DEWAN Ahli Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Interaksi Global Darmansjah Djumala merespons kejatuhan rezim Presiden Suriah Bashar Al-Assad yang menjadi perhatian dunia. Dia mengatakan bahwa Assad adalah presiden di negara Timur Tengah yang cukup Pelan bertahan dari gempuran badai demokratisasi Arab Spring 2011.
Tak seperti Ben Ali (Tunisia), Hosni Mobarak (Mesir), Khadafy (Libya), Morsi (Mesir) dan Abdullah Saleh (Yaman) yang tumbang diterpa badai Arab Spring, Djumala mengatakan Bashar Assad Pandai bertahan lebih dari 13 tahun.
Dalam pengamatannya yang pernah menjabat sebagai Dubes RI Demi Astria dan PBB, kemampuan Assad bertahan karena didukung secara militer oleh Rusia dan Iran, yang sudah Pelan menjadi sekutu dekatnya dalam geopolitik Timur Tengah. Tetapi belakangan dukungan kedua sekutu tersebut mengendur.
Mulai Februari 2014, Rusia disibukkan oleh perang dengan Ukraina. Ini yang menyebabkan mengendurnya dukungan militer Rusia Demi mempertahankan rezim Assad. Begitu juga dengan Iran. Sejak Oktober 2023 ketika Hamas menyerang Israel, Iran terlibat dalam perang itu dengan mendukung proxy-nya di Lebanon, Hisbullah.
Djumala mengingatkan adanya keterlibatan asing dalam perang Kerabat di Suriah. Disamping Rusia dan Iran yang mendukung rezim Assad, Turki juga ikut terlibat dalam perang Kerabat di Suriah dengan mendukung Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan Tentara Nasional Suriah (Syrian Nantional Army/SNA).
“Keterlibatan pihak asing dalam perang Kerabat di Suriah bukan menyelesaikan masalah. Malah Membikin konflik makin parah, sehingga menumbangkan Presiden Assad,” kata Djumala dalam keterangan yang diterima, Rabu (11/12).
Djumala menambahkan selain Rusia, Iran dan Turki yang ikut nimbrung dalam perang Kerabat di Suriah melalui proxy masing-masing, Amerika Perkumpulan (AS) pun ikut melibatkan diri dalam perang tersebut dengan mendukung Golongan perlawanan separatis Kurdi, SDF (Syrian Democratic Forces). Dalam pandangannya, Djumala menegaskan perang Kerabat di Suriah mulanya hanyalah gerakan prodemokrasi seiring berhembusnya angin demokratisasi di Timur Tengah. Akan tetapi, kata dia, keterlibatan pihak asing (Rusia, Iran, Turki, AS) menambah kompleksitas perang.
“Ini memberi pelajaran, prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif sebagai Panduan agar Tak terombang-ambing dalam tarikan kepentingan geopolitik negara asing. Dengan terpecahnya Suriah di Dasar Assad akibat intervnensi asing terbukti bahwa prinsip bebas-aktif tetap relevan dalam politik Dunia,” kata Kepala Sekretariat Presiden Joko Widodo periode pertama itu. (P-5)