Capim KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi

Capim KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi
Ilustrasi MI(MI/Seno)

DI tengah kerasnya kritik publik terhadap kinerja panitia seleksi (pansel), proses seleksi calon pimpinan KPK terus berjalan dan memasuki tahap akhir. Pansel telah menetapkan 20 nama kandidat yang berhak mengikuti seleksi tahap akhir. Para kandidat tersebut diuji publik, melalui mekanisme wawancara untuk menilai pengetahuan, pengalaman, rekam jejak, serta termasuk klarifikasi atas hal-hal dari masukan publik. Selanjutnya, Pansel akan menyerahkan daftar nama kandidat kepada Presiden. Pada titik ini tugas pansel selesai, selanjutnya Presiden mempunyai waktu paling lambat 14 hari untuk menyampaikan nama calon sebanyak 2 kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurut UU KPK, proses seleksi pimpinan KPK melibatkan dua kekuasaan, yaitu kekuasaan pemerintahan (eksekutif) dan parlemen (legislatif). Taatp kekuasaan itu memiliki peran masing-masing dalam proses seleksi yang telah ditentukan UU. Prinsipnya, tidak boleh ada saling intervensi antara dua kekuasaan tersebut. Mereka harus bekerja dalam ranah prinsip checks and balances. UU KPK mengatur bahwa seleksi capim KPK dilakukan oleh pemerintah, sedangkan pemilihannya dilakukan DPR.

 

Pimpinan KPK mendatang

Bagaimana profil pimpinan KPK mendatang? Pimpinan KPK mendatang mestinya diisi oleh mereka yang memahami dan berkomitmen memperkuat jati diri KPK. Bahwa, lembaga ini dibentuk untuk mengatasi hambatan pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan secara konvensional. KPK merupakan badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen (bebas dari campur tangan kekuasaan mana pun), dan menggunakan metode penegakan hukum luar biasa untuk mengungkap kejahatan korupsi. Hal ini terlihat dari luasnya tugas KPK, mulai tugas koordinasi dan supervisi, penindakan, hingga tugas pencegahan dan monitoring penyelenggaraan pemerintahan. Konsentrasi pelaksanaan tugas KPK, tidak boleh melenceng dari perintah UU. 

Kepada dapat menjalankan amanat UU KPK, tidak cukup berbekal kemampuan dan pengalaman, tetapi juga political will (kemauan dan keberanian) pimpinan KPK untuk masuk menelisik sektor korupsi yang berdampak luas dan berisiko tinggi. Calon pimpinan yang memiliki agenda ini, tentu sangat layak dipertimbangkan untuk dipilih menjadi pimpinan KPK mendatang. Sebagai catatan, profil kasus korupsi yang ditangani KPK selama ini (2004-2019), telah menunjukkan beragam kasus korupsi pejabat negara dengan berbagai modus. Dalam setiap kasus itu, ada pihak swasta yang juga terlibat. Hingga saat ini tercatat ada 998 orang yang telah diproses hukum oleh KPK.

Cek Artikel:  Volatilitas Rupiah dan Berakhirnya Rezim Bangsa Kembang Rendah

Kemudian, profil pimpinan KPK ke depan juga akan sangat terkait dengan visi-misi pemberantasan korupsi Presiden. Presidenlah yang berperan besar menentukan calon pimpinan KPK, melalui tangan Pansel. Sementara itu, kewenangan DPR terbatas untuk memilih kandidat yang dicalonkan Presiden. Tetapi sayangnya, narasi antikorupsi yang diusung Presiden tidak terlalu jelas sehingga publik sulit menangkap apa fokus agenda pemberantasan korupsi Presiden. Biarpun demikian, apabila dikaitkan dengan fokus pemerintah untuk membenahi sektor ekonomi, paling tidak agenda antikorupsi juga akan difokuskan di area itu. Agenda antikorupsi Presiden tampaknya akan lebih condong ke ranah pencegahan dengan melakukan pembenahan-pembenahan sistem administrasi. Hal ini terlihat dari Pidato Kenegaraan Presiden di sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Kebijakan Presiden juga dapat dilihat dari Peraturan Presiden Nomor 54 Mengertin 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Menurut Perpres tersebut, ada tiga fokus agenda pencegahan korupsi, yaitu sektor perizinan dan tata niaga, keuangan, dan reformasi birokrasi. Sekaliannya menggunakan pendekatan pencegahan, dan tentu saja berkaitan dengan upaya reformasi sektor ekonomi.

