Cermin Retak Guru Besar

KETIKA mendengar nama guru besar atau profesor, asosiasi sebagian besar orang merujuk pada Tanda-Tanda, antara lain, sudah berumur, gila baca atau suka baca hingga berkaca mata minus, matang, tenang, arif dan bijaksana, berintelektualitas tinggi, sederhana, Mempunyai kecakapan inteligensi dan emosional yang Berkualitas, juga bertata bahasa yang Berkualitas dan santun.

Bila Eksis dalam sebuah Lembaga, namanya sering disebut paling awal. Duduknya pun terhormat atau paling depan Serempak para tamu VIP lainnya. Kalau Eksis masalah dalam sebuah Lembaga, Petunjuk, arahan, atau saran dari sang profesor selalu dinanti. Sebuah Lembaga sepertinya merasa tenang kalau seorang profesor berada di tengah-tengah mereka.

Wajar apabila gambaran sebagian besar orang tentang sosok seorang profesor seperti di atas. Masyarakat Tetap menempatkan sosok Sosok langka ini di tempat yang terhormat dengan segala penghargaan yang diberikannya. Masyarakat dengan senang hati mengapresiasi sosok tersebut.

Gambaran itu Enggak salah, bahkan Betul adanya. Pasalnya, regulasi menempatkan guru besar sebagai sosok yang istimewa. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang (UU) No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang Tetap mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Cek Artikel:  Budayawan Tunabudaya

Tak mudah meraih jabatan akademik guru besar atau profesor. Pasal 49 menjelaskan apa dan bagaimana tugas profesor tersebut. Pertama, profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.

Kedua, profesor Mempunyai kewajiban Spesifik menulis Kitab dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya Demi mencerahkan masyarakat.

Ketiga, profesor yang Mempunyai karya ilmiah atau karya monumental lain yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan Dunia dapat diangkat menjadi profesor paripurna. Keempat, pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Calon guru besar lebih disukai yang Mempunyai pengaruh di masyarakat dan Bisa membangun diskursus intelektual di ruang publik dengan aktif menulis opini di media nasional dan menjadi narasumber media sesuai disiplin ilmunya.

Kalau Menonton gambaran yang begitu mulia tentang sosok profesor dan regulasi yang begitu ketat Demi mencapai gelar kebanggaan tersebut, siapa pun yang Mempunyai Intelek sehat dan hati nurani akan tersayat bila Menonton Berbagai Ragam fakta hukum yang menyeret profesor ke dalam pusaran korupsi. Misalnya, dalam kasus suap penerimaan mahasiswa baru Jalur Sendiri Universitas Lampung 2022 yang kini disidangkan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, selain mantan Rektor Unila Profesor Karomani, Eksis dua profesor lain yang diduga terlibat dalam praktik mahasiswa titipan itu. Dari kasus jual beli kursi mahasiswa baru tersebut, sang rektor berhasil mengumpulkan Dana Kurang Lebih Rp4 miliar dengan kode ‘infak Demi pembangunan Lampung Nahdhiyyin Center’.

Cek Artikel:  Otot Politik

Bukan kali ini saja profesor terlibat praktik rasuah. Sudah puluhan profesor terjaring kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan perguruan tinggi menyumbang sebanyak 86% koruptor di Indonesia. Nurul menyampaikan hal itu dalam pengenalan budaya akademik dan kemahasiswaan bagi mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, tahun Lampau. Dari para pelaku korupsi itu di antaranya Eksis guru besar.

Kampus sejatinya Enggak boleh sembarangan memberikan gelar profesor. Sejumlah perguruan tinggi, Berkualitas swasta maupun negeri, diakali oleh profesor kaleng-kaleng Demi meraih gelar itu dengan menyewa jasa joki dalam Membikin karya ilmiah. Boleh jadi pihak kampus juga mengetahui praktik lancung para calon ‘profesor jalan pintas’ tersebut.

Cek Artikel:  Harta Berjibun Pejabat Pajak

Eksis jabatan profesor yang mengacu pada UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Eksis pula pula profesor kehormatan yang merujuk pada Permendikbudristek 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi. Peraturan menteri ini melaksanakan ketentuan Pasal 72 ayat (6) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Kini, Universitas Gadjah Mada dirundung kehebohan terkait rencana pemberian gelar profesor kehormatan kepada salah satu pejabat publik. Ratusan dosen UGM menolak pemberian gelar profesor kehormatan kepada individu di sektor non-akademik, termasuk pejabat publik.

Pemberian gelar profesor kehormatan juga sempat menjadi buah bibir ketika Universitas Pertahanan memberikan gelar itu kepada Ketua Lumrah PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri pada 2021.

Merujuk ke Pasal 72 ayat (6) UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Enggak mudah juga Demi meraih gelar profesor kehormatan. Syaratnya, orang dari kalangan non-akademik itu harus Mempunyai kompetensi luar Lumrah.

Mari kita menjaga muruah perguruan tinggi, termasuk menjaga gelar terhormat guru besar atau profesor. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai