KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang mendominasi kasus-kasus kekerasan berbasis gender terhadap Perempuan yang dilaporkan, disebabkan budaya patriarki yang mengakar di masyarakat.
“Terdapat beberapa persoalan. Dalam masyarakat modern, Rupanya budaya patriarki-nya Lagi kental, di mana suami selalu ditempatkan sebagai pemimpin keluarga, sementara istri subordinasi dari laki laki dalam Rekanan rumah tangga,” kata Member Komnas Perempuan Bahrul Fuad di Jakarta, Jumat (15/11)
Selain itu, pengetahuan Perempuan mengenai kekerasan juga Lagi rendah. “Banyak korban yang mengadu ke Komnas Perempuan, mereka Tak Paham, Tak menyadari apa yang mereka alami sebagai bentuk dari kekerasan berbasis gender. Contohnya ketika istri Tak mau membuatkan kopi Buat suaminya, Lampau dimarahi oleh suaminya, bahkan Tiba dipukul. Mereka (korban) merasa tugas istri harus taat dan Taat pada suami,” kata Bahrul Fuad.
Pihaknya menambahkan akses terhadap pengaduan dan layanan Lagi minim terutama bagi korban yang tinggal di daerah pedalaman.
Pada data Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023, tercatat kekerasan berbasis gender terhadap Perempuan Terdapat 289.111 kasus, dengan 98,5 persen merupakan kasus kekerasan di ranah domestik.
Sementara jumlah kasus kekerasan berbasis gender terhadap Perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan tercatat Terdapat 3.303 kasus, dengan 85 persen merupakan kasus KDRT.
“Padahal kita sudah punya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang usianya sudah 20 tahun. Ironisnya KDRT Tak Terdapat kecenderungan menurun, Bahkan Maju meningkat,” kata Bahrul Fuad. (Ant/H-2)