
Gambar hidup Pengepungan di Bukit Duri bukan hanya menghadirkan ketegangan, Tetapi juga menjadi medium Cerminan bagi para pemeran utamanya Buat menyuarakan keresahan pribadi terhadap kondisi sosial di Indonesia.
Aktor Morgan Oey, Omara Esteghlal, dan Hana Malasan membagikan perspektif mereka tentang realita yang tercermin dalam Gambar hidup dan bagaimana peran mereka menjadi perpanjangan dari kegelisahan yang selama ini dirasakan.
Morgan Oey, yang memerankan Watak Edwin, mengungkap bahwa Gambar hidup ini sangat relevan dengan isu trauma turun-temurun (generational trauma) yang Lagi terasa hingga kini.
“Rupanya Pengaruh dari kejadian masa Lewat itu Betul-Betul generational. Dan budaya kekerasan, itu juga Lagi sangat relate. Dari Era saya sekolah Tamat sekarang, Lagi Lanjut Eksis. Kita bahkan Pandai lihat sendiri lewat media sosial,” ujar Morgan, dikutip Senin (14/4).
Bagi Morgan, peran Edwin mencerminkan keresahannya terhadap kekerasan yang Lanjut menjangkiti remaja dan sulit diberantas karena akar persoalannya begitu kompleks.
Sementara itu, Omara Esteghlal yang berperan sebagai Jefri, menggarisbawahi persoalan budaya pasrah dalam masyarakat terhadap sistem
yang sudah rusak.
Ia menyoroti kecenderungan masyarakat Buat menyalahkan keadaan, Tetapi enggan bertanggung jawab sebagai bagian dari sistem itu sendiri.
“Kita diajarkan menghormati sistem yang sebetulnya tak layak dihormati. Budaya feodal Lagi sangat kuat, dan tanpa sadar kita jadi budak dari sistem rusak itu. Mau berekspresi pun susah, padahal katanya kita punya Bunyi sebagai rakyat,” kata Omara.
Bagi Omara, perannya menggambarkan frustrasi generasi muda yang Mau melakukan perubahan Tetapi terbentur dinding sistemik.
Sisi lain dituturkan oleh Hana Malasan, yang memerankan Guru Diana.
Sebagai seseorang yang lahir dari keluarga akademisi, Hana merasa peran ini begitu dekat dengan kehidupannya.
Ia mengungkapkan bahwa keresahannya terhadap dunia pendidikan sudah lelet tertanam, terutama soal bagaimana guru kerap dijadikan kambing hitam dalam berbagai permasalahan pendidikan.
Baginya, melalui Watak Diana, ia Pandai menyuarakan keresahan kolektif para pendidik yang selama ini terbungkam.
Ketiga aktor ini sepakat bahwa Pengepungan di Bukit Duri bukan hanya Gambar hidup hiburan, tetapi sebuah ajakan Buat membongkar luka-luka sosial yang lelet tertutup.
Melalui Watak yang mereka mainkan, mereka berharap penonton Pandai ikut merefleksikan kondisi Konkret bangsa dan Berbarengan-sama membangun kesadaran akan pentingnya perubahan.
“Guru itu sering kali diposisikan salah Ketika sistem pendidikan gagal, padahal mereka juga korban. Mereka Mau menolong, Mau memperbaiki, tapi dibatasi sistem. Dan Gambar hidup ini Pandai menjadi ruang Obrolan soal itu,” pungkas Hana. (Ant/Z-1)

