Cak Thoriq Vs Ambu Anne

KEPALA daerah mestinya menjadi solusi, bukan menjadi sumber masalah, terkait dengan pembangunan rumah ibadah yang ditolak Kaum setempat. Bupati Bupati Lumajang Thoriqul Haq menempuh jalan berbeda dengan Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika.

Sekelompok masyarakat di Lumajang, Jawa Timur, dan Purwakarta, Jawa Barat, sama-sama menolak keberadaan tempat ibadah dari Religi lain di daerah mereka. Argumen penolakan ialah bangunan yang dipakai Buat ibadah Enggak sesuai dengan perizinan pendiriannya.

Thoriqul Haq (Cak Thoriq) mengambil jalan yang berbeda dengan Anne Ratna Mustika yang disapa Ambu Anne. Padahal, keduanya mengucapkan lafal sumpah yang sama Demi dilantik menjadi kepala daerah, antara lain memegang Kukuh UUD 1945, dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa.

Memegang Kukuh UUD 1945 dan berbakti kepada masyarakat menjadi tantangan Konkret kepala daerah. Eksis kepala daerah yang tunduk kepada kehendak sekelompok masyarakat yang menolak pembangunan rumah ibadah. Sikap tunduk itu tentu saja Enggak mencerminkan lafal sumpah memegang Kukuh UUD 1945.

Cak Thoriq ialah salah satu bupati yang menjadikan dirinya sebagai solusi. Bupati Lumajang itu memfasilitasi pendirian gereja yang semula ditolak masyarakat dengan Argumen rumah pendeta dijadikan gereja. Semula pembangunan gereja di Desa Tempeh Tengah, Kecamatan Tempeh, tapi ditolak sekelompok Kaum. Posisi gereja pun dipindahkan Cak Thoriq ke Desa Sumberjati, Kecamatan Tempeh.

Cek Artikel:  JIS tak Putus Dirundung Malang

Rencana pembangunan gereja itu dimuat di website Lumajangkab.go.id pada 5 April 2023 dengan judul Bentuk Moderasi Religi, Pemkab Lumajang bakal Dirikan Bangunan Masjid dan Gereja Berdampingan. Pembangunan gereja di atas tanah Punya Pemerintah Kabupaten Lumajang menggunakan Biaya APBD.

Lain Kembali yang dilakukan Ambu Anne. Ia menyegel Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Purwakarta di Desa Cigelam, Kecamatan Babakancikao, pada 2 April 2023. Ambu Anne menjelaskan penyegelan dilakukan karena bangunan tersebut ilegal atau tak berizin Buat digunakan sebagai rumah ibadah. Bangunan yang dimaksud ialah padepokan olahraga di Desa Cigelam yang dipakai sebagai tempat ibadah.

Solusi yang ditawarkan Pemkab Purwakarta ialah mempersilakan jemaat GKPS melakukan ibadah di gereja lainnya. Solusi itu sesungguhnya bagian dari masalah baru karena menganggap Sekalian gereja itu sama saja, padahal berbeda denominasi sehingga lain pula ritualnya.

Cek Artikel:  Berebut Jakarta

Eksis persamaan kasus di Lumajang dan Purwakarta, Ialah sekelompok Kaum menolak penggunaan gedung yang Enggak berizin sebagai rumah ibadah. Perizinan ialah persoalan administrasi yang Enggak boleh mengalahkan jaminan hak asasi di dalam konstitusi. Elok nian bila Ambu Anne mengikuti jejak Cak Thorig yang memfasilitasi Tamat rumah ibadah tersebut layak secara administratif.

Persoalan administrasi perizinan dikeluhkan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Banyak kasus penutupan gereja di Indonesia serta sulitnya gereja memperoleh izin mendirikan bangunan.

Siaran pers PGI pada 19 Januari 2023 menyebutkan pembangunan rumah ibadah merupakan pergumulan panjang tanpa kepastian dari gereja-gereja di Indonesia. Data yang dimiliki PGI menunjukkan persoalan izin pembangunan gereja mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kasus Pelan belum selesai, sudah muncul Kembali kasus baru. Bahkan terasa menjadi makin rumit menemukan jalan keluarnya.

Jalan keluar tidaklah rumit andai para kepala daerah mematuhi perintah Presiden Joko Widodo pada 17 Januari 2023. Presiden mengingatkan kepala-kepala daerah ataupun jajaran Lembaga komunikasi pimpinan daerah (forkopimda) Buat memastikan kebebasan beribadah setiap Kaum betul-betul dijamin.

Cek Artikel:  Petani Butuh Aksi

”Hati-hati, beragama dan beribadah dijamin konstitusi kita, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat (2). Sekali Kembali dijamin konstitusi. Ini harus dimengerti. Dandim, kapolres, kapolda, pangdam, kajari, dan kajati harus mengerti,” kata Presiden Jokowi Demi membuka rapat koordinasi forkopimda di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk Buat memeluk Religi masing-masing dan Buat beribadat menurut Religi dan kepercayaan mereka itu.

Kepala Negara seperti berseru di gurun pasir karena dianggap angin Lewat oleh sebagian kepala daerah. Harus jujur diakui bahwa kurangnya perwujudan hadirnya kepala daerah langsung di masyarakat menjadi salah satu penyebab terjadi peristiwa/kasus pelanggaran dalam kebebasan beragama.

Kepala daerah yang mestinya menjadi solusi malah menjadi bagian dari problem kebebasan beragama. Dua jempol Buat Cak Thoriq. Lagi Eksis kesempatan bagi Ambu Anne Buat memfasilitasi administrasi rumah ibadah di Purwakarta.

Mungkin Anda Menyukai