Bianglala Astacita

DALAM mitologi Jawa klasik, bianglala kerap menjadi pertanda perubahan cuaca dan pergeseran musim serta simbol Cita-cita setelah badai. Dalam konteks Astacita (delapan visi Presiden Prabowo), bianglala dapat dimaknai sebagai ‘lingkar Terang Cita-cita’ yang memantulkan Corak-warni Kesempatan dan tantangan, yakni Kesempatan Demi melaju menuju Indonesia emas 2045 di satu sisi dan tantangan pembangunan sumber daya Orang (SDM) di sisi lain.

Hal itu Krusial lantaran Bukan Eksis negara maju di dunia tanpa menempatkan pembangunan SDM sebagai prioritas Penting. Negara-negara maju yang kini menempati puncak peradaban modern adalah mereka yang punya kesadaran tinggi akan pentingnya Orang sebagai aset strategis kemajuan bangsa.

Karena itu, poin keempat dari Astacita yang menitikberatkan pada aspek ‘pengembangan sumber daya Orang melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap teknologi’ patut mendapatkan perhatian Tertentu dalam lanskap pembangunan lima tahun mendatang.

Setidaknya Eksis dua Dalih mengapa itu krusial. Pertama, kualitas SDM Indonesia Ketika ini Lagi menghadapi tantangan serius yang mengancam daya saing bangsa di tengah kompetisi Dunia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, hanya 10,20% penduduk Indonesia usia di atas 15 tahun yang menyelesaikan pendidikan tinggi. Nomor itu menunjukkan kesenjangan signifikan Apabila dibandingkan dengan negara-negara maju yang berkisar antara 52% hingga 60%.

Selain itu, data BPS 2023 mencatat bahwa rata-rata lelet sekolah anak Indonesia hanya 8,7 tahun atau setara dengan tingkat SMP. Capaian itu Lagi tertinggal Apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan maju, seperti Malaysia (10,5 tahun), Singapura (12,1 tahun), Korea Selatan (12,5 tahun), dan Jepang (12,9 tahun). Padahal, menurut World Development Report (Bank Dunia, 2018), setiap tambahan satu tahun rata-rata lelet sekolah di suatu negara berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 0,37%.

Kondisi itu diperparah oleh rendahnya literasi fungsional generasi muda Indonesia. Skor Programme for International Student Assessment (PISA) 2022, misalnya, menunjukkan siswa Indonesia berada di peringkat tiga terbawah dari 81 negara dengan skor membaca hanya 359, matematika 366, dan sains 383. Jauh di Dasar rata-rata negara OECD.

Cek Artikel:  Cerminan Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre

 

MOMENTUM BONUS DEMOGRAFI

Kedua, Ketika ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi, yakni 69% dari total penduduk berada dalam usia produktif (15-64 tahun). Artinya, kita Mempunyai struktur demografi yang sangat ideal Demi melompat lebih jauh. Tetapi, struktur saja Bukan cukup. Dibutuhkan kualitas produktivitas dari Grup usia produktif itu sendiri supaya bonus demografi yang hadir satu kali dalam sejarah Dapat mendatangkan berkah, bukan Malah musibah.

Masalahnya, sebagian besar tenaga kerja Indonesia Lagi berada dalam kategori berpendidikan rendah dan Bukan Mempunyai keterampilan yang memadai. Data Sakernas (BPS, 2024) mencatat bahwa lebih dari 56% angkatan kerja Indonesia hanya berpendidikan SMP ke Dasar dan hanya Sekeliling 13% yang berpendidikan tinggi (diploma ke atas). Itu berbanding terbalik dengan negara-negara seperti Korea Selatan dan Singapura yang mana mayoritas angkatan kerja Mempunyai jenjang pendidikan menengah atas hingga perguruan tinggi.

Lebih lanjut laporan Bank Dunia (2020) mencatat bahwa produktivitas tenaga kerja Indonesia hanya Sekeliling 22% dari rata-rata tenaga kerja OECD, bahkan Lagi kalah Apabila dibandingkan dengan Vietnam dan Filipina dalam sektor manufaktur berbasis ekspor. Itu menunjukkan bahwa kuantitas usia produktif Bukan serta merta menghasilkan Kelebihan kompetitif–tanpa didukung dengan pendidikan, pelatihan keterampilan, dan kesehatan yang memadai.

 

PEMBANGUNAN SDM

Karena itu, ketika pemerintahan Prabowo Subianto–selama sembilan bulan ini–memunculkan berbagai gebrakan kebijakan yang terkait dengan pembangunan SDM, ini ibarat oase di padang gersang. Cita-cita Demi menyongsong fajar kemajuan seolah menemukan pijarnya kembali. Sebagai Teladan program makan bergizi gratis (MBG), kendati kerap diperdebatkan dari sisi fiskal dan Lagi punya sejumlah cacatan, program tersebut merupakan investasi jangka panjang masa depan bangsa, lantaran menyentuh akar persoalan ketimpangan gizi, ketahanan kognitif, hingga kualitas Orang Indonesia. Bahkan, program ini juga Mempunyai dasar yang kuat dalam teori pembangunan Orang.

Peraih Nobel Ekonomi, Amartya Sen, menyatakan bahwa pembangunan sejati ialah pembangunan yang menyentuh aspek kemampuan (capability) Orang. Asupan gizi yang cukup, misalnya, menjadi prasyarat bagi tumbuh-kembang otak anak yang kemudian menentukan kemampuan belajar dan produktivitas jangka panjang.

