BRIN Sebut Teknologi Nuklir Dapat Deteksi Pemalsuan Pangan

BRIN Sebut Teknologi Nuklir Bisa Deteksi Pemalsuan Pangan
Member tim Satuan Tugas (Satgas) Pemantau Pangan membongkar peredaran gula merah palsu di Polres Banyumas, Jawa Tengah. Gula merah palsu berbahan baku limbah kecap(LILIEK DHAMMAWAN/MI)

 

PENELITI Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi Badan Riset dan Inobasi Nasional (BRIN) Henni Widyastuti mengatakan teknologi nuklir menawarkan tingkat akurasi dan ketepatan yang tinggi untuk mendeteksi pemalsuan pangan food fraud sebab teknologi ini mampu menangkap perbedaan yang kecil di dalam komposisi kimia.

Ia mengingatkan pemalsuan pangan yang terjadi semakin canggih dan kompleks sehingga teknik-teknik tradisional yang mengandalkan indera manusia sudah tidak kompatibel lagi untuk digunakan, sehingga dibutuhkan teknologi yang mampu menganalisis kimia dasar untuk mengetahui tingkat keautentikan pangan.

Baca juga : Tiga Perempat Sampah yang Bocor ke Lautan Berasal dari Daerah Kecil

“Kadang untuk memeroleh akurasi yang tinggi dalam deteksi, kita bisa menggunakan dua atau lebih metode yang digabungkan satu sama lain agar hasilnya lebih baik. Beberapa jenis pemalsuan sangat sulit dideteksi karena kompleksitas faktor lingkungan atau jenis campuran yang mendekati bahan asli,” kata Henni dalam webinar di Jakarta, Jumat (4/10).

Cek Artikel:  Perusahaan Pers Bisa Kelola Iklan Pemerintah dan Swasta Demi Selamatkan Industri Media

Lebih lanjut, Henni menjelaskan teknologi nuklir untuk mendeteksi pemalsuan pangan merupakan metode analisis yang memanfaatkan radiasi dan isotop dalam mengidentifikasi keaslian, asal-usul geografis, dan komposisi kimia pangan secara akurat tanpa merusak sampel. Teknik-teknik ini mencakup pengujian isotop dan elemen pada pangan.
  
Secara sederhana, pertama-tama, bahan pangan melewati uji analisis profil mineral dan analisis profil isotop. Selanjutnya, data yang didapatkan diolah menggunakan statistik atau kecerdasan buatan untuk memperoleh pola-pola tertentu dari profil mineral dan profil isotop yang disebut sebagai sidik jari isotop dan elemen pada produk.

Taatp material organik yang ada di alam pada dasarnya terkait dengan empat siklus, yaitu siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus hidrogen.
  
Taatp siklus ini memiliki peranan penting dalam metabolisme tanaman, hewan, ataupun ekosistem perairan, yang membentuk rasio alami isotop dan mineral yang unik pada organisme. Rasio ini berfungsi seperti sidik jari yang ada pada manusia. Dalam analisis profil isotop, jelas Henni, digunakan isotop stabil yang memang sudah ada di alam sebagai penjejak dari suatu bahan pangan yang ingin ditelusuri asal-usulnya.
  
Lazimnya isotop-isotop yang digunakan itu adalah isotop elemen ringan meskipun dalam beberapa kasus juga digunakan isotop-isotop elemen berat seperti strontium dan lain-lain.

Cek Artikel:  ICMI Beri Rekomendasi Arah Politik Pendidikan Buat Lima Tahun Mendatang

Baca juga : Penerapan Sistem Peringatan Pagi Bencana Melalui TV Digital dan Ponsel Harus dibarengi Pemerataan Jaringan Listrik

“Produk-produk hewan juga bisa terdeteksi isotop (selain tanaman). Kalau di ekosistem perairan, biasanya isotop digunakan untuk mengautentikasi produk-produk seperti ikan, udang, dan jenis-jenis mussel seperti oyster, dan lain-lain,” kata dia.
  
Ia menjelaskan isotop stabil yang terkandung di dalam pangan memang memiliki kecenderungan untuk berubah bergantung kondisi lingkungan. Meski begitu, perubahan tersebut terjadi dalam rentang waktu yang lama hingga beberapa tahun.

“Jadi dia (teknologi nuklir yang menggunakan isotop stabil) relatif lebih stabil terhadap perubahan yang terjadi dalam waktu singkat. Ini yang menyebabkan keakurasiannya itu tinggi dibandingkan teknologi yang lain,”ujar Henni.

Cek Artikel:  Uji Coba Persyaratan JKN Aktif bagi Pemohon SIM Dimulai Secara Nasional

 Pengujian keaslian bahan atau produk pangan dengan menggunakan teknologi nuklir ini juga dipastikan aman, sebab hanya sedikit spesimen yang diambil dari sampel pangan. Proses pengujian keaslian pangan juga tidak memakan waktu yang lama. Tetapi, menurut Henni, terdapat kelemahan dari teknologi nuklir ini mengingat instrumen atau alatnya yang berukuran besar dan tidak mudah untuk dipindah-pindahkan sehingga hanya tersedia di laboratorium.  (Ant/H-3)

Mungkin Anda Menyukai