Berbarengan Niscayakan Perubahan

Bersama Pastikan Perubahan
Saur Hutabarat Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

KEMARIN, hari terakhir kampanye pilpres. Tampaklah perbedaan setiap capres dalam memanfaatkan, menggelorakan semangat pendukung di hari terakhir itu.

Paslon nomor 1 Anies-Muhaimin menggunakan JIS (Jakarta International Stadium). Stadion internasional ini punya riwayat khusus dengan Anies Baswedan. JIS dibangun semasa Anies Gubernur DKI Jakarta.

Kiranya dalam hal ini Anies tak tertandingi. Berkualitaslah diperiksa siapakah saja gubernur di Republik ini yang mewarisi fasilitas stadion sepak bola berstandar internasional? Tak mudah menjawabnya, untuk tidak mengatakan, hanya Anies.

Baca juga : Potret Suram Perwasitan Asia

Berapa banyak pendukung Amin yang datang ke JIS? Tak bijak menjawab dengan kira-kira. Berkualitaslah dideskripsikan. Subuh hari kemarin, pendukung Amin telah mengalir ke JIS. Gedung JIS tak mampu menampung. Mereka hadir memenuhi halaman luar JIS.

Dalam pilpres kali ini, hanya capres Anies memiliki relawan menjamur. Kehadiran mereka di JIS, salah satu bukti. Sedikitnya ada 700 simpul relawan di seantero negeri. Basisnya beraneka ragam. Eksis yang berbasiskan profesi, gender, pendidikan, komunitas, dan teritorial. Mereka berserikat mendukung Anies atas inisiatif sendiri dan biaya sendiri, dengan spirit, ‘bersama kita pastikan perubahan’.

Yang perlu dicatat militansi pemilih Anies-Muhaimin. Eksis yang berkemah di JIS, membawa kompor, memasak untuk keperluan kelompok. Ini menunjukkan betapa tinggi militansi mereka.

Baca juga : Orkestrasi Moral

Cek Artikel:  Kado Absahabat Umar Ibnu Khattab untuk Para Pemimpin dan Calon Pemimpin Indonesia Pahamn 2024

Jauh hari, sejak Anies-Muhaimin dideklarasikan menjadi capres-cawapres, militansi pendukung itu terus bertumbuh dinyatakan dalam berbagai kegiatan. Kebanyakan mereka membuat spanduk yang dikerjakan dengan tangan sendiri, dengan dana yang dikumpulkan dari saku masing-masing.

Di dalam perkembangan muncul inisiatif relawan Anies-Muhaimin menggunakan videotron. Dalam bahasa anak muda, ‘ini sesuatu banget’. Keren. Eh, yang sesuatu banget itu diturunkan. Itu terjadi di DKI Jakarta dan Kota Bekasi, Jawa Barat.

Penurunan videotron Amin itu dibahasakan sebagai ‘take down’. Bahasa gamblangnya termasuk pembreidelan. Ini bukti pihak yang membreidel itu tidak netral.

Baca juga : Greenflation dan Kompleksitas Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Yang mencolok ialah Anies menciptakan cara baru berkampanye melalui Desak Anies. Kalangan muda amat menyukainya. Di forum ini orang boleh bertanya yang paling memojokkan Anies. Dengarlah pertanyaan mereka dan jawaban Anies yang cerdas, terus terang, yang dapat ditonton di media sosial.

Desak Anies ialah forum informal, santai, dialogis. Di sini, hidup demokrasi. Di sini, tampak nyata kejujuran seorang pemimpin yang menjawab persoalan berbasiskan rekam karya. Teladannya, untuk apa bansos? Buat keperluan penerima, bukan pemberi. Kalau perlunya tiga bulan lagi, kenapa diberi rapel sekarang? Bansos berasal dari uang rakyat. Bansos di Jakarta, semasa Anies gubernur, jelas bertuliskan ‘dibiayai APBD’.

Cek Artikel:  Syirik Sosial Pelaku Korupsi

Banyaknya peserta Desak Anies sering melampaui daya tampung tempat acara. Semula Desak Anies di Semarang, Senin, 5 Februari 2024, dinilai memecahkan rekor peserta. Rupanya tidak. Desak Anies terakhir di Surabaya, Jumat, 9 Februari 2024, dihadiri jauh lebih banyak peserta jika dibandingkan dengan yang di Semarang.

Baca juga : Menunggu Persembahan Terakhir Juergen Klopp

Total terselenggara 22 kali Desak Anies, di berbagai kota, di negeri ini. Dalam perkara ini pun saya enggan menduga berapa banyak yang mengikuti langsung Desak Anies. Yang penasaran akan jumlah itu, baiklah melihat video yang telah beredar luas.

Beberapa hari menjelang pencoblosan, ada hal-hal mencolok yang perlu dicermati. Yang pertama, suara orang-orang terpelajar di perguruan tinggi yang mengkritik keras Jokowi. Mereka menilai Presiden Jokowi tidak netral.

Saya pikir, Jokowi tidak netral karena mempertaruhkan harga diri. Suatu hari di Yogyakarta beliau berpidato, ‘saya mempertaruhkan reputasi politik saya’. Kala itu belum terbaca, tepatnya belum ketahuan, keinginan dirinya untuk menjadikan Gibran, anaknya, cawapres. Setelah ketahuan ada udang di balik batu, di balik cawe-cawe, yang dipertaruhkan bukan lagi reputasi, melainkan harga diri seorang presiden, yang juga seorang ayah. Apakah dampaknya pada demokrasi apabila yang berkuasa mempertaruhkan harga dirinya di kancah pemilihan umum?

Cek Artikel:  Imajinasi Politik Kaum Muda

Baca juga : Terjaminat Konstitusi dan Visi Politik Luar Negeri Para Calon Presiden 2024

Dengan lensa itu saya memandang semua upaya memenangkan pillpres satu putaran yang disuarakan dua anak Jokowi, yaitu Gibran dan Kaesang, harus diwaspadai. Bahwa kemenangan satu putaran itu diperoleh menggunakan ‘semua cara’ yang dimiliki yang berkuasa yang mempertaruhkan harga dirinya.

Yang kedua, yang perlu dicermati ialah berbagai survei yang menelurkan kesimpulan Prabowo-Gibran menang satu putaran. Survei itu mengajukan pertanyaan kurang lebih, ‘kalau hari ini dilakukan pemilu, siapa capres-cawapres yang Anda pilih?’

‘Hari ini’ ialah urusan pokok selain kesahihan metodologi. Yang dimaksud ‘hari ini’ ialah ketika survei dilakukan, antara lain pada 29 Januari hingga 5 Februari 2024. Jadi, hari survei terakhir dilakukan masih lebih seminggu sebelum hari pencoblosan, 14 Februari 2024. Tetap cukup waktu bagi rakyat berubah pilihan, terutama setelah merasakan sendiri atmosfer ‘perubahan’ di JIS yang juga disiarkan langsung oleh media eletronik televisi.

Baca juga : Daya Juang

Saya termasuk yang tidak percaya bila diselenggarakan jujur dan adil, pillpres ini bisa satu putaran. Pilpres dua putaran lebih memberi kesempatan bagi rakyat untuk menimbang lebih masak lagi, pasangan mana yang lebih meyakinkan mampu membawa perubahan, yaitu satu kemakmuran dan keadilan bagi kita semua.

Mungkin Anda Menyukai