KEPALA Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar mengatakan pihaknya akan memperkuat pengawasan produksi obat di berbagai perusahaan farmasi untuk mencegah terjadinya kasus pencemaran obat yang mengakibatkan Gagal Ginjal Dirikut Progresif Atipikal (GGAPA) ataupun berbagai gangguan lain.
Menurut Taruna, BPOM akan memperketat Inspektur Langkah Pembuatan Obat yang Berkualitas (CPOB) baik di tingkat pusat maupun di unit pelaksana teknis (UPT).
“Langkah pembuatan obat yang baik sebelum keluar pasti ada tahapan-tahapan dari Badan POM. Pertama dari pihak perusahaan memasukkan semua dokumen, setelah dokumen ada maka Badan POM akan melakukan inspeksi dan melihat semua produksi secara detail. Setelah itu kembali ke Badan POM ada tim yang akan mengevaluasi itu,” katanya pada Focus Group Discussion dan Penggalangan Komitmen Maturitas Industri Farmasi, Selasa (24/9/2024).
Baca juga : Kepala BPOM Akan Perkuat Pengawasan dan Penilaian Produksi Obat Nasional
Menurut Taruna, salah satu tugas pengawasan BPOM adalah melakukan inspeksi mulai dari perencanaan yang matang, pelaksanaan pengawasan, sampai evaluasi sehingga harus didukung oleh sistem yang mapan.
“Jadi bukan sekadar administrasi, kita menentukan level-levelnya. Akhirnya kalau keyakinan itu sudah muncul berdasarkan dokumen dan fakta di lapangan, kita akan keluarkan CPOB, cara pembuatan obat baik. Maksudnya, ketika pabriknya berhasil mendapatkan itu, maka pabrik mulai memproduksi obat-obat sesuai dengan formula yang diinginkan,” tuturnya.
Taruna menjelaskan dengan adanya CPOB, perusahan farmasi dituntut untuk bisa transparan dalam proses produksinya. Salah satunya dengan mencantumkan berbagai zat kandungan obat, hal itu sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.
Baca juga : Berapa Batas Terjamin Konsumsi Belimbing Agar tidak Berbahaya untuk Ginjal?
“Misalnya pada amoxan sirup itu zat aktifnya apa? Yakni amoksisilin, itu adalah antibiotik. Kemudian kandungan di dalamnya ada zat-zat tambahan misalnya pemanis, sirop atau pelarut dan sebagainya. Berdasarkan cantuman itu, perusahaan harus bertanggung jawab dengan isinya karena secara simpel, sebelum itu keluar kita lakukan sampling,” tuturnya.
Hasil sampling tersebut lanjut Taruna, akan diperiksa pada laboratorium untuk mengecek kandungan obat sehingga proses seleksi pada uji lab menjadi penentu apakah obat tersebut layak diproduksi atau tidak.
“Kita sudah melakukan seleksi secara ketat tapi kenapa terjadi (pencemaran)? Mungkin ada kecelakaan atau apa yang terjadi di perusahaan tersebut atau di pabrik tersebut, itu yang disebut kejadian emergency maka BPOM punya hak menarik dari peredaran,” jelasnya.
Menurut Taruna, pihak perusahaan farmasi juga dapat bekerjasama secara transparan untuk sistem pengujian obat tersebut sehingga bisa mencegah adanya pencemaran obat di kemudian hari.
“Bukan hanya sekedar melihat label, kita akan perbanyak sampling. Jadi dia kirim untuk mendapatkan standar, mendapatkan izin edar. Sebelum izin edar itu, kita minta dikirim juga contoh untuk dites dalam lab kami. Itu cara kami menekan pencemaran obat,” tandasnya. (Dev/P-3)