Cari Solusi, bukan Cari Pentas

PERSAINGAN di antara para kepala daerah sebenarnya positif bagi Indonesia. Asal, persaingan itu berupa perlombaan menjadi yang terbaik bagi rakyat di daerah masing-masing. Tetapi, akan menjadi mudarat bila yang dikedepankan ialah persaingan Tak sehat. Bahkan, Kepada daerah yang bertetangga, persaingan itu Pandai lebih panas karena keberhasilan seorang kepala daerah kerap pula diukur dengan membandingkan kondisi tetangganya.

Tetapi, dalam sektor-sektor yang sangat berkaitan erat antardaerah bertetangga itu, bahkan saling bergantung, Metode pikir sempit persaingan Tak sehat kerap berujung saling menjatuhkan. Itulah yang mestinya Tak boleh terjadi. Tindakan seperti itu akan Membikin isu kolektif makin jauh dari solusi. Ujung-ujungnya, rakyat juga yang makin merugi.

Hari-hari ini, ‘perang dingin’ dua kepala daerah bertetangga itu kita lihat pada Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Keduanya terlibat saling sindir terbuka di hadapan publik, alih-alih menemukan solusi Serempak atas persoalan Serempak pula.

Cek Artikel:  Berebut Bunyi Kaum Nahdiyin

Seperti yang terjadi dalam acara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (10/7) di Ancol, Jakarta Utara. Kedua gubernur itu saling sindir terkait dengan penanganan banjir dan Mandek. Keduanya sama-sama hadir. Akan tetapi, keduanya Tak saling memberikan salam ketika mendapat kesempatan Kepada berpidato di acara tersebut. Pramono Anung mengungkit Bandung yang kini jadi rangking satu kota termacet di Indonesia.

Ketika mendapat kesempatan berbicara di podium, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi membalas sindiran Pramono. Menurutnya, meski Bandung Mandek, udaranya tetap dingin. Dedi pun menyindir udara panas di Jakarta.

Tak Krusial Kepada mencari siapa yang memulai. Yang Penting, kedua gubernur harus segera menghentikan Metode-Metode seperti itu. Lebih dari sekadar Tak etis, saling sindir dan lempar kesalahan adalah sikap pemimpin yang lemah. Mereka juga sebenarnya merendahkan diri sendiri karena sama saja memprovokasi publik Kepada mendiskreditkan daerah tetangga. Tak hanya berhenti saling sindir, Pramono dan Dedi Malah harus bekerja sama Kepada menyelesaikan permasalahan banjir dan Mandek.

Cek Artikel:  Merangkul yang tengah Resah

Soal solusi mengatasi banjir dan mengurai kemacetan di Jakarta, Tak hanya itu yang dibutuhkan Pramono. Peran Dedi Mulyadi pun diperlukan dalam hal tersebut. Karena, banjir dan Mandek yang kian parah di Jakarta sesungguhnya juga kerugian bagi jutaan Kaum Jawa Barat di Bogor, Depok, dan Bekasi yang setiap hari mencari penghidupan di Ibu Kota.

Dalam problem banjir Jakarta, sesuai dengan hasil riset BRIN, selain Unsur hujan lokal dan pasang laut, penyebab Penting juga kerap akibat hujan intens di Distrik hulu. Hujan intens yang sebenarnya merupakan Unsur alam ini berujung pada banjir di Jakarta karena pengurangan luas hutan dan DAS (daerah Aliran sungai) di sepanjang Sungai Bekasi dan Ciliwung.

Tetapi, berkurangnya daerah resapan air di Depok, Bogor, dan Bekasi bukan semata Unsur internal kedua Distrik itu. Pertumbuhan ekonomi di kota-kota satelit Jakarta Tak pernah lepas dari pengaruh Jakarta itu sendiri.

Hal serupa juga terkait dengan kemacetan di Jakarta. Tanpa perluasan dan peningkatan Lanjut-menerus transportasi Lazim terintegrasi antara Jakarta dan kota-kota tetangga, Mandek Tak akan teratasi.

Cek Artikel:  Melantangkan Pancasila

Sistem transportasi Trans-Jabodetabek yang telah berjalan dalam dua bulan tetakhir adalah potret sederhana pentingnya kerja sama antarwilayah. Berjalannya Trans-Jabodetabek bukan semata hasil kerja Pemprov DKI. Tanpa peran Pemkot Bogor, Pemkab Bogor, Pemkot Depok, dan Pemkot serta Pemkab Bekasi, sistem itu Tak akan berjalan mulus.

Kita Tak menutup mata bahwa upaya Pemprov Jabar dalam menertibkan kawasan DAS belakangan ini juga bagian dari ikhtiar kerja sama tersebut. Itulah langkah awal menuju rehabilitasi sungai.

Oleh karena itu, dengan sejumlah kerja sama yang sudah Eksis, bahkan bukan baru berjalan, sungguh aneh ketika kini di pucuk pimpinan Malah terjadi saling sindir. Apalagi, Berkualitas Pramono maupun Dedi sama-sama orang Lamban yang sudah kenyang asam garam Rekanan di pemerintahan maupun politik.

Maka, kecuali memang demi sensasi dan konten, Pramono dan Dedi sebaiknya menyudahi saling sindir seperti itu, yang tak akan produktif bagi rakyat Jakarta maupun Jawa Barat.

 

Mungkin Anda Menyukai