Brutalisasi Politik dan Munculnya Zombie Politik

Brutalisasi Politik dan Munculnya Zombie Politik
(MI/Seno)

FILSUF Hannah Arendt (agak) keliru. Arendt keliru, tatkala dia menduga pendidikan sebagai salah satu variabel kunci yang sanggup menyelesaikan problem sosial. Kenyataannya, terutama dalam konteks politik, Malah persis sebaliknya.

Politik kontemporer di Indonesia belakangan ini tampak kian brutal. Brutal lantaran nihil pertimbangan etis, eksotisme diplomasi gagasan dangkal kecuali pertajam sektarianisme, identitas kultural, dan amplifikasi kebencian personal. Bahkan anehnya, Terdapat pihak-pihak yang mengglorifikasi kedengkian. Maka zombisme politik pun menguak kencang.

Dalam banyak urusan, pendidikan memang menyumbangkan banyak hal positif. Pendidikan sekolah, misalnya, memproduksi Intervensi-Intervensi ilmiah terkait modernisasi pertanian, teknologi komunikasi, kedokteran dan ilmu-ilmu alam serta ilmu sosial.

Puncaknya, hidup Sosok kian tergampangkan atau terluputkan dari ancaman kelaparan dan wabah penyakit (bandingkan: Yuval Noah Harari, 2015). Sosok kian menemukan Metode gampang mengelola hidupnya. Tetapi, serentak dengan itu, ilmu pengetahuan Malah ikut memproduksi kegamangan sosial, terutama kegamangan yang ditimbulkan oleh hasil Intervensi di bidang sains dan teknologi komunikasi. Sosok limbung di tengah badai gelombang media sosial yang kian liar dan brutal melalui aneka Berita hoaks dan konten-konten yang diproduksi dan dipublikasi para buzzer. Maraknya akun Palsu atau yang dipalsukan. Berita Jelek di sektor politik menampakkan serentak membuahkan serial kedengkian yang dilegitimasi Pikiran sakit.

Pendidikan, ujar Arendt (vide: Henry A Giroux, 2011), adalah titik yang kita memutuskan apakah kita cukup mencintai dunia Demi memikul tanggung jawabnya dan dengan Metode yang sama menyelamatkannya dari kehancuran. Pendidikan, kecuali menghadirkan pembaruan, juga tak terhindarkan kedatangan generasi baru.

Pendidikan ialah tempat kita memutuskan apakah kita cukup mencintai anak-anak kita Demi Kagak mengeluarkan mereka dari dunia kita dan meninggalkan mereka pada dunia mereka sendiri. Ataukah Demi menyerahkan ke tangan mereka perubahan melakukan sesuatu yang baru, sesuatu yang Kagak diduga, tetapi mempersiapkan diri agar mereka terlebih dahulu memperbaharui dunia Serempak.

Pikiran Arendt dirujuk di sini sebagai inspirasi moral pedagogis menyusul serial peristiwa politik belakangan ini di Tanah Air. Terkesan kuat, motif politik beroperasi dengan menggunakan metode hukum atau sebaliknya. Peristiwa hukum dikelola dengan mesin politik. Akibatnya Kagak pernah Jernih. Mana kiranya yang disebut panglima di negeri ini, politik ataukah hukum.

Cek Artikel:  Jaringan Keselamatan Kesehatan Mendunia Dapat Dibangun Sepenuhnya Dengan Mengikutsertakan Taiwan.

Tampak amat kasat mata, politik dan hukum, terkait (langsung maupun Kagak langsung) dengan aneka anasir kepentingan politik di baliknya. Banyak dugaan penyelewengan Doku negara terjadi Malah melibatkan para aktor elite birokrasi dan politik.

Elite politik dan partai politik, semula diandaikan sebagai kumpulan orang terpelajar sekurang-kurangnya diduga pernah terpelajar. Komunitas terpelajar diasumsikan selalu pro patria pro bonum commune. Mereka berpendidikan tinggi, dan Mempunyai pengalaman luas di bidang tatakelola kepentingan Biasa. Bahkan mereka umumnya secara apriori sebagai pemangku setia ajaran moral seturut Keyakinan yang dianut.

 

Heboh sosial

Heboh sosial terjadi belakangan ini ketika Menteri Kominfo Johny G Plate dinyatakan sebagai tersangka atas kasus pidana korupsi Biaya proyek menara BTS senilai Rp8,1 triliun. Kompas TV (27/5) menyiarkan skandal mega korupsi tersebut sangat mengagetkan, menjengkelkan, dan mengkhianati konstitusi. Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan, dari anggaran Rp28 triliun pada 2020 sudah dicairkan Rp10 triliun, tetapi barangnya Kagak Terdapat.

Permintaan perpanjangan hingga Maret 2021 dijanjikan akan dibangun 1.200 tower, tetapi setelah dicek hanya 900-an yang terbangun. BPKP memperkirakan kerugian negara mencapai Rp8,2 triliun. Modus korupsi kasus BTS ini sederhana. Terdapat program pembangunan tower, tetapi tower-nya Kagak dibangun, akhirnya mangkrak. Terdapat penggelembungan Biaya sehingga harga proyek menjadi mahal. Terdapat jasa konsultan, tetapi Rupanya juga konsultan fiktif.