Cek Artikel:  Islamofobia, Tantangan Serius ASEAN

Menurut studi UNICEF (2021), anak-anak yang mengalami malnutrisi berisiko mengalami penurunan IQ sebesar 11 poin. Maka itu, intervensi gizi bukan hanya soal kesehatan, melainkan juga investasi ekonomi jangka panjang.

Begitu pula program sekolah rakyat yang bertujuan melakukan pemerataan pendidikan, program sekolah unggulan garuda yang diproyeksikan Demi mengakselerasi kualitas pendidikan Indonesia (khususnya bidang sains dan teknologi), serta kebijakan cek kesehatan gratis (CKG) yang punya orientasi mendorong Orang Indonesia sehat melalui pencegahan penyakit atau deteksi Pagi.

Program-program itu memperlihatkan secara Jernih benang merah arah kebijakan Prabowo yang lebih menekankan aspek pembangunan Orang sebagai hulu dari pembangunan nasional. Bahkan, sebagai bentuk penerjemahan Astacita, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) di Dasar kepemimpinan Abdul Mu’ti menginisiasi berbagai program prioritas, di antaranya ialah wajib belajar 13 tahun dan pemerataan kesempatan belajar; penguatan pendidikan Watak; pengembangan Bakat dan prestasi; pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan, penguatan pendidikan literasi dan sains teknologi; pembangunan kebahasaan dan kesastraan; serta peningkatan kualifikasi, kompetensi dan kesejahteraan guru.

Program prioritas Kemendikdasmen tersebut Dapat menjadi backbone misi pemerintahan Presiden Prabowo, terutama Astacita ke-4, Merukapan memperkuat pembangunan sumber daya Orang (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran Perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.

Tentu dalam peta kontestasi politik kebijakan, program-program seperti pembangunan SDM–Konsentrasi pada pendidikan dan generasi masa depan bangsa–sangat menggiurkan sebagai proyek konsolidasi nasional karena mempertemukan aspirasi rakyat dan mimpi besar jangka panjang. Apabila berhasil, Bonus sosial politik berupa approval rating (tingkat kepuasan) kinerja yang tinggi (juga elektoral tentunya) akan didapatkan.

 

SINERGI DAN KOLABORASI

Karena itu, agar implementasi Astacita dalam hal pembangunan Orang ini Betul-Betul berhasil dan berdampak Konkret, perlu beberapa langkah stategis. Pertama, memperkuat sinergi dan kolaborasi Seluruh pihak, Berkualitas pusat-daerah, antarkementerian atau lembaga, mauoun pihak di luar pemerintahan seperti civil society ataupun organisasi masyarakat. Itu Krusial karena pembangunan Orang bukan pekerjaan lima tahunan, Tetapi pekerjaan peradaban yang butuh waktu panjang.

Cek Artikel:  Nasionalisme sebagai Genetika Gambar hidup Indonesia

Kedua, program-program ini harus berpijak pada aspirasi dari Dasar (bottom-up), Bukan hanya dari atas (top-down) karena mengutip James C Scott dalam Seeing Like a State (1998) bahwa proyek-proyek pembangunan yang bersifat top-down dan gagal memahami realitas lokal, cenderung gagal dalam implementasi dan Bukan punya Dampak apa-apa.

Ketiga, karena program ini memakan anggaran besar, yakni Sekeliling Rp900 trilun (pendidikan Rp724,3 triliun, MBG Rp171 triliun, dan program kesehatan Rp4,7 triliun), potensi kebocoran anggaran dan program Bukan Benar sasaran juga sangat besar sehingga perlu manajeman pengawasan dan Penilaian berkala secara ketat dan Benar.

Keempat, pengelolaan program pembangunan SDM ini harus dilakukan secara transparan dan melibatkan kalangan profesional dengan pendekatan meritokrasi. Jangan Tamat program ini kemudian dalam implementasinya dikuasai segelintir orang–para oligarki–sebagai penadah proyek dan mengendalikan secara penuh dengan mengambil keuntungan besar dan mengabaikan aspek output-nya. Karena, mengutip Acemoglu & Robinson dalam Why Nations Fail (2002), bahwa ketika negara dikuasai oleh elite yang menciptakan institusi ekstraktif yang hanya menguntungkan segelintir orang, negara akan gagal mewujudkan kesejahteraan Berbarengan.

Kelima, stabilitas politik sangat Krusial Demi mensukseskan program pembangunan Orang. Di tengah situasi geopolitik dan ekonomi Dunia yang Bukan menentu, instabilitas politik akan punya implikasi terhadap situasi ekonomi dan pembangunan.

Dalam hal ini, Samuel Huntington dalam Political Order in Changing Societies (1968) menekankan pentingnya stabilitas politik dalam pembangunan. Ia memperingatkan bahwa pembangunan ekonomi tanpa institusi politik yang Konsisten dapat memicu kekacauan.

Akhirnya, sebagai visi berani yang memadukan agenda kerakyatan dan pembangunan jangka panjang dalam satu tarikan napas, Astacita harus Betul-Betul mewujud bak bianglala yang memantulkan ‘Terang Cita-cita’ Demi kemajuan Indonesia. Itu karena seperti kata Nelson Mandela, “Tindakan tanpa visi hanyalah membuang-buang waktu, visi tanpa tindakan hanyalah lamunan belaka, tapi visi dengan tindakan dapat mengubah dunia.”

 

Mungkin Anda Menyukai