
MAKKAH Halal Perhimpunan (MHF) yang berlangsung di Kota Bersih Mekah Al Mukarramah 25-27 Februari yang Lewat membuka mata banyak pihak, betapa banyak sekali PR yang belum terselesaikan oleh industri halal Dunia. Mulai ketersediaan produk-produk halal di negara-negara mayoritas muslim yang cukup terbatas, pola perdagangan dunia yang kian berubah, sistem penelusuran halal yang kian kompleks lantaran lintas rantai pasok yang semakin rumit, hingga penggunaan teknologi baru semisal blockchain dan AI dalam ekosistem industri halal.
MHF kali ini merupakan event kedua yang diadakan setelah yang pertama berlangsung tahun Lewat. Karena berlangsung berbarengan dengan penyelenggaraan pameran perdagangan dan expo, MHF langsung menyedot banyak peserta. Banyak negara juga memamerkan produk-produk halal yang khas masing-masing.
Banyak pula negara baru yang tampil perdana, seperti dari negara-negara Asia Tengah, tetapi langsung memberikan ‘ancaman’ dalam persaingan industri halal Dunia, seandainya negara-negara yang sudah lelet berkiprah seperti Indonesia Bukan