Cost-Effectiveness Sokongan Pangan Buat Tengkes

Cost-Effectiveness Bantuan Pangan untuk Tengkes
(MI/Duta)

PERMASALAHAN gizi Bukan hanya berkaitan dengan kesehatan, tetapi juga mencerminkan masalah daya beli, ketersediaan pangan, pengetahuan tentang gizi, serta Elemen sosial dan budaya. Indonesia Tetap menghadapi persoalan kemiskinan yang merupakan akar timbulnya masalah gizi.

Kegagalan dalam pembangunan gizi dapat menyebabkan munculnya the lost generation dalam 20 tahun mendatang. Kondisi kurang gizi akan berdampak pada lahirnya generasi yang kurang cerdas dan memperpanjang lingkaran kemiskinan bangsa ini. Kekurangan pangan yang dialami anak-anak Indonesia, yang menyebabkan tengkes (stunting), merupakan cerminan dari kurangnya ketahanan pangan dan gizi.

Pembiayaan program pembangunan di bidang pangan dan gizi harus Mempunyai nilai yang signifikan dan terjamin keberlanjutannya. Dengan demikian, kita dapat secara efektif mengurangi masalah gizi di masyarakat. Investasi dalam bidang gizi merupakan investasi jangka panjang sehingga dampaknya mungkin baru akan terlihat setelah beberapa Dasa warsa ke depan.

Rakyat Indonesia Bukan mengalami kelaparan kronis sebagaimana yang menimpa rakyat di Benua Afrika. Tetapi, kita menderita kelaparan tersembunyi yang menyebabkan persoalan kurang gizi yang tak kunjung dapat diatasi. 

Rendahnya konsumsi pangan yang menyangkut aspek kualitas dan kuantitas dapat berdampak Bukan baik pada mutu kesehatan rakyat.

Salah satu Ciri ketidakbermutuan konsumsi pangan ialah apabila masyarakat lebih mengandalkan konsumsi pangan sumber karbohidrat.  Ketidakberdayaan ekonomi menjadi penyebab Istimewa mengapa rakyat sulit mengakses pangan hewani yang bermutu tinggi dan berpotensi Buat mencegah tengkes.

Gizi merupakan salah satu Elemen Krusial dalam menentukan kualitas sumber daya Insan (SDM). Salah satu indikator kualitas gizi anak ialah tinggi badan. Lebih dari 20% balita di Indonesia mengalami tengkes yang dapat berdampak negatif pada kecerdasan anak ketika mereka memasuki usia sekolah. Kondisi fisik yang kurang optimal pada anak-anak Indonesia, berpotensi mengganggu perkembangan intelektual mereka sehingga SDM masa depan kita dibangun di atas fondasi yang lemah dan rentan terhadap kegagalan. 

Cek Artikel:  Kesejahteraan Emosional Generasi Muda Dari Kesepian hingga Kolaborasi dengan Parpol

Demi ini program Sokongan pangan Buat pengentasan tengkes telah dilakukan oleh beberapa pihak termasuk pemda, Badan Pangan Nasional (Bapanas), industri/swasta, dan pihak-pihak lain. Bermacam bentuk Sokongan pangan telah diimplementasikan dengan hasil yang Variasi. Eksis Sokongan pangan berupa telur, susu, daging ayam, ikan, dan makanan lengkap. Semuanya tentu perlu dievaluasi sehingga model yang cost-effective Dapat diterapkan di banyak kabupaten/kota di Indonesia.

Cost-effectiveness atau efektivitas biaya ialah Komparasi antara biaya dan hasil yang dicapai. Analisis efektivitas biaya ialah teknik yang digunakan Buat membandingkan biaya dan manfaat dari suatu program. Para pengambil keputusan dalam suatu program perlu melakukan analisis efektivitas biaya Buat mendapatkan alternatif program yang terbaik.

Program Sokongan pangan Buat pengentasan masalah tengkes perlu dilakukan, Berkualitas dengan maksud pencegahan maupun penanganan.  Apabila dimaksudkan Buat pencegahan, sasaran Sokongan pangan ialah ibu hamil dan menyusui. Kalau dimaksudkan Buat penanganan, targetnya adalah anak-anak balita yang Demi ini dalam kondisi tengkes.

Demi ini, Bukan sulit Buat mendapatkan data anak tengkes. Di setiap puskesmas sudah tersedia data tengkes by name by address sehingga Sokongan pangan Bukan akan salah sasaran. Demikian juga data ibu hamil/ibu menyusui yang menderita KEK (kekurangan Daya kronis) sudah tersedia sehingga memudahkan intervensi gizi dilakukan.

Banyak Elemen yang menjadi determinan (penyebab) problem tengkes. Berbagai studi menunjukkan pola asuh makan, sanitasi/ginienis, dan infeksi berkorelasi erat dengan masalah gizi. Tetapi, akar persoalan gizi yang disepakati banyak orang adalah kemiskinan. Oleh Karena itu, kriteria miskin Dapat dijadikan entry point Buat menetapkan sasaran program intervensi gizi dengan ditambah kriteria nutrition at risk (ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita).

