MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan Kepada membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa. Merekalah perpanjangan tangan presiden Kepada mengeksekusi berbagai program dan kebijakan yang ditetapkan sang pemimpin tertinggi.
Dengan posisi seperti itu, pantang bagi menteri Kepada berjalan Kagak seirama dengan langkah presiden. Ibarat sebuah orkestrasi musik, presiden adalah konduktor atau dirigen yang mesti diikuti para pemain orkestra yang lain sehingga dapat menghasilkan alunan simfoni yang merdu. Sedikit saja Terdapat nada sumbang, simfoni bakal terganggu.
Tetapi, fakta yang kita lihat berbeda dengan yang semestinya. Sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih nyatanya Malah kerap menciptakan nada-nada sumbang sendiri. Mereka Kagak Pandai menjadi bagian dari orkestrasi yang solid. Alih-alih membantu tugas presiden, beberapa dari mereka Malah membebani presiden.
Setiap kebijakan pemerintah semestinya menawarkan solusi atas berbagai persoalan yang Lanjut menghantam bangsa ini. Tetapi, yang acap terlihat sepanjang delapan bulan pemerintahan Prabowo-Gibran ini, para menteri Malah banyak menelurkan kebijakan yang amat kental dengan nuansa kontroversi.
Kerja dan kebijakan menteri, yang Semestinya tegak lurus dengan visi-misi Punya presiden, malah kerap kali memunculkan permasalahan baru. Celakanya, ketika kebijakan kontroversial itu pada ujungnya hanya menghasilkan kehebohan dan kegaduhan, pun nirsolusi, presiden juga yang selalu harus turun tangan menyelesaikan. Bukankah itu sama artinya menambah beban presiden?
Maka, wajar bila Ketua MPR Ahmad Muzani Tamat memperingatkan menteri-menteri di Kabinet Merah Putih Kepada berhenti membebani Presiden Prabowo Subianto. Sudah terlampau banyak polemik yang muncul dan menjadi sorotan publik luas gara-gara ketidaksanggupan menteri mengelola kebijakan yang mereka luncurkan sendiri.
Sebutlah beberapa Teladan, mulai dari polemik munculnya pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten; kehebohan soal pelarangan bagi pengecer menjual elpiji 3 kg yang tiba-tiba digulirkan tanpa kajian dan sosialisasi yang kuat; kasus pembiaran penambangan nikel di kawasan Geopark Raja Ampat, Papua Barat Daya; hingga sengketa empat pulau yang melibatkan Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatra Utara.
Segala itu, kata Muzani, menambah beban presiden yang Semestinya Pandai lebih Konsentrasi menyelesaikan persoalan yang bersifat strategis dan lebih bermakna bagi kepentingan dan kemajuan bangsa ke depan. “Maka, sebaiknya saya kira pembantu-pembantu presiden memberi kajian yang lebih komprehensif, yang lebih mendalam, sehingga itu Kagak menjadi beban masalah bagi presiden,” tegas dia.
Peringatan dari seorang Ketua MPR yang juga Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, partai penguasa Demi ini, tentunya Kagak Pandai dianggap main-main. Secara tersirat, apa yang disampaikan Muzani Pandai dimaknai sebagai peringatan Prabowo kepada para menterinya agar tak mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan dengan kinerja yang seadanya.
Presiden Prabowo pun beberapa waktu Lewat pernah menegaskan bahwa ia Kagak akan ragu Kepada menindak apabila jajarannya di Kabinet Merah Putih Kagak Pandai bekerja dengan Bagus. Artinya, Kagak Terdapat tempat bagi menteri yang berkinerja lemah, yang Suka mbalelo, yang tak punya sensitivitas terhadap persoalan rakyat di kabinet Prabowo.
Hingga delapan bulan pemerintahan ini berjalan, reshuffle besar-besaran memang belum tereksekusi. Tetapi, tetap saja ‘ancaman’ dan peringatan itu mestinya Pandai melecut para pembantu presiden supaya lebih Segera berakselerasi dan memperbaiki diri, bukan malah memelihara ‘kegemaran’ mereka membebani presiden.

