KESELAMATAN berkendara di negeri ini seperti kurang dihargai. Lihat saja di jalan raya, masih banyak orang mengendarai motor tanpa memakai helm. Padahal, benda itu jelas-jelas berguna melindungi kepala dari benturan seandainya terjadi kecelakaan.
Begitu juga dengan anak-anak dan remaja yang belum cukup umur yang dibiarkan bebas mengemudi tanpa surat izin. Padahal, semua itu ada ketentuannya dalam Undang-Undang Lampau Lintas. Budaya tertib lalu lintas menjadi barang langka di Republik ini.
Celakanya, hal-hal semacam ini kerap kali diabaikan, dianggap sepele. Misalnyanya kecelakaan beruntun yang terjadi di Gerbang Tol Halim, Jakarta Timur, kemarin. Kecelakaan yang melibatkan sejumlah kendaraan itu diduga dipicu oleh pengemudi truk yang ugal-ugalan. Truk yang dikemudikan oleh sopir yang baru berusia 18 tahun dan tidak memiliki SIM itu menyenggol sebuah kendaraan terlebih dahulu sebelum menyeruduk sejumlah kendaraan lain yang sedang antre di gerbang tol.
Meski tidak sampai merenggut nyawa, insiden ini amat membahayakan dan murni karena kelalaian manusia. Kita tentu tidak ingin kecelakan semacam itu terulang, terlebih lagi di musim mudik Lebaran. Pemerintah telah menyiapkan armada angkutan mudik melalui jalur darat, laut, dan udara. Tujuannya agar semua warga yang hendak bersilaturahim ke kampung halaman dapat terlayani dengan aman dan nyaman.
Karena itu, bukan hanya infrastruktur dan modifikasi rekayasa lalu lintas pada masa mudik yang perlu disiapkan. Bahkan yang mesti terus diingatkan ialah kehati-hatian dalam pelaksanaan di lapangan. Ramp check kendaraan, misalnya, jangan sekadar formalitas dan dilakukan asal-asalan.
Begitu pula soal kapasitas untuk angkutan laut maupun barang, harus betul-betul sesuai dengan ketentuan. Bahkan, kondisi dan kelengkapan sekrup atau baut pun mesti betul-betul diperhatikan. Hal-hal seperti itu mungkin dianggap kecil dan sepele, tapi bisa berakibat fatal jika diabaikan.
Sekalian upaya tersebut tentu perlu koordinasi dan kesadaran dari semua pihak, baik aparat, pengusaha angkutan, maupun masyarakat sebagai pengguna. Kesadaraan untuk menghargai diri sendiri dan juga orang lain mesti diutamakan.
Selain terkait dengan kesadaran dari setiap individu, kelancaran mobilitas masyarakat ini juga bergantung pada berbagai infrastruktur penunjang, terutama jalan. Pemerintah harus memastikan semuanya betul-betul kondusif sehingga aman dan nyaman dilalui. Kesiapan pemangku kepentingan dalam mengantisipasi sejumlah potensi risiko yang dihadapi para pemudik mesti dilakukan dengan baik berdasarkan pengalaman tahun lalu.
Unsur alam, terutama perihal cuaca yang belakangan tidak menentu, juga harus menjadi pertimbangan. Sejumlah jalur mudik yang merupakan lokasi rawan kecelakaan dan bencana alam mesti menjadi perhatian semua pihak untuk menekan potensi ancaman bagi para pemudik. Banjir yang kini terjadi di sejumlah daerah, tentu patut segera dicarikan solusi. Termasuk kondisi pascabanjir yang menyebabkan jalan rusak di sana-sini, mesti disiasati dengan cakap dan serius.
Begitu pula wilayah lain yang belum tergenang, harus siap memitigasi. Jangan sampai derasnya arus sungai bertemu dengan derasnya arus mudik, yang ujung-ujungnya dapat mengganggu dan mengancam keselamatan kita bersama.
Karena itu, pemerintah harus terus menginformasikan kepada publik sejumlah hal penting. Misalnya, kondisi jalan, titik-titik rawan macet, dan jalan alternatif. Karena sekarang musim hujan, juga perlu disebarluaskan mengenai daerah rawan tanah longsor.
Intinya, segala sesuatunya harus disiapkan sebaik mungkin karena mudik sejatinya adalah ritus sosial dan juga budaya, bukan upacara untuk meregang nyawa.