Cerminan 79 Tahun Indonesia Merdeka Pendidikan yang Terlupakan

Refleksi 79 Tahun Indonesia Merdeka: Pendidikan yang Terlupakan
(Dok. Pribadi)

SUDAH 79 tahun Indonesia merdeka dengan sumber daya alam yang melimpah dan potensi besar Demi menjadi kekuatan ekonomi Mendunia. Tetapi, hingga Ketika ini kita Tetap terlilit utang dan Tetap belum Pandai menjadi kiblat ekonomi, bahkan di tingkat Asia Tenggara. 

Singapura, Thailand, dan bahkan Vietnam yang baru Terbangun belakangan telah melampaui kita dalam banyak aspek. Apa yang menjadi penyebabnya? Jawabannya sederhana, tapi mendalam: kita abai pada pendidikan.

Sejak kemerdekaan pada 1945, Indonesia sebenarnya Mempunyai tiga momentum Krusial yang Semestinya dapat menjadi landasan kuat Demi membangun bangsa yang lebih maju melalui pendidikan. Tetapi, sayangnya ketiga momentum tersebut Enggak pernah Betul-Betul difokuskan pada perbaikan pendidikan yang berkelanjutan.

Baca juga : Orang Muda dan Bina Damai di Era Digital

 

Kemerdekaan 1945

Ketika Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Terdapat kesempatan besar Demi membangun sistem pendidikan yang solid. Tetapi, Konsentrasi awal pemerintah lebih pada mempertahankan kemerdekaan dan stabilitas politik sehingga pendidikan belum menjadi prioritas. Hal itu menyebabkan perkembangan pendidikan Lamban dan Enggak merata, terutama di daerah tertinggal. Meskipun Presiden Soekarno meluncurkan program pemberantasan buta aksara pada 14 Maret 1948, upaya tersebut terbentur oleh situasi politik dan ekonomi yang Enggak Konsisten.

Baca juga : Mendampingi Generasi Stroberi

 

Orde Baru dan melimpahnya minyak

Pada 1966, awal era Orde Baru memberi Indonesia kesempatan kedua. Penemuan cadangan minyak besar pada 1970-an Semestinya menjadi modal signifikan Demi investasi di sektor pendidikan. Memang Terdapat usaha Demi memajukan pendidikan melalui program wajib belajar enam tahun yang kemudian diperluas menjadi sembilan tahun serta pembangunan Sekolah Dasar Inpres di berbagai daerah. Tetapi, hasilnya belum sesuai Asa.

Cek Artikel:  Logical Fallacy Seorang Menteri Berbahaya karena Melahirkan Kebijakan yang Salah

Baca juga : Imagined School

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan bahwa Kurang Lebih 28,8% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas hanya Mempunyai ijazah SMP sebagai jenjang pendidikan tertinggi. Itu menunjukkan bahwa meskipun Terdapat upaya, pendidikan Indonesia belum sepenuhnya menjangkau seluruh masyarakat. Kalau pada Ketika itu pemerintah Orde Baru mengintegrasikan prinsip dukungan bagi guru dan siswa dengan memanfaatkan Anggaran minyak yang melimpah, Enggak hanya membangun SD Inpres, sistem pendidikan Indonesia Pandai lebih kuat dan inklusif.

 

Reformasi 1998

Baca juga : Manajemen Sekolah Penghalau Ekstremisme Kekerasan

Reformasi 1998 membawa Asa baru dengan munculnya era demokrasi. Tetapi, sekali Tengah, momen tersebut Enggak dimanfaatkan secara optimal Demi memperbaiki pendidikan. Pemerintah hasil reformasi lebih banyak berkutat pada urusan politik kekuasaan daripada Konsentrasi pada pembangunan bangsa, khususnya di bidang pendidikan. 

Kurikulum pendidikan sering berganti, tetapi perubahan tersebut lebih bersifat kosmetik dan Enggak menyentuh akar permasalahan yang Terdapat. Menurut catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sejak reformasi hingga 2023, Indonesia telah mengalami lima kali perubahan kurikulum. 

Pada awal reformasi, Kurikulum 1994 Tetap digunakan, yang dianggap terlalu padat dan berat. Pada 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) diperkenalkan Demi Konsentrasi pada pengembangan kompetensi siswa, tetapu pelaksanaannya menemui banyak tantangan.