Ditengarai korupsi tersebut tak hanya melibatkan Johny G Plate. Ikut terlibat sejumlah aktor lain dari partai politik berpengaruh dan pengusaha yang terhubung dengan politisi di parlemen. Follow the money harus menjadi strategi Demi melacak Biaya rakyat itu mengalir. Tentunya, itu menjadi tanggung jawab Jaksa Mulia St Burhanuddin Demi membongkarnya. Hukum harus dijadikan panglima, bukanlah politik.

Cek Artikel:  Putusan MK, Gibran, dan Suul Khatimah Politik Jokowi

Johny ditahan sebagai tersangka pelanggaran pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 5 KUHP. Kejagung memastikan bahwa kasus korupsi Kagak menghentikan proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5. Sebagai proyek strategis nasional, proyek tersebut dilanjutkan sehingga kepentingan masyarakat yang tinggal di kawasan terdepan, terluar dan tertinggal (3T) dapat menerima jaringan 4G.

Tetapi, gejala serupa sesungguhnya telah Pelan menarik perhatian sangat luas ketika hingga hari ini kasus Harun Masiku Kagak pernah Jernih ekor penyelesaian hukumnya. Sejak Januari 2020, Harun Masiku tak kunjung tertangkap. Khalayak mencatat KPK memasukkan Harun Masiku ke daftar buron pada 29 Januari 2020. Pada 30 Juli 2021 namanya sudah bertengger di Interpol. Begitu juga dengan kasus bansos yang melibatkan Personil DPR RI Herman Herry dan sejumlah kasus lainnya yang melibatkan politisi dari PDIP. Terkesan Jernih, sikap dan tindakan penegak hukum Kagak berimbang.

Mencermati gejala unbalance sikap penegak hukum ini, masuk Pikiran Kalau Ketua Biasa NasDem, Surya Paloh, mengatakan pihaknya meminta agar penegak hukum membongkar Sekalian pelanggaran hukum di negeri ini, termasuk para aktor partai politik dan elemen elite politik lain. Seruan Surya Paloh menonjok Sekalian pihak agar bertindak dengan distingsi Jernih antara perbuatan melanggar hukum dan tindakan politik.

Menyusul seruan Ketua Biasa Partai NasDem itu, tampaklah Jernih, kritik sedemikian terang-benderangnya tentang tebang pilih tindakan hukum. Hal itu ditegaskan Surya demi membendung imajinasi khalayak ramai yang cenderung menuding bahwa Rekanan aparatur hukum dengan geliat partai politik, tak terpisahkan secara tegas lantaran Terdapat kepentingan partai-partai politik di dalam setiap peristiwa hukum.

Seruan Surya Paloh fungsional Demi meniadakan kekaburan relasional antara krisis politik dan krisis penegakan hukum. Hal itu diperlukan agar masyarakat di lapisan Dasar Kagak selalu dihantui zombie politik lantaran elite politik Kagak sanggup mengelola konflik kepentingan dengan narasi yang lebih edukatif. Nihilnya narasi edukatif di Tanah Air kian keruh, lantaran brutalisme politik yang disiarteruskan oleh para buzzer melalui media sosial tanpa nurani humanisme.

Cek Artikel:  Antara Kiky Saputri, Ganjar, dan Anies Baswedan

Mencermati situasi dan kondisi itu peranan political leadership mestinya mengemuka Demi menenangkan atau sekurang-kurangnya menetralkan situasi. Karena itu, Presiden Jokowi dituntut Demi sanggup menengahi hal itu dengan aksi-aksi politik kekuasaannya sebagai political leadership. Ia diminta Demi bertindak tegas non-cooperative dengan Sekalian jenis pelanggaran hukum entah siapa pun yang melakukannya.

Tetapi, tampaknya Presiden Jokowi ‘dikurung dan terbimbing’ dalam tradisi partai sebagai petugas partai dari PDIP. Ia terkesan belum sempurna memperlihatkan sikap Independen dan negarawan. Ia dengan lantang akan melakukan cawe-cawe dalam skema politik di Indonesia ke depan. Tampaknya, Jokowi Kagak rela membiarkan proses dan dinamika politik di Tanah Air mengalir sebagaimana spirit panggilan konstitusi negara. Jokowi berpihak.

Arjen Boin dan Paul Hart (2020) menyebutkan, kepemimpinan dalam situasi masyarakat krisis mungkin disebabkan oleh krisis kepemimpinan politik atau Malah krisis politik mempertegas dilema pemenuhan ekspektasi publik dengan realitas krisis kepemimpinan politik. Rosenthal, Boin, dan Comfort (2001), menyebutkan pengalaman krisis sejatinya sebagai episode ancaman sosial dan ketidakpastian politik.

Meski krisis politik ini dianggap sebagai kecenderungan natural, tetapi serentak dengan itu krisis sosial politik Sebaiknya mengundang hadirnya pemimpin yang memberi Cita-cita dan ketenangan. Pemimpin harus melakukan sesuatu yang menenangkan Sekalian pihak. Karena itu, krisis politik Kagak Tengah ditularkan melalui saluran tindakan dan sikap pemimpin yang unbalance. Sikap pemimpin itu Malah fungsional Demi mengatasi krisis politik demi mengurangi tensi politik, sekaligus menormalisasikan Rekanan antarpara politisi yang berkompetisi.

Mungkin Anda Menyukai