Cek Artikel:  Sudahi Lika-liku Memburu Masiku

Analisis cost-effectiveness Sokongan pangan perlu dilakukan setiap tahun agar diketahui tren penurunan Bilangan tengkes di setiap Area ketimbang biaya Sokongan pangan yang dialokasikan.  Logistik Sokongan pangan Buat pengentasan tengkes menjadi tantangan tersendiri Buat negara sebesar Indonesia yang membentang dari Sabang Tiba Merauke. Pangan yang dipilih harus memperhatikan ketersediaan produksinya dan kemudahan pengangkutan (transportasi) ke berbagai pelosok kabupaten/kota.

Sentra-sentra produksi Buat komoditas Sokongan pangan berupa telur dan daging ayam banyak berpusat di Jawa sehingga daging ayam yang didistribusikan memerlukan cold storage dalam pengangkutan dan penyimpanannya. Sokongan pangan Buat tengkes meningkatkan demand terhadap komoditas daging ayam dan telur sehingga dapat membantu kesejahteraan peternak. 

Sokongan dapat ditambah dengan komoditas susu sehingga peternak-peternak sapi Peras juga mempunyai pilihan pasar yang lebih Variasi Buat penjualan produk susunya. Intinya, program intervensi tengkes harus memikirkan sektor dari sisi produsen pangan dan sektor penerima manfaat.

Sudah saatnya Sokongan pangan (food-based approach) dijadikan skema Istimewa pengentasan problem tengkes.  Sumber pendanaan Dapat berasal dari kementrian/lembaga yang mendapat mandat Buat membantu pengentasan tengkes. Di Amerika, program Sokongan pangan Buat intervensi gizi (program women, infants, and children/WIC) menjadi tanggung jawab USDA (United States Department of Agriculture).

Keluarga miskin di AS mendapatkan semacam kartu ATM yang Dapat dipakai di minimarket terdekat Buat berbelanja pangan Buat pemenuhan gizi anak balita, ibu hamil, dan ibu menyusui dengan komoditas yang sudah ditentukan, misalnya susu, sereal, telur, peanut butter, dan orange juice. 

Nilai Sokongan setiap bulan ialah Rp1 juta per anak balita. Dalam skema Sokongan model itu, USDA Bukan perlu repot memikirkan cold storage Buat susu dan pangan lain, demikian juga Bukan perlu memikirkan distribusi pangan dari produsen hingga penerima manfaat (anak balita) karena minimarket yang terlibat dalam program Sokongan itu hanya perlu melakukan reimbursement berdasarkan kartu ATM yang dibelanjakan oleh keluarga anak balita.

Cek Artikel:  Penyakit Autoimun Ketika Tubuh Melawan Diri Sendiri

Potensi Anggaran desa Buat membantu program pengentasan tengkes harus dioptimalkan. Umumnya pemerintah desa mengalokasikan sebagian Anggaran desa Buat kegiatan rutin posyandu setiap bulan. Intervensi langsung berupa Sokongan pangan kepada anak tengkes belum banyak dilakukan. Padahal, dengan memberi Sokongan telur sebutir sehari, hanya diperlukan Rp1 juta per anak per tahun dan bila jumlah anak tengkes per desa 10-20 anak, hanya perlu Rp10 juta-Rp 20 juta per tahun atau hanya 2% dari Anggaran desa. Dengan mengonsumsi telur setiap hari, anak-anak kita akan mempunyai pertumbuhan fisik yang Berkualitas karena memperoleh protein berkualitas tinggi. 

Inti dari upaya perbaikan gizi ialah kemudahan masyarakat mendapatkan pangan-pangan bergizi yang ditunjang dari aspek membaiknya kesejahteraan dan ketersediaan komoditas pangan hewani di pasaran.  Menghasilkan anak bertubuh tinggi akan lebih mudah manakala setiap keluarga Dapat menyediakan pangan hewani Buat penunjang gizi mereka sehari-hari Berkualitas dari sumber daya dan belanja pangan keluarga maupun dari Anggaran Sokongan pangan pemerintah melalui kementrian atau lembaga yang Eksis.

Kita dapat berkaca pada Jepang, Demi perekonomian negara Jepang semakin maju pada masa 1950-1970-an, tinggi badan anak-anak muda bertambah 1 cm setiap 10 tahun. Pada tahun-tahun yang akan datang, pertumbuhan fisik generasi muda Jepang akan semakin bertambah Berkualitas. Setelah kita merdeka Nyaris 75 tahun, bangsa ini juga harus berbenah diri agar merdeka dari berbagai masalah gizi yang mengancam anak-anak dan generasi muda kita. Pemerintah harus menempatkan pembangunan SDM (gizi, kesehatan, dan pendidikan) dengan prioritas tinggi. Kondisi sehat dan cukup gizi menjadi prasyarat Krusial Buat melahirkan SDM yang cerdas dan berkualitas.

 

Mungkin Anda Menyukai