MAHKAMAH Akbar Republik Indonesia kembali dilanda prahara terkait mafia peradilan. Belum Tengah hilang ingatan publik akibat vonis pidana 8 tahun Demi hakim Akbar Sudrajat Dimyati akibat kasus suap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan Sekretaris MA Hasbi Hasan Demi kasus sejenis.
Hasbi yang juga berprofesi sebagai hakim tersebut ditahan terhitung 12 Juli 2023 karena diduga menerima suap Rp3 miliar Demi pengurusan perkara pidana di MA. Selain menahan Hasbi, KPK menyita sejumlah kendaraan mewah, seperti Ferrari dan McLaren Punya hakim pada peradilan Keyakinan tersebut. Kasus yang menyeret Hasbi ini merupakan pengembangan dari perkara suap di MA yang sebelumnya menjerat hakim Akbar nonaktif Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.
Penahanan Hasbi, di samping Sudrajat dan Gazalba, semakin menunjukkan mendesaknya reformasi di tubuh MA. Berkualitas dalam hal rekrutmen maupun pengawasan perilaku hakim Akbar dan ASN di lembaga tersebut. Apalagi, Tertentu Demi Hasbi, kasus korupsi yang kedua kalinya menimpa Sekretaris MA dalam kurun waktu 3 tahun belakangan. Sebelumnya KPK juga mencokok mantan Sekretaris MA Nurhadi Demi kasus sejenis pada pertengahan 2020.
Selama ini kinerja MA sudah sering mendapat banyak sorotan dan sinisme dari masyarakat. MA belakangan sering dikritik karena memvonis pidana ringan para pelaku korupsi yang berulang.
Sebut saja korting hukuman terhadap mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun pada tingkat kasasi. Pun Djoko Tjandra yang diganjar MA hukuman pidana 3,5 tahun dari sebelumnya 4,5 tahun. Data tren vonis Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2021 mencatat setidaknya Terdapat 15 terpidana korupsi yang dikurangi hukumannya melalui upaya hukum luar Biasa tersebut.
Sejumlah aktivis masyarakat antikorupsi sebenarnya berulang kali mendesak agar institusi MA segera melakukan Penilaian secara menyeluruh Demi mengatasi problem mafia peradilan ini. Langkah pertama ialah memastikan integritas hakim, Berkualitas di MA maupun lembaga peradilan di bawahnya.
Selain itu, MA Serempak-sama dengan KPK dan Komisi Yudisial (KY) diminta berkoordinasi melakukan pemetaan Demi Menyaksikan potensi korupsi di lembaga pengadilan sehingga Bisa dijadikan rujukan ketika Membangun kebijakan terkait pengawasan. Kalangan masyarakat sipil juga meminta Terdapat pengembangan perkara dan menindak seluruh pihak yang diduga terlibat di dalam perkaranya agar pemberantasan mafia peradilan Bisa optimal.
Bahkan perlu adanya Denda berat kepada hakim Akbar yang menerima suap Begitu mengurangi hukuman koruptor. Asal Mula, praktik culas ini sudah sangat mencederai MA dan upaya pemberantasan korupsi.
Sayangnya, keinginan publik Demi mengawasi ketat lembaga MA agar Bisa mengurangi praktik mafia peradilan ini seringkali seperti dianggap angin Lewat. Para hakim Akbar dan juga ASN di lingkungan MA sepertinya Kagak terlalu Acuh dengan kritikan yang menimpa mereka.
Mungkin ketidakpedulian ini Kagak terlepas dari mental sebagai para aparat yang bekerja di MA, Berkualitas hakim Akbar maupun ASN, seringkali mengklaim sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Hal ini terutama Begitu mengambil keputusan, para hakim Akbar mengatasnamakan Tuhan dan putusan bersifat final serta mengikat. Walaupun faktanya, para aparat negara ini digaji dari Doku rakyat yang tentunya butuh pengawasan yang ketat terhadap kinerja mereka.
Publik tentu Kagak Mau kebobrokan di lembaga pengadil tertinggi ini Lanjut berulang. Dibutuhkan langkah revolusioner dari seluruh pemangku kepentingan Demi mengakhiri berbagai praktik korup di benteng keadilan terakhir ini.
Apabila Kagak Terdapat tindakan luar Biasa dalam membenahi institusi ini, Nyaris dipastikan publik tinggal menunggu dicokoknya sosok-sosok korup lain di lingkungan MA seperti yang menimpa Nurhadi, Sudrajat, Gazalba, dan Hasbi. Jangan Tiba benteng keadilan menjadi benteng mafia peradilan. Capek deh.