SEJAK dinyatakan bukan lagi sebagai pandemi oleh WHO pada pertengahan Mei lalu, virus korona penyebab covid-19 sebenarnya masih tetap ada, sama seperti halnya virus penyebab influenza. Hal itu pun telah dijelaskan organisasi kesehatan dunia tersebut ataupun sejumlah pakar kesehatan.
Berkat program vaksinasi yang hingga kini masih berjalan dan mereka yang pernah tertular, masyarakat kini relatif ‘kebal’ terhadap virus tersebut. Herd immunity, istilah medisnya. Kalaupun tertular, tidak lagi berakibat fatal, kecuali mereka yang menderita komorbid, penyakit lain. Oleh karena itu, jika kini ternyata penyakit itu bangkit lagi dan menjangkiti sejumlah orang, kita enggak usah terlampau panik, tetapi juga jangan terlalu jemawa.
Saya dan mungkin juga Anda, barangkali pernah tertular dan merasakan betapa tersiksanya terjangkit virus tersebut. Kita mungkin beruntung mampu bertahan, tetapi tidak sedikit yang menjemput maut, termasuk para petugas medis. Dari pengalaman itu, justru kita harus belajar, terutama tentang pentingnya menjaga dan menerapkan protokol kesehatan.
Penggunaan masker sudah semestinya juga menjadi bagian dari laku hidup, apalagi bagi mereka yang beraktivitas sehari-hari di ruang publik. Selain melindungi dari berbagai virus, lembar kain kecil itu juga berguna menghindari paparan polusi yang juga dapat menjadi sumber berbagai penyakit.
Penggunaan masker dan program vaksinasi bukanlah simbol bentuk represif negara, melainkan salah satu dari buah ilmu pengetahuan mengenai kesehatan. Itu bukan perkara mengekang hak asasi, melainkan demi keselamatan diri kita dan orang lain. Hal yang tidak dibenarkan ialah jika ia terlalu dikomersialkan atau dimonopoli.
Bagi pemerintah, pandemi kemarin seolah mengingatkan tentang betapa pentingnya investasi di bidang kesehatan. Institusi medis, seperti rumah sakit, puskesmas, laboratorium kesehatan, beserta para profesional yang terlibat di dalamnya, perlu diperhatikan dan ditingkatkan, baik kapasitas, kapabilitas, maupun kesejahteraannya.
Kita bukan lagi hidup dalam alam prasangka dan takhayul untuk memahami fenomena yang terjadi di alam ini. Berkat jasa para ilmuwan dan pakar kesehatan, kita tahu apa itu virus korona, cara mereka bermutasi, dan upaya mencegah penyebarannya.
Hingga kini, para ilmuwan di seluruh dunia juga terus mempelajari bagaimana virus itu berkembang dan bermutasi. Meski sejauh ini belum diketahui apakah patogen itu akan betul-betul lenyap dari muka bumi, sebagai masyarakat awam, kita dapat berperan menekan penyebarannya dengan mendengarkan dan mengikuti saran para ahli.
Pesan ibu agar memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan, yang menjadi slogan perjuangan’ sewaktu pandemi dulu, rasanya masih menjadi cara paling sederhana dan efektif agar kita tidak tertular varian baru korona apa pun jenisnya yang kini sedang menggejala.
Langkah lainnya ialah menjalankan pola hidup sehat, menjaga asupan gizi seimbang, dan rajin berolahraga. Apa sesimpel dan semudah itu? Ya, paling tidak, untuk sementara, itu merupakan langkah terbaik ketimbang panik. Bukankah pepatah mengatakan ‘pengalaman adalah guru yang terbaik’. Selamat berakhir pekan, jangan lupa jaga kesehatan. Wasalam.