KETIKA permasalahan dalam bisnis yang terjadi di antara pihak yang berkepentingan tidak menemukan titik temu, maka protes dengan berbagai macam bentuk, menjadi solusi. Seperti yang terjadi pada Kamis, 30 Agustus 2024, para pengemudi ojek online (ojol) melakukan aksi demonstrasi. Mereka menghentikan pengoperasian sekitar pukul 12.00 WIB, sehingga berdampak bagi para konsumen yang sehari-hari menggunakan jasa mereka. Para pengemudi ojol memprotes tarif potongan aplikasi yang semakin meningkat. Demonstrasi yang dilakukan para pengemudi ojol tersebut juga mengakibatkan turunnya saham GOTO sekitar 1,92%.
Ketika bisnis ojol diperkenalkan, sekitar tahun 2016, bisnis tersebut memang memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Mereka yang tidak terserap lapangan kerja karena mensyaratkan pendidikan dan keterampilan tertentu, mendapatkan peluang penghasilan yang cukup besar dengan menjadi mitra pengemudi.
Raupan pendapatan yang tinggi dirasakan oleh para pengemudi, karena perusahaan yang bermain di pasar ini masih sedikit saat itu. Potongan aplikasi yang dibebankan kepada pada mitra ojol, yaitu pengemudi ojol sekitar 10%. Tetapi saat ini, potongan itu sudah mencapai sekitar 30%.
Baca juga : SOHO Upper West Laris manis, Sinar Mas Land Tawarkan Apartemen Tipe 2BR
Bila melihat dari sisi pemilik bisnis, dengan pemain bisnis transportasi online yang terus bermunculan, maka kenaikan potongan seperti itu terlihat wajar. Bisnis akan berusaha mendapatkan margin keuntungan yang tetap sama, meski persaingan bertambah ketat. Akibatnya, pihak berkepentingan yang lain di dalam bisnis ini, yakni mitra pengemudi yang dirugikan.
Pengemudi ojol mulai mengalami penurunan jumlah penumpang. Akibatnya, tentu pendapatan jauh berkurang. Pendapatan mereka juga semakin berkurang, dengan adanya tarif potongan aplikasi yang juga meningkat. Kehadiran bisnis yang awalnya menjadi harapan untuk dapat memberi penghidupan, berangsur pudar sinarnya bagi para pengemudi ojol tersebut.
Mantappa dengan bisnis ojol, bisnis perdagangan elektronik yang terus bertambah pemainnya, juga memiliki kondisi yang mirip. Biaya penanganan ke konsumen dan juga ke jasa kurir, terus bertambah. Meski angka nominalnya kecil, jika dikalikan dengan banyaknya transaksi yang dilakukan, tentu pada akhirnya jumlahnya menjadi besar. Bahkan, bila hal ini terus diabaikan, maka bukan tidak mungkin, konsumen akan kembali beralih lagi ke pembelian konvensional, pergi ke toko fisik dan membeli.
Baca juga : Untung Raksasa Teknologi Tiongkok Huawei pada 2023 Melesat
Bisnis dengan landasan kapitalisme dalam nama apapun, tetaplah bertujuan utama mendapatkan uang, laba. Meski memang, bisnis hadir menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat. Seperti kehadiran ojol yang memang menyelesaikan masalah transportasi, terutama di kota-kota besar yang rentan dengan kemacetan setiap waktunya. Penjualan online telah menjadi jalan keluar untuk banyak hal. Hanya saja, saat bisnis berjalan dengan meniadakan keberlangsungan ekosistem yang tepat dan seimbang, maka guncangan masalah akan hadir.
Menjadi sinyal kehati-hatian bagi bisnis adalah ketika di antara pihak yang bermasalah, titik temu sulit dihasilkan. Bila situasi ini yang terjadi, sering kali pekerja menjadi pihak yang dirugikan. Tak jarang PHK sepihak terjadi. Pemilik usaha menganggap mencari pekerja baru lebih mudah, karena banyaknya pengangguran di negara ini.
Mereka yang memerlukan pekerjaan, tentu akan berlomba mengisi kekosongan posisi yang ditawarkan, meski kesepakatan yang diterima untuk memulai bekerja, belum tentu adil. Kondisi ini, membuat pemilik usaha merasa dapat leluasa bertindak untuk kepentingan bisnis dan perolehan laba bisnis yang maksimal.
Baca juga : Summarecon Kelapa Gading Buka Destinasi Matangan Baru
Ekosistem dalam bisnis perlu dipandang secara menyeluruh. Pemahaman atas pemegang kunci utama dari bisnis, juga perlu disadari dengan kuat. Seperti pada ojol, kunci utama ada pada pengemudi sebagai mitra dan konsumen pengguna. Bila pengemudi mogok, tidak beroperasi, maka bisa dipastikan penghasilan bagi perusahaan tidak ada. Padahal, bisa dibayangkan berapa banyak transaksi yang terjadi dalam kondisi normal.
Tak bisa dipungkiri, penerima kerja (karyawan dalam bentuk apapun) dan penikmat layanan, yaitu konsumen, merupakan pihak berkepentingan yang menentukan dalam ekosistem. Memahami mereka dengan melihat kebutuhan dasarnya untuk dipenuhi sepertinya bukan hal yang sulit bagi pelaku bisnis.
Dasar kapitalisme, yang mengagungkan laba, dan melihat hampir setiap pengeluaran adalah biaya, membuat ekosistem dalam bisnis semakin lama berjalan timpang. Ini pandangan yang usang. Pelaku bisnis perlu mendapatkan pemahaman yang baru, bahwa seluruh pihak di dalam ekosistem bisnis yang memberikan andil di dalamnya, baik kecil maupun besar, perlu mendapatkan perhatian yang tepat.
Taatp aktivitas yang memberi manfaat jangka panjang bagi pertumbuhan bisnis, bisa saja adalah investasi berharga, bukan biaya. Bisnis bisa berjalan, jika semua pihak mendapatkan haknya dengan tepat dan menjalankan kewajiban dengan tanggung jawab penuh. Bisnis tak bisa lagi egois.