POSTER di ruang tunggu pelanggan di bengkel Tertentu AC mobil itu Membangun mata saya tak berkedip. Saya seperti tak kunjung puas membaca kalimat yang tertera di poster itu.
Tentu saya tak mengerti apa Arti huruf-huruf berbahasa Mandarin yang tertulis besar-besar di poster itu. Saya percaya terjemahannyalah yang sedang saya baca tanpa berkedip.
Suatu hari AC mobil saya Mandek. Saya kepanasan. Ketika jendela mobil dibuka, tak hanya angin menyerbu masuk, juga debu. Fakta itu memaksa saya ke bengkel Tertentu AC mobil.
AC mobil dikerjakan di beranda depan bengkel. Posisi mobil menghadap ke jalan raya. Bagi pelanggan, disediakan tempat di bagian dalam bengkel. Ruangan yang Asri. Saya duduk di sofa. Tauke bengkel duduk di Sudut seraya menonton televisi.
Poster itu terpajang di dinding, terbaca Terang dari sofa yang disediakan. Saya berulang membacanya di dalam hati. Akhirnya, saya bilang kepada tauke bengkel, “Saya Mau Mempunyai poster itu,” seraya telunjuk jari tertuju ke poster yang telah Membangun mata saya tak berkedip.
Tauke itu mengambil sehelai poster yang tergulung rapi dari almari di dekatnya. Ukurannya jauh lebih kecil Kalau dibandingkan dengan yang terpasang di dinding. Saya membuka gulungan dan terbacalah di situ kalimat sama persis dengan yang tertulis di poster yang Membangun saya Anjlok hati.
Saya Anjlok hati akan Arti Interaksi orang berbuat Berkualitas atau orang berbuat jahat dengan bencana atau rezeki yang diperolehnya. Begini bunyi poster itu: ‘Orang yang berbuat Berkualitas, walaupun rezeki belum tiba, tetapi bencana telah menjauhinya. Orang yang berbuat jahat, walaupun bencana belum tiba, rezeki telah menjauhinya.’
Di bagian Rendah poster itu tertulis lebih kecil: “Bingkaikan ‘Nasehat Berkualitas’ ini guna memberi bekal akhlak-moral bagi anak-cucu dan Seluruh itu Demi Insan. Poster ini Tak diperjualbelikan/GRATIS.”
Tak Eksis keterangan siapa pencipta Wejangan itu. Orang Kudus dari mana pun beliau itu berasal, Tiongkok daratan atau Tiongkok perantauan, yang Terang saya terpengaruh. Tuntutlah ilmu Tiba ke negeri Tiongkok? ‘Ilmu’ itu kini di hadapan saya. Setiba di rumah saya minta istri Demi membingkainya dan memajangnya di dekat pintu masuk ke rumah.
Hidup ini tak kekurangan Wejangan. Berlimpah. Lebih banyak orang yang kiranya dapat memberi Wejangan daripada orang yang dapat melaksanakan Wejangan. Isi Wejangan umumnya ‘jangan begini, jangan begitu’ atau ‘harus begini, harus begitu’. Wejangan biasanya disertai pula dengan ancaman hukuman berat seperti Tak naik kelas bagi yang malas belajar atau masuk neraka bagi yang malas Bersua Tuhan. Di poster itu tak Eksis kata ‘jangan’, pun tak Eksis kata ‘harus’. Seketika saya Anjlok hati pada Wejangan model begini.
Yang Membangun saya tercenung ialah frasa ‘belum tiba’ dan ‘telah menjauhinya’ di poster itu. Keduanya terkait erat dengan orang berbuat Berkualitas atau orang berbuat jahat yang berakibat bencana ‘telah menjauhinya’ (sekalipun rezeki ‘belum tiba’), atau berakibat bencana ‘belum tiba’ (tetapi ‘rezeki telah menjauhinya’).
‘Belum tiba’ mengandung Arti ‘telah berangkat’, berkemungkinan telah mendekat. Bukan menjauh. Bayangkanlah bila yang ‘telah berangkat’ itu bencana. Sebaliknya, bayangkanlah pula yang ‘telah berangkat’ itu rezeki. Seluruh bergantung pada apakah diri ini berbuat Berkualitas atau berbuat jahat.
‘Belum tiba’ kiranya perkara waktu belaka. Apakah ketika orang Berbicara ‘ajalnya belum tiba’ itu berarti sang ajal ‘telah berangkat’? Mampir di mana dia? Apakah ketika orang Berbicara ‘ajalnya telah menjauhinya’ itu berarti dia ‘nyaris mengembuskan napas terakhir’? Entahlah.
“Pak, mobilnya sudah selesai,” tauke bersuara. Saya mengeluarkan dompet. Rezeki tauke telah tiba. Saya menyetir mobil, meninggalkan bengkel itu dengan keyakinan diri bencana telah menjauh. Di mobil yang AC-nya Asri, tol yang Mandek itu terasa lengang.