KPK termasuk salah satu unsur Tim Nasional yang bertugas untuk melaksanakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi ini. Berbekal Perpres ini, kewenangan KPK untuk melakukan tugas pencegahan akan semakin kuat. Hal inilah yang selama ini banyak dikritik publik, bahwa ada missing link antara fungsi penindakan dan pencegahan di KPK. Bahwa KPK berhasil membongkar kasus-kasus korupsi di sektor pemerintahan dan memahami kelemahan sistem dalam pemerintahan tetapi tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaikinya. Dengan adanya kebijakan Presiden ini, tentu daya jangkau KPK akan semakin luas untuk lebih mengefektifkan fungsi pencegahan korupsi.

Apakah proses seleksi kali ini akan bisa menemukan Capim KPK yang mampu mengemban misi di atas? Inilah pertanyaan serius yang harus dijawab oleh pansel. Eksis implikasi besar ke depan jika Pansel salah pilah dan pilih Capim KPK yang akan direkomendasikan kepada Presiden. Begitu ini, ada banyak sekali kritik terhadap Pansel. Kritik soal ketidaktegasan sikap Pansel mengenai laporan harta kekayaan Capim KPK, kemudian kritik terhadap adanya nama-nama Capim yang diduga memiliki rekam jejak buruk, termasuk dugaan masuknya berbagai intervensi kepentingan yang dapat memengaruhi Pansel. Sekalian kritikan itu belum dapat dijawab sepenuhnya pansel. Masalah ini tentu bisa membebani Presiden. Proses berikutnya akan berada di tangan Presiden sebelum 10 nama Capim KPK diserahkan kepada DPR.

Cek Artikel:  Inkonstitusionalitas Perppu Cipta Kerja

 

Kritik dan tantangan ke depan

Eksis banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pimpinan KPK yang baru. Di antaranya ada dua hal yang prioritas, yaitu pertama, penyelesaian tunggakan perkara, dan kedua, penguatan penuntutan.

Pertama, menyelesaikan tunggakan perkara merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu publik. Bagaimana tidak, kasus demi kasus terus bermunculan, sedangkan ada tunggakan perkara yang hingga saat ini belum ada titik terangnya. Banyak kasus korupsi yang saat ini masih menggantung. Bahkan, sudah bertahun-tahun ditangani KPK. Indonesia Corruption Watch (ICW) melansir setidaknya ada 18 kasus korupsi yang saat ini masih terlantar di KPK. Kasus korupsi yang menunggak tersebut didominasi kasus yang cukup besar.

Kasus-kasus tersebut, di antaranya kasus bailout Bank Century, suap perusahaan Inggris Innospec kepada pejabat Pertamina, proyek pembangunan di Hambalang, kasus suap Bakamla, kasus suap yang melibatkan mantan Direktur Penting PT Garuda Indonesia, dan korupsi pengadaan KTP elektronik. Beberapa kasus korupsi itu bahkan akan memasuki masa kedaluwarsa. Dalam deretan kasus korupsi tersebut, ada banyak nama aktor yang telah ditetapkan sebagai tersangka atau disebut-sebut terlibat dalam kutipan putusan hakim. Teladannya, dalam kasus korupsi pengadaan KTP elektronik. Dalam dakwaan ada banyak nama yang mencuat, mulai kalangan pejabat negara, politisi, hingga pengusaha. Tetapi hingga saat ini, nama-nama tersebut belum ditindaklanjuti secara serius KPK. Daftar tumpukan kasus di atas akan semakin banyak apabila ditambah dengan tumpukan perkara korupsi daerah yang hingga saat ini banyak yang belum tuntas. Terutama kasus yang mendapat perhatian publik.

