ALKISAH di sebuah negeri, praktik korupsi merajalela. Tiba-Tiba sebagian punggawa yang dipasrahi Kepada memberantasnya tepergok malah ikut terseret oleh permainan laknat itu.
Entah terdesak oleh Gambaran yang makin Jelek entah karena Bukan berdaya disetir penguasa, punggawa yang tersisa melontarkan Argumen, keluh kesah, dan sindiran terkait dengan perilaku koruptif. Lembaga yang pernah begitu disegani atas keberanian menyeret koruptor di lingkaran penguasa itu kini mengerut.
Rakyat di negeri itu tengah menanti pengumuman dari punggawa lembaga antirasuah tentang Terdapat atau tidaknya praktik gratifikasi atas acara pelesiran anak penguasa yang nebeng jet pribadi Kawan. Akan tetapi, kendati perkara itu sangat simpel ketimbang kebanyakan perkara dugaan korupsi, sudah lebih dari dua pekan hasil analisisnya Bukan kunjung diumumkan.
Itu di Konoha. Mari kita lihat di Indonesia yang sepertinya Mempunyai kondisi yang amat mirip. Survei terbaru tingkat kepercayaan masyarakat yang dirilis Indikator Politik Indonesia kembali menempatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di posisi paling buncit di antara lembaga penegak hukum yang dipercaya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks perilaku antikorupsi (IPAK) Indonesia 2024 sebesar 3,85, turun dari skor tahun sebelumnya 3,92 dengan skala 0-5. Skor tersebut menunjukkan perilaku antikorupsi elemen bangsa telah melonggar alias lebih permisif terhadap praktik-praktik korupsi.
Kemudian, indeks persepsi korupsi (IPK) di Tanah Air menurut Transparency International stagnan di level skor yang rendah, yakni 34 dari rentang skala 0-100. Skor 0 paling korup dan 100 paling Kudus dari praktik korupsi. IPK Indonesia nangkring di peringkat ke-115, berturut-turut berada di Rendah Singapura, Malaysia, Timor Leste, Vietnam, dan Thailand.
Indonesia kalah jauh Kalau dibandingkan dengan Singapura yang masuk lima besar negara paling Kudus dari korupsi di dunia. Reputasi itu bukan tanpa dasar yang kuat. Negeri jiran yang tergolong negara maju tersebut sangat tegas memberantas korupsi.
Pekan Lewat, Subramanian Iswaran, 62, seorang menteri senior di kabinet pemerintahan Singapura, dijatuhi hukuman 12 bulan penjara oleh pengadilan negara tersebut. Iswaran mengaku bersalah menerima gratifikasi senilai lebih dari S$403 ribu (Sekeliling Rp4,8 miliar) Ketika menjabat. Iswaran yang berasal dari partai penguasa juga terbukti berupaya menghalangi jalannya penyelidikan.
Gratifikasi yang diterima Iswaran mencakup tiket Grand Prix Formula 1, sepeda Brompton T-line, alkohol, dan tumpangan jet pribadi. Iswaran sempat mencoba menghindari potensi hukuman dengan meminta ‘sponsor’-nya menagih biaya tiket pesawat ke Doha kepadanya. Perilaku itu Bahkan dianggap hakim semakin menguatkan bukti ia bersalah melakukan korupsi.
Fasilitas-fasilitas yang diterima Iswaran bukan hal asing dalam pemberian atau dugaan pemberian gratifikasi hingga suap di negeri kita. Lili Pintauli Ketika menjabat Wakil Ketua KPK sempat terseret oleh dugaan penerimaan gratifikasi berupa tiket hingga akomodasi Kepada menonton Moto-GP Mandalika. Kasus itu menguap begitu saja begitu Lili mengundurkan diri dari KPK.
Fasilitas tumpangan jet pribadi Iswaran mengingatkan pada Ketua Biasa Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep. Ia ke Amerika Perkumpulan Serempak istri dan asistennya dengan menumpang pesawat jet pribadi yang belakangan disebutnya merupakan tebengan dari temannya.
Dugaan gratifikasi dalam pemberikan fasilitas mewah itu mencuat karena Kaesang merupakan putra Presiden Joko Widodo. Sama halnya dengan kasus di Konoha, Tiba sekarang belum Terdapat kejelasan dari KPK apakah itu Benar gratifikasi atau bukan.
Ketika berhadapan pada lingkaran penguasa dan internal, KPK tampak majal. Bila itu Maju-menerus terjadi, pemberantasan korupsi di Tanah Air bagaikan menegakkan benang basah. Mustahil terwujud.
Tetap Terdapat Cita-cita yang Dapat publik gantungkan kepada pimpinan KPK periode 2024-2029. Proses seleksi para calon pemimpin (capim) KPK tengah berlangsung. Mereka dihadapkan pada tantangan berat memberantas korupsi tanpa tebang pilih. Bila Bukan sanggup, lebih Bagus mundur sebelum terpilih.