KBK digantikan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada 2006, memberikan otonomi lebih besar pada sekolah meski membutuhkan dukungan tambahan. Pada 2013, Kurikulum 2013 (K-13) diperkenalkan, mengintegrasikan pendidikan Watak dengan mata pelajaran dan memperkenalkan penilaian lebih komprehensif. Tetapi, pelaksanaannya juga menghadapi revisi dan penundaan. Pada 2021, Kurikulum Merdeka diperkenalkan Demi memberikan fleksibilitas lebih besar serta Konsentrasi pada pengembangan kompetensi siswa dan pemanfaatan teknologi.

Cek Artikel:  Jadi Mantan Presiden, Lezat

 

Ubah sistem pendidikan nasional

Perubahan kurikulum terlihat seperti mencerminkan upaya pemerintah dalam memperbaiki pendidikan di Indonesia, padahal Enggak. Karena kurikulum hanya bagian kecil dari tata kelola pendidikan di Indonesia; karena masalah pendidikan di Indonesia bukanlah masalah kurikulum. Masalahnya lebih subsantif dari itu, Yakni sistem pendidikan yang satu. 

Dalam sejarah pendidikan Indonesia, Indonesia pernah Mempunyai UUD Nomor 2 Tahun 1989 yang digantikan UU Sisdiknas 2003 dengan sejumlah perubahan Krusial. Pertama, penekanan pada akses pendidikan yang merata dan inklusif sesuai dengan panduan UNESCO tentang tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs); 

Kedua, kualitas pengajaran dan pembelajaran. Laporan-laporan PISA menyoroti pentingnya kualitas guru, kurikulum yang relevan, dan metode pembelajaran yang efektif Demi mencapai hasil pendidikan yang tinggi (PISA, 2018)Ketiga, penilaian dan Pengkajian yang adil. Menurut Binkley M et al (2012), dalam Assessment and Teaching of 21st Century Skills (ATC21S), pentingnya penilaian berbasis kompetensi dan penilaian yang adil Demi mengukur penguasaan keterampilan abad ke-21.

Keempat, infrastruktur dan sumber daya yang memadai. World Bank menyoroti pentingnya infrastruktur pendidikan yang memadai Demi mencapai hasil belajar yang optimal, terutama di negara berkembang (World Bank, 2018). Kelima, dukungan bagi guru dan siswa.

Keenam, pendidikan Watak dan keterampilan hidup. Ketujuh, keterlibatan orangtua dan masyarakat. Penelitian yang dilakukan Epstein JL (2011) menunjukkan pentingnya partisipasi orangtua dalam pendidikan anak-anak mereka Demi mencapai hasil yang lebih Berkualitas. Kedelapan, keberlanjutan dan Penemuan. Kesembilan, kepemimpinan yang efektif. Terakhir, pendanaan yang cukup dan berkelanjutan.

Cek Artikel:  Berbarengan Niscayakan Perubahan

Apakah 10 prinsip dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sudah diterapkan secara efektif? Bagaimana dengan madrasah yang dikelola secara sentralistik oleh Kementerian Religiapakah itu termasuk pendidikan atau Religi? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan apakah madrasah perlu dikelola secara sentralistik atau desentralistik. 

Selain itu, peran orangtua yang kini terbatas pada komite sekolah, yang sering hanya menyetujui laporan keuangan tanpa terlibat dalam perencanaan, juga menjadi perhatian. Sistem Donasi operasional sekolah (BOS) yang Terdapat sekarang menimbulkan ketidakadilan, terutama bagi sekolah dengan jumlah murid sedikit dan sekolah swasta, termasuk madrasah, serta memicu persaingan antarsekolah Demi mendapatkan lebih banyak siswa demi Anggaran BOS yang lebih besar. Itu hanyalah sebagian dari berbagai masalah pendidikan yang Terdapat, bukan hanya soal kurikulum yang sering berubah.

Kemendikbud-Ristek pernah mengusulkan perubahan UU Sisdiknas, tapi ditolak karena perubahannya Enggak substanstif. Perubahan lebih mengarahkan pada penggunaan kurikulum yang Ketika ini sedang dikembangkan dan akan diterapkan secara nasional. Padahal, UU Sisdiknas Semestinya bukn hanya kurikulum. Dia lebih dari itu. Kurikulum hanya tata kelola persekolahan. UU Sisdiknas harus melingkupi sistem pendidikan. 79 tahun merdeka harus jadi momentum Demi memperbaiki pendidkan kita, dimulai dengan mengubah UU Sisdiknas. Merdeka!

Mungkin Anda Menyukai