Bung Syahrir Menangis

NAMA Sutan Syahrir (ejaan lama Soetan Sjahrir) belakangan naik daun karena disebut-sebut oleh hakim konstitusi Guntur Hamzah dalam sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi, Senin (16/10), terkait gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.

Selain itu, tokoh pergerakan Indonesia ini kembali disebut dalam pidato Ketua Biasa Partai Golkar Airlangga Hartarto saat mengusung Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo, sebagai bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto.

“Kenapa Partai Golkar berpikir anak muda? Kita punya sejarah, contohnya Sutan Syahrir menjadi PM pertama sejak Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta. Umur Sutan Syahrir 36 tahun, dan Sutan Syahrir adalah kepala eksekutif atau kepala pemerintahan,” kata Airlangga, Sabtu (21/10).

Dua peristiwa yang menghebohkan jagat Republik ini menjadikan nama Sutan Syahrir sebagai justifikasi pemberian karpet merah kepada putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi pendamping Prabowo Subianto dalam Pemilihan Presiden 2024.

Upaya mengaitkan Sutan Syahrir dengan Gibran sangat tidak elok, mengada-ada, ahistoris, dan mendegradasi nama besar tokoh kelahiran Padang Panjang, Sumatra Barat, 5 Maret 1909 itu. Sutan Syahrir adalah pahlawan nasional (5 Maret 1909-9 April 1966).

Cek Artikel:  Berebut Mimbar Jakarta

Sejak remaja, putra Minangkabau dari pasangan Mohammad Rasad dan Siti Rabiah itu terasah intelektualitas dan aktivismenya dalam organisasi ketika bersekolah di Algemeene Middelbare School (AMS), sekolah menengah umum di Bandung, pada 1926. Pada 1927, tepatnya saat berusia 18 tahun, Syahrir terlibat dalam pembentukan Sumpah Pemuda dengan mendirikan Jong Indonesien (Pemuda Indonesia).

Bapak Syahrir, Mohammad Rasad, adalah penasihat Sultan Deli dan kepala jaksa (landraad) di Medan. Jabatan bergengsi sang ayah tak membuatnya dimanja dengan berbagai privilese atau keistimewaan sosial.

Orangtuanya tak memaksa anak cerdas ini menjadi jaksa atau bekerja dengan jabatan empuk di Kesultanan Deli.

Syahrir seorang pejuang, pemikir, dan budayawan. Dia juga dikenal sebagai penulis produktif dalam bidang politik, ideologi, dan kebudayaan. Tulisannya terserak di sejumlah media, seperti Renungan dan Perjuangan, Poedjangga Baroe, Daulat Ra’jat, serta Ilmoe dan Masjarakat.

Pemikiran sosialisme Syahrir membentuk pribadi humanis, demokratis, antifeodalisme, antikolonialisme, antikapitalisme, dan antifasis.

Pemikiran sosialismenya itulah yang mendorong dirinya membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Cek Artikel:  Memperjuangkan Kehidupan

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu akibat pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada 6-9 Agustus 1945, Syahrir adalah salah satu tokoh muda yang mendesak proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Syahrir menjadi perdana menteri pertama Indonesia saat berusia 36 tahun (14 November 1945 hingga 20 Juni 1947). Tugasnya memimpin perundingan dengan Belanda untuk mendapatkan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia dan menggalang dukungan internasional.

Apabila Syahrir masih hidup, mungkin akan sedih bahkan menangis melihat bangsanya sulit maju. Padahal, Indonesia akan mencapai Indonesia Emas 2045, situasi di saat Indonesia genap 100 tahun dan sekaligus bangsa ini akan mendapatkan bonus demografi yakni 70% penduduknya dalam usia produktif (15-64 tahun).

Sayangnya, sesama anak bangsa belum satu visi membuat Indonesia maju. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme hidup kembali, malah tampak subur, meski Orde Baru sudah ditumbangkan. Begitu pun praktik politik dinasti yang marak seiring otonomi daerah. Seiring dengan itu, praktik rasuah pun mencuat dengan terkonsolidasi di keluarga.

Presiden Jokowi yang mengusung revolusi mental dalam dua periode pemerintahan juga tak mau kalah mengibarkan bendera politik dinasti.

Cek Artikel:  Anehnya Negeri Ini

Sepatutnya Jokowi sabar menunggu sampai jabatan presidennya berakhir untuk mendorong anak tercintanya ikut kontestasi pilpres. Hal itu untuk menjamin bahwa pemilu akan berlangsung jujur, adil, bebas, dan rahasia.

Tetapi, sejumlah elite politik di Koalisi Indonesia Maju menolak tudingan bahwa Jokowi melakukan politik dinasti karena dinasti adalah sistem kerajaan. Tetapi, kata mereka, proses demokrasi yang akan menentukan nasib Gibran pada Pemilu 2024.

Semangat membangun dinasti tecermin di MK. Ketika memutuskan batas usia capres dan cawapres, Ketua MK Anwar Usman, paman Gibran, menjadi hakim terdepan yang mengegolkan putusan untuk melapangkan jalan Wali Kota Solo itu menjadi bacawapres. Meski berusia di bawah 40 tahun, kata MK, jika berpengalaman menjadi kepala daerah, bisa mencalonkan diri dalam pilpres. Sebuah norma baru untuk persyaratan capres/cawapres. Padahal, perkara itu adalah ranah pembuat undang-undang (open legal policy), bukan MK.

Betul apa kata founding father Bung Karno bahwa perjuangan dirinya lebih mudah melawan penjajah. “Perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri,” tandas Bung Karno. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai