PERANAN Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo sangat strategis dalam pengambilan putusan sidang penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Lazim (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024. Sengketa Pilpres 2024 akan diputuskan pada 22 April.
Disebut strategis karena sejatinya kondisi MK sedang tidak normal-normal saja atau berada dalam keadaan luar biasa. Satu hakim konstitusi, Anwar Usman, tidak diperkenankan menangani sengketa pemilu. Dengan demikian, sengketa Pilpres 2024 ditangani oleh delapan hakim konstitusi dan suara Suhartoyo menjadi penentu ketika putusan diambil secara voting.
Selain Suhartoyo, tujuh hakim lainnya yang menangani sengketa pilpres ialah Saldi Isra (Wakil Ketua MK), Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Ridwan Mansyur menjadi hakim konstitusi pada 9 Desember 2023 dan Arsul Sani menjabat hakim MK pada 18 Januari 2024. Keduanya tidak ikut memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat usia calon presiden-calon wakil presiden.
Putusan 90/2023 itu disebut-sebut sebagai karpet merah untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Putusan itu pula yang mengantarkan Majelis Kehormatan MK sampai pada kesimpulan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Anwar Usman, pada 7 November 2023, diberhentikan sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK. Om Gibran itu juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan sengketa Pilpres 2024.
Hakim MK berjumlah genap dalam memutuskan perkara hanya dalam keadaan luar biasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Mengertin 2003 tentang MK, terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Mengertin 2020.
Pasal 28 ayat (1) UU 24/2003 menyatakan bahwa MK memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno MK dengan sembilan orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan tujuh orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK.
Peran strategis Ketua MK dalam memutuskan sengketa pilpres diatur dalam tata beracara seperti tercantum dalam Peraturan MK Nomor 4 Mengertin 2023, terakhir diubah dengan Peraturan MK 2/2024. Peraturan itu menyebutkan bahwa sengketa pilpres diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang dilaksanakan secara tertutup. Rapat itu dihadiri sembilan hakim atau paling kurang tujuh hakim.
Sesuai ketentuan Pasal 52 Peraturan MK 4/2023, pengambilan putusan dilakukan secara musyawarah untuk mufakat setelah mendengarkan pendapat hukum para hakim. Dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat, pengambilan putusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
Komposisi suara terbanyak kali ini ialah 5 berbanding 3 karena hakim berjumlah delapan orang. Bagaimana jika komposisi hakim belah bambu alias 4 berbanding 4?
Berdasarkan Pasal 52 ayat (4) Peraturan MK 4/2023, dalam hal pengambilan putusan tidak dapat dilakukan berdasarkan suara terbanyak, suara ketua RPH menentukan. Dalam pengambilan putusan dengan cara voting, pendapat hakim yang berbeda dimuat dalam putusan. Dengan demikian, tidaklah berlebihan untuk menyebutkan suara Suhartoyo menjadi penentu pemenang Pilpres 2024.
Amar putusan MK terkait dengan sengketa Pilpres 2024 sudah diatur secara rinci dalam Pasal 53 ayat (1) Peraturan MK 4/2023. Eksis tiga bentuk amar putusan. Pertama, ‘menyatakan permohonan tidak dapat diterima’. Permohonan tidak dapat diterima karena pemohonnya bukan pasangan capres-cawapres atau permohonan melewati tenggat.
Kedua, dalam hal pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum, amar putusan ‘menyatakan menolak permohonan pemohon’.
Ketiga, dalam hal pokok permohonan beralasan menurut hukum, amar putusan ‘menyatakan mengabulkan permohonan pemohon’; ‘membatalkan penetapan perolehan suara hasil pemilu presiden dan wakil presiden oleh termohon dan menetapkan hasil penghitungan perolehan suara yang benar’.
Tiga amar putusan itu adalah bentuk normatif yang dikenal selama ini. Akan tetapi, MK bisa saja menyimpang dari amar putusan normatif sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (2) Peraturan MK 4/2023 bahwa dalam hal dipandang perlu, Mahkamah dapat menambahkan amar selain yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
MK bisa saja menambahkan amar lain selain yang normatif, misalnya pemungutan suara ulang. Di sinilah peran strategis Suhartoyo dinantikan publik. “Saya bekerja untuk bisa memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan,” katanya suatu ketika.
Suhartoyo lebih dikenal sebagai hakim konstitusi yang sering mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda), termasuk dalam Putusan 90/2023. Ia juga satu dari lima hakim MK yang memutus proses pembentukan UU Cipta Kerja cacat secara formil. Ketika dilantik menjadi Ketua MK pada 13 November 2023, Suhartoyo berjanji untuk menjaga kemandirian hakim yang jauh dari intervensi mana pun, termasuk kekuasaan.