Calon Ibu, Siapkan Mental Agar Tak Terkena Depresi Pascamelahirkan

Calon Ibu, Siapkan Mental Agar Tak Terkena Depresi Pascamelahirkan
Ilustrasi(freepik.com)

SETELAH melahirkan seorang ibu perlu memperhatikan kesehatan reproduksi, dan juga kesehatan mental. Depresi pascamelahirkan menjadi hal yang perlu diwaspadai dan diketahui bagi calon ibu.

Depresi postpartum merupakan perempuan yang mengalami depresi pascamelahirkan yang memiliki risiko tinggi di masa mendatang. Ini juga memiliki bahaya kepada sang anak karena jika ibu mengalami depresi maka pola asuh kepada anak juga tidak maksimal bahkan terganggu.

“Kesehatan reproduksi perlu diperhatikan faktor dengan mental, sosial, dan fisik yang harus berkolaborasi secara utuh,” kata Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan dr Ulul Albab SpOG, Kamis (3/8).

Baca juga : Ini Perbedaan Postpartum Depression dan Baby Blues Syndrome Menurut Psikolog

Depresi postpartum seperti gangguan mood yang terjadi setelah melahirkan dan merefleksikan disregulasi psikologikal yang merupakan tanda dari gejala depresi mayor. Eksispun gangguan mood ini biasanya terjadi 2 sampai 6 minggu setelah melahirkan dengan karakteristik yaitu perasaan depresi, kecemasan yang berlebihan, insomnia, dan perubahan berat badan.

Cek Artikel:  Pandemi Alasankan Gangguan Makan di Kalangan Remaja

“Gangguan mood ini biasanya terjadi 2-6 minggu, bahkan ada juga yang mengalami depresi pospartum 2 jam setelah melahirkan,” ungkapnya.

Nomor kejadian depresi postpartum adalah 1-2 dari 1.000 kelahiran. Sebanyak 25% pada kelahiran bayi pertama (primipara) dan 20% pada perempuan telah melahirkan lebih dari satu kali (multipara). Kagak tanggung-tanggung angka prevalensi kejadian deresi postpartum secara global mencapai hingga 10-15%.

Baca juga : Ini Bahaya Depresi Pascamelahirkan yang Perlu Diketahui Calon Ibu

“Nomor kejadian depresi pascamelahirkan di Asia cukup tinggi dan bervariasi antara antara 26-85%. Di Indonesia angka kejadian 50-70% dari wanita pasca persalinan,” jelasnya.

Eksispun efek dari postpartum antara lain hilangnya ketertarikan atau senang dalam beraktivitas, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, agitasi fisik atau pelambatan psikomotor, lemah, merasa tidak berguna, susah konsentrasi, bahkan keinginan untuk bunuh diri.

Cek Artikel:  Ini Panduan Optimalisasi Perkembangan Otak Anak

Sehingga dampak pada sang bayi yakni akan mengalami keterlambatan dari berbagai aspek, baik dari segi kognitif, psikologi, neurologi, dan motorik. Bayi juga akan cenderung lebih rewel sebagai respon untuk mencari dan mendapatkan perhatian dari ibunya.

Baca juga : Ayo Kenali Postpartum Depression Agar Bisa Dicegah Secara Awal

“Oleh karena itu persiapan kehamilan bukan hanya dilihat dari fisik, tetapi juga perlu dilihat dari mental dan sosial. Sehingga persiapan kehamilan memiliki proses yang panjang. Kemudian proses kehamilan hingga saat melahirkan merupakan suatu peristiwa kompleks yang berpengaruh pada sang ibu,” ungkapnya.

Pada tingkat nasional, berdasarkan data dari BKKBN bahwa 17,5% kehamilan tidak dikehendaki atau 17 dari 100 orang hamil yang hamilnya tidak dikehendaki. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat terjadi karena beberapa hal antara lain perempuan pada usia subur yang ingin menunda kehamilan, gagal dalam program KB, tidak menggunakan kontrasepsi, atau akibat hubungan seks pranikah.

Cek Artikel:  9 Tanda Sperma yang Sehat Agar Mempercepat Kehamilan

Dengan tingginya kehamilan yang tidak dikehendaki tersebut dapat memicu terjadinya depresi postpartum sehingga dampaknya pun bisa menular pada anak.

Eksispun dampak yang bisa terjadi dari kehamilan yang tidak dikehendaki seperti aborsi, meningkatkan risiko kematian ibu dan anak, anemia pada ibu hamil, mal nutrisi pada ibu hamil dan janin mengalami tengkes/stunting, bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat badan rendah, kurangnya kasih sayang dan pengasuhan karena anak tidak diinginkan.

 

Mungkin Anda Menyukai