Cak Imin Sebut 1 Bunyi Pilkada Rp300 Ribu, PDIP di Sumut Rp500 Ribu per Bunyi

Cak Imin Sebut 1 Suara Pilkada Rp300 Ribu, PDIP: di Sumut Rp500 Ribu per Suara
Ilustrasi: Kaum antre Kepada melakukan pencoblosan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024(MI/Ramdani)

KETUA Lazim Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengaku prihatin dengan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 yang dinilainya telah diwarnai oleh money politics atau politik Duit. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Cak Imin mengungkap nominal Duit yang mesti dikeluarkan Kepada mengamankan satu Bunyi ialah sebesar Rp300 ribu. 

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy menyebut politik Duit adalah hal yang mengakar di politik Indonesia. Ia menyebut risiko dari politik Duit ialah kandidat harus menyiapkan Duit hingga miliaran rupiah Kepada terpilih. 

“Hal ini sudah mengakar dari sejak dulu bilamana Eksis pesta demokrasi. Bahkan kalau kita lihat di daerah daerah apalagi daerah Sumatera Utara bahwa politik Duit sangat ketara sekali di mana 1 Bunyi bahkan Tiba Rp500 ribu. Ini menunjukan bahwa kalau mau maju maka harus siapakan Duit sekian miliar,” kata Ronny kepada Media Indonesia, Minggu (1/12).

Cek Artikel:  Raffi Ahmad Didapuk Jadi Ketua Tim Pemenangan Andra Soni-Dimyanti

Ronny mengatakan perlu dilakukan perbaikan moral agar Duit tak Kembali digunakan sebagai Elemen terpilihnya kandidat pada Pilkada. Ia mengatakan politik Duit dapat merusak demokrasi di masyarakat.

“Politik Duit dalam pemilu Kagak hanya mengancam demokrasi, tetapi juga merusak mental dan moral masyarakat. Fenomena ini telah menciptakan realitas pahit di mana integritas pemilih tergadaikan oleh imbalan materi, memaksa masyarakat menerima paradigma yang keliru dalam proses pemilihan,” katanya. 

“Adanya politik Duit Membikin nilai Bunyi masyarakat berubah menjadi komoditas yang diperjualbelikan,” tambahnya. 

Ronny menilai politik Duit akan melahirkan pemerintahan yang korup. Para kandidat yang terpilih akan Pusat perhatian Kepada mengembalikan modal yang dikeluarkan membeli Bunyi ketimbang Membikin kebijakan yang mementingkan kesejahteraan masyarakat. 

Cek Artikel:  Pemantauan Pilkada di Sejumlah Daerah Sulit Dilakukan

“Ini istilahnya investive corruption. Ketika mereka yang berhasil duduk di kursi kekuasaan akan mengutamakan balas budi terhadap para donatur yang telah “berinvestasi” dalam kampanye mereka, ketimbang Pusat perhatian pada kepentingan rakyat,” pungkasmya. (Faj/M-3)

 

Mungkin Anda Menyukai