadap Wakaf Hutan dan Hutan Wakaf juga datang dari Badan Wakaf Indonesia (BWI). Wakil Sekretaris Badan Wakaf Indonesia Emmy Hamidiyah menyatakan Wakaf sebagai solusi berkelanjutan untuk pelestarian lingkungan menunjukkan potensi besar.

“Dengan kolaborasi, inovasi dan dukungan yang tepat, wakaf dapat menjadi alat yang efektif untuk menjaga dan memperbaiki kondisi lingkungan,” paparnya.

Cek Artikel:  Upaya Genjot Pendapatan, Perajin Tusuk Sate di Karawang Raih Bonus Teknologi

Dia menyatakan Rasulullah SAW dan para sahabat juga mewakafkan aset terbaiknya. Umar bin Khattab dan Arang Thalhah mewakafkan kebun kurma miliknya yang subur. Sementara Ustman bin Affan mewakafkan sumur
yang berlimpah airnya dan harta yang manfaatnya dapat dirasakan sampai saat ini.

Wakaf, menurut dia, dapat berkontribusi dalam konservasi lingkungan dengan mendanai proyek-proyek seperti penanaman pohon, pembelian lahan untuk hutan, taman, rehabilitasi lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam.

Emmy sepakat hutan wakaf dan wakaf hutan sudah mendesak dilaksanakan. Pasalnya, kerusakan lingkungan sudah sangat masif.

“Bank Dunia menempatkan Indonesia di peringkat ke-12 dari 35 negara yang menghadapi risiko kematian yang relatif tinggi, akibat banjir dan panas ekstrem. Sementara Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC) menyatakan mengatakan bumi akan mengalami kenaikan suhu global melewati ambang batas minimum yang ditetapkan pada 2030, yakni 1,5 derajat celcius,” paparnya.

Dampak perubahan iklim bagi Indonesia, lanjut dia, sangat besar, berupa terumbu karang akan banyak yang punah, akan terjadi krisis pangan, bencana alam akibat perubahan iklim semakin tinggi
intensitasnya dan ancaman terhadap kesehatan manusia menjadi naik.

Menurutnya, deforestrasi hutan menyebabkan jumlah masyarakat miskin di sekitar hutan semakin meluas, dan kini jumlahnya diperkirakan mencapai 10 juta orang.

“Kondisi saat ini ialah terdapat 14 juta hektare lahan kritis, sangat kritis. Di sisi lain, ada ratusan ribu lokasi tanah wakaf yang berpotensi dimanfaatkan untuk proyek-proyek ramah lingkungan,” papar Emmy.

Sementara itu, program penyaluran manfaat wakaf dan zakat, infaq serta sodaqoh telah banyak dikucukan untuk penanganan problem kemiskinan dan masyarakat terdampak kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor, kekeringan, kelaparan dan bencana lain.

“Buat itu saatnya kita tidak lagi bicara dan bertindak kuratif. Hutan wakar merupakan upaya preventif dan lebih produktif,” tegas Emmy.

 

 

Mungkin Anda Menyukai