Liputanindo.id – Puluhan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menuntut ganti rugi restitusi lima terpidana sebesar Rp17,5 miliar. Rizal Putra Pratama, salah satu keluarga korban mengaku belum mendapatkan keadilan selama dua tahun terakhir usai tragedi yang menewaskan tiga orang keluarganya pada 1 Oktober 2022 silam.
“Selama ini kita berjuang selama dua tahun ini, yang kita rasakan, kita belum mendapatkan rasa keadilan,” kata Rizal Begitu menuntut keadilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (21/11/2024).
Dalam Tragedi Kanjuruhan, Rizal kehilangan tiga Personil keluarganya, yakni sang Bapak Muhammad Arifin serta kedua adiknya Muhammad Rizky Aditya Arifianto dan Sinar Maida Salsabila.
“Jadi saya telah kehilangan Bapak saya dan kedua adik saya, dan saya berada di stadion juga merasakan tembakan gas air mata,” ucapnya.
“Kita duduk di tribun Tak Paham apa-apa ditembak gas air mata seperti itu, sedangkan yang terjadi chaos di lapangan. Setidaknya ya diamankan yang di lapangan, bukan di tribun yang ditembak ini gas air mata,” tambahnya.
Karena itu, ia pun menuntut agar para penembak gas air mata di Stadion Kanjuruhan serta para aktor intelektual di baliknya diadili.
“Yang saya harapkan Sekadar aktor intelektual penembak gas air mata dan yang terlibat di situ Dapat dihukum sebarat-beratnya,” ungkapnya.
Diketahui, puluhan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menuntut agar lima terpidana kasus tersebut membayar ganti rugi sebesar Rp17,5 miliar.
Lima terpidana yang telah menewaskan 135 korban akibat kekacauan usai pertandingan Persebaya vs Arema pada 1 Oktober 2022 Lampau, Ialah Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris; security officer Suko Sutrisno; eks Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan; eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi; dan eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Pengacara publik LBH Surabaya, Jauhar Kurniawan mengatakan permohonan restitusi ini adalah salah satu upaya hukum keluarga korban Buat menuntut pertanggungjawaban ke para terpidana.
“Jadi upaya restitusi ini adalah salah satu kompensasi yang dilakukan menurut hukum. Jadi bukan santunan yang diberikan di luar proses hukum. Tapi ini adalah upaya yang meminta pertanggungjawaban melalui proses hukum,” kata Jauhar.