Tahun Lampau, saya dan Sahabat-Sahabat naik kapal kayu menuju ke Pulau Padar yang terletak di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Berangkatnya agak telat sehingga memakan waktu hingga 3 jam-an. Ombak yang sudah mulai tinggi menghambat jalannya kapal. Saking pelannya kapal kami ditikung oleh kapal lain :))
Demi menghabiskan waktu, kami foto-foto, makan-makan, gosip, tidur, makan-tidur-foto-Kembali hingga tak terasa di sisi kiri-kanan yang tadinya hanya tampak pulau pulau kecil timbul kini sudah terlihat pulau-pulau gersang ala flores. Yey beta sudah dekat!
Kami tiba di pulau padar ketika Nyaris tengah hari. Karena kapal besar Bukan dapat merapat, kami menaiki speedboat Demi mencapai bibir pantai. Begitu menginjakkan kaki, saya Bukan disambut dengan lembutnya pasir, Tetapi batu-batu pantai. Di sini juga Bukan Eksis apa-apa. Bukan Eksis penjual tiket, calo atau ind*maret. Yang Eksis hanya sebuah jalan tanah ke atas, dengan kerikil besar-kecil serta tanjakan curam yang langsung nantangin saya.
Tanpa ba-bi-bu Kembali saya mendaki, melangkahkan kaki sedikit-demi-sedikit Sembari ditarik-tarik oleh richo, persis kayak kebo yang dicolok idungnya. Kalau gak gitu saya mungkin enggak naik-naik karena langkah saya beneran kecil-kecil sedangkan tanjakan dengan kemiringan Sekeliling 45 derajat itu bikin saya langsung semaput di awal. Untungnya tanjakan berikutnya lebih manusiawi, Bukan securam yang pertama dan jalanan pun sudah Bukan licin banget karena banyak rumput kering yang Dapat dijadikan pijakan. Tapi…Eksis tapinya… jalurnya lebih panjaaannnggg! Kali ini si richo berganti posisi. Dia di belakang mendorong-dorong saya, mungkin mengingatkan betapa saya sudah ketinggalan jauh dengan Sahabat-Sahabat yang lain.
Karena progress saya Bukan begitu Bagus, dengan catatan sudah ditikung sama emak-emak, maka saya pun dengan ikhlas merelakan richo pergi duluan mendaki hingga ke puncak. Saya mengatur napas, keringat makin bercucuran manakala semakin tinggi posisi saya, semakin dekat pula dengan Mentari, artinya makin panas! Dari tanjakan kedua ini saya Dapat lihat Sahabat-Sahabat yang lain sudah pada ngantri berfoto di batu yang dinaungi sebuah pohon. Wih Nikmat nih ngadem di sana. Saya pun jadi bersemangat ke sana.
Tiba di sana… emang suasana jadi lebih Segar karena “rest area” ini satu-satunya yang ketutup pohon jadi suasananya gak gitu menyengat. Istirahat di sini dengan dipayungi pohon serta hembusan angin sepoi-sepoi memang sangat membuai, seperti Membangun saya ogah beranjak Kembali. Sayangnya bebatuan karang yang saya duduki semuanya lancip-lancip dan menusuk. Kalau kelamaan duduk, pantat jadi Wafat rasa dibuatnya. Mungkin ini pertanda saya harus jalan Kembali.. kali ini menuju titik paling Instagramable se-padar.
Titik yang saya maksud adalah sebuah batu karang di ujung yang menghadap ke belakang tiga pantai tersebut. Tempat ini ditandai dengan sebuah saputangan di ranting dekat batu-batu tersebut. Beberapa Sahabat saya yang sedari tadi di sini tampak tak puas-puas berfoto di sini, padahal nomor antrian sudah mengulur panjang.
Karena titik paling tenar itu Tetap ngantri, maka saya putuskan Bukan berfoto di sana Tetapi agak ke sampingnya di mana saya liat gak beda jauh angle-nya kok.


Bagus juga kan hasilnya?
Sebenarnya dari sini sedikit Kembali (mungkin 10 meter ke atas) Kalau kaki saya belum loyo dan gemetaran, saya sudah Dapat mencapai puncak tertinggi padar Tetapi sepertinya cukuplah saya Tiba di sini mengingat waktu pun tak banyak. Apalagi ketika turun, saya pun termasuk paling lelet. Sigh!
Kalau diibaratkan motor, saya nanjak dengan gigi dua. Ketika turun, saya pake gigi 1. Takut kepeleset sih. Yang bikin paling mencemaskan adalah penurunan pertama itu. Saya awalnya turun dipegangi kak oyan, sewaktu turunan makin buas, saya pun berpegangan sama emak-emak dan suaminya. Jadilah kami empat serangkai berpegangan tangan turun satu-satu Demi mencegah jangan Tiba tergelincir dan kejengkang. Pas udah sukses turun dan nyampai pantai, saya pun tak kuasa langsung masuk air. Segarrrrr!! Sayangnya ombaknya kencang banget, jadi saya urungkan niat berenang. Mendingan naik ke speedboat Lampau kembali ke kapal.
Sebagai ilustrasi dari kisah yang dibagikan di Kitab harian Lenny Lim adalah “Blogger Travel and Lifestyle”, gimana kalau nonton juga “YouTube Lenny Diary” ini, yuk!
Udah ditonton? Asik banget, bukan? Nahhh, please dong Demi jangan lupa memberikan Like, Comment, Share, dan Subscribe. Termasuk klik lonceng channel-nya, yaa! (shelo)
Editor : Shelo Soedarjo
Sumber : Kitab harian perjalanan Lenny Lim adalah “Blogger Travel and Lifestyle”.