Bukan hanya tunggakan perkara, KPK juga mesti menyelesaikan laporan pengaduan masyarakat. Berdasarkan data KPK, ada puluhan ribu laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK. Tetapi, ternyata tidak semua dari laporan tersebut berhasil secara tuntas ditindaklanjuti pimpinan KPK. Argumennya, sebagian laporan tidak berindikasi korupsi atau tidak disertai dengan bukti-bukti materiil yang cukup.

Pimpinan KPK ke depan diharapkan dapat meningkatkan kinerja KPK dalam menindaklanjuti laporan masyarakat atas perkara korupsi dan dapat bertindak secara lebih aktif dalam melakukan penyelidikan guna mengungkap kasus korupsi. Kesuksesan KPK dalam menindaklanjuti laporan masyarakat juga akan meningkatkan partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat benar-benar merasakan bahwa laporan yang mereka adukan ditindaklanjuti KPK. Kondisi inilah yang membuat masyarakat tetap percaya pada kinerja KPK dan berani berinisiatif untuk melaporkan setiap indikasi korupsi yang ditemui. Sebaliknya, jika KPK abai dalam menangani laporan masyarakat, tentu sikap antipati akan muncul. Tanda-tanda sikap ini sudah mulai terlihat, yang masyarakat merasa bahwa KPK tidak bisa berbuat banyak terhadap dugaan korupsi yang dilaporkan masyarakat.

Cek Artikel:  Hindari Cegah Novel Coronavirus

Tantangan kedua ialah penguatan penuntutan. Selama ini, KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memang telah berhasil menyeret koruptor ke penjara. Bahkan, hampir semua perkara korupsi yang dituntut oleh KPK terbukti di pengadilan. Tetapi, ada ketidakpuasan terhadap hukuman yang dijatuhkan pada koruptor. Apabila dicermati, koruptor rata-rata hanya dihukum 2 sampai 3 tahun penjara. Selain itu, hukuman tambahan juga jarang diterapkan, misalnya penyitaan harta koruptor dan pencabutan hak politik. Model hukuman seperti itu jelas tidak akan memberikan efek jera.

Banyaknya koruptor yang dihukum ringan tak jarang berawal dari tuntutan yang ringan pula. Dalam catatan Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM, sangat jarang jaksa KPK menggunakan tuntutan hukuman maskimal, misalnya hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara. Jaksa KPK juga jarang menggunakan dakwaan berlapis dengan menggunakan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang. Kemudian, tuntutan pencabutan hak politik juga mulai jarang digunakan.   

Apabila saja dakwaan berlapis ini diterapkan untuk semua kasus korupsi, koruptor akan mendapatkan hukuman yang lebih berat. Terbukti bahwa penggunaan dakwaan berlapis ini mampu memberikan hukuman yang lebih berat bagi koruptor. Teladannya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, yang dihukum seumur hidup, kemudian mantan Ketua Lazim Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang dihukum ditingkat kasasi MA dengan hukuman penjara 14 tahun, dan wajib membayar uang pengganti sejumlah Rp57 miliar serta hak politiknya (hak dipilih dalam jabatan publik) dicabut.

Model dakwaan berlapis harusnya diterapkan KPK secara konsisten supaya hukuman koruptor lebih berat dan menjerakan sehingga ke depan tidak ada lagi koruptor yang hanya dihukum 1 atau 2 tahun saja sebab hukuman yang sangat ringan itu akan menyakiti rasa keadilan masyarakat.

Pada akhirnya, publik menunggu hasil seleksi Capim KPK. Besar harapan agar pimpinan yang terpilih ialah sosok yang dapat memperkuat upaya pemberantasan korupsi secara komprehensif dari sisi penindakan kasus dan juga upaya pencegahan.

Mungkin Anda Menyukai