Berkaca dari Kasus Pemelihara Landak, Kejagung Dirikui Penerapan Keadilan Restoratif Perlu Diperluas

Berkaca dari Kasus Pemelihara Landak, Kejagung Akui Penerapan Keadilan Restoratif Perlu Diperluas
Satwa Landak Jawa hasil breeding Bandung Zoo dilepasliarkan di Bukit Sempur Karawang.(Dok. Bandung Zoo)

 

KEJAKSAAN Akbar (Kejagung) mengakui bahwa  ada keterbatasan atas penerapan metode restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus pemelihara landak yang dikenai pidana. Hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar.  Keadilan restoratif ialah pendekatan dalam penyelesaian perkara pidana yang melibatkan korban, pelaku, dan masyarakat. Pendekatan ini bertujuan untuk memulihkan korban, pelaku, dan orang-orang di sekitarnya yang terdampak.

“Tak semua perkara bisa diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif,”kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar di Jakarta, Jumat (13/9).
 

Seperti diberitakan, seorang pria asal Bali I Nyoman Sukena terjerat kasus karena memelihara landak Jawa. Itu tidak mengetahui bahwa binatang itu satwa yang dilindungi. Tetapi kini, Pengadilan Negeri (PN) Denpasar mengabulkan permohonan penangguhan penahanan terhadap I Nyoman Sukena. 

Cek Artikel:  Ini Dalih Gus Yaqut Absen di Rapat Penilaian Haji

 Menurut Harli, penggunaan  keadilan restoratif pada kasus hukum memiliki kriteria yang harus dipenuhi di antaranya yaitu adanya perdamaian antara pelaku dan korban. Ia bersikeras bahwa dalam kasus landak di Bali, lanjut Harli, terdakwa I Nyoman Sukena memelihara landak Jawa, hewan yang dilindungi oleh negara. Harli mengatakan dalam kasus itu negara yang dipandang sebagai korban.
  
“Restoratif adalah mengembalikan situasi pada keadaan semula sedangkan dalam perkara ini korbannya negara,” tuturnya.
  
Oleh karena itu, Harli mengatakan kasus ini menjadi pertimbangan Kejagung untuk memperluas perkara yang dapat diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif.
  
 Kejaksaan Tinggi Bali mengupayakan penangguhan penahanan terhadap tersangka I Nyoman Sukena (38) yang merupakan pemelihara hewan dilindungi berupa landak Jawa.
  
 “Saya sudah minta ke tim JPU untuk segera minta penangguhan kepada yang bersangkutan, untuk berkoordinasi dengan majelis hakimnya,” kata
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana Senin (9/9).
  
 Dia menjelaskan perkara landak itu penyidikannya dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, karena secara hukum, termasuk tindak pidana. Oleh larena itu, Jaksa tidak bisa menolak perkara sehingga perkara tersebut di P21 dan disidangkan di pengadilan.
  
  Perkara tersebut pun tidak bisa diselesaikan dengan restorative justice karena perkara tersebut sudah masuk tahap persidangan di
Pengadilan Negeri Denpasar.  Tetapi demikian, dirinya sudah memerintahkan JPU untuk mengajukan kepada majelis hakim yang mengadili perkara tersebut agar tersangka tidak ditahan lagi di Lapas Kelas II A Kerobokan, Badung. (Ant/H-3)

Cek Artikel:  Sandra Dewi Klaim 88 Tas Mewah yang Disita Jaksa Hasil Endorse, bukan Pemberian Harvey Moeis

Mungkin Anda Menyukai