PASIEN talasemia mayor kini dapat membebaskan diri dari transfusi darah seumur hidup dengan transplantasi sel punca darah. Talasemia merupakan kondisi kronik yang membutuhkan terapi seumur hidup dan anak-anak dengan penyakit ini membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya.
Tiba Ketika ini, transplantasi merupakan satu-satunya Metode yang dapat dilakukan agar pasien talasemia mayor terbebas dari transfusi dan Apabila dilakukan pada usia Tetap muda, Bilangan keberhasilan transplantasi sel punca darah dapat mencapai 74,5%.
Transplantasi ini menggunakan sel punca darah yang merupakan sel induk pembentuk sel-sel darah, di antaranya sel darah merah, sel darah putih dan keping darah. Sel punca jenis ini dapat diperoleh dari sumsum tulang, darah perifer, dan darah tali pusat.
Baca juga : Ini Argumen Pentingnya Mengenal Golongan Darah, Menjaga Risiko Kesehatan
Transplantasi sel punca darah merupakan terapi yang Biasa dilakukan di negara lain. Di Indonesia, transplantasi ini sudah dapat dilakukan meski Tetap terbatas jumlahnya. Enggak jarang juga pasien yang Ingin menjalani transplantasi kemudian dirujuk ke rumah sakit di luar negeri.
“Transplantasi sel punca darah sudah dapat dilakukan di Indonesia, salah satunya di Tzu Chi Hospital Pantai Indah Kapuk. Memang, di Indonesia, jumlah rumah sakit yang Bisa melakukan terapi ini belum banyak karena keterbatasan fasilitas dan ketersediaan obat-obatan.”
“Juga, Enggak Sekalian rumah sakit dapat memberikan layanan transplantasi sel punca darah karena terapi ini butuh ruang rawat Tertentu yang steril Demi menekan kemungkinan komplikasi pasca transplantasi,” Terang dr Edi Tehuteru, dokter spesialis anak Tzu Chi Hospital.
Baca juga : Jelita, Hati-hati Gunakan Produk Sel Punca Luar Negeri
“Anak-anak yang menjalani transplantasi harus dirawat di dalam Ruangan steril Sekeliling 30 hari setelah sel punca diinfuskan ke dalam tubuhnya Tiba sel punca yang ditransplantasikan dapat berfungsi dengan Berkualitas dan sistem imunnya siap,” lanjut dr Edi.
Ia mengatakan kendala lain yang dihadapi Ketika melakukan transplantasi yakni sulitnya mencari donor sel punca karena kebanyakan transplantasi yang dilakukan Demi kelainan darah seperti talasemia membutuhkan sel punca dari orang lain.
“Sayangnya, negara kita belum Mempunyai bank data sel punca publik seperti di negara-negara lain. Ini akan memperpanjang waktu yang dibutuhkan dalam menemukan donor yang cocok,” pungkas dr Edi.
Baca juga : Indonesia Disebut Berada di Sabuk Talasemia Dunia, Apa Itu?
Ini mendorong PT Cordlife Persada Demi giat memperkenalkan praktik penyimpanan darah tali pusat sejak 2007. Darah tali pusat merupakan salah satu sumber sel punca darah yang dapat digunakan dalam transplantasi Demi penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kelainan darah seperti leukemia dan talasemia.
Dokter Meriana Virtin, Medical Advisor PT Cordlife Persada mengatakan penyimpanan darah tali pusat bersifat seperti tabungan yang dapat digunakan Ketika dibutuhkan. Tujuan Primer penyimpanan darah tali pusat Ialah sebagai simpanan yang dapat digunakan oleh bayi pemilik darah tali pusat itu sendiri Apabila dibutuhkan Ketika ia bertumbuh dewasa. Tetapi, darah tali pusat yang disimpan ini juga mungkin Dapat bermanfaat bagi keluarga Apabila Terdapat yang membutuhkan transplantasi sel punca.
“Itu sebabnya kami mendorong orang Sepuh menyimpan darah tali pusat setiap anak mereka karena makin banyak anak yang sel puncanya disimpan, maka keluarga itu akan Mempunyai keragaman sel punca yang semakin banyak pula. Ini akan meningkatkan kemungkinan menemukan sel punca yang cocok Demi digunakan Ketika salah satu Personil keluarga membutuhkannya Demi terapi,” terangnya.
Manajer Laboratorium PT Cordlife Persada Farid Sastra Nagara menjelaskan Ketika ini Cordlife Enggak hanya menyimpan darah tali pusat, tetapi juga membuka layanan penyimpanan sel punca dari darah perifer dan darah putih Demi digunakan dalam terapi leukemia.
“Penyimpanan semacam ini biasanya dilakukan dalam jangka waktu pendek sebagai bagian dari persiapan transplantasi atau berjaga-jaga sekiranya terjadi kekambuhan pasca kemoterapi,” pungkasnya. (H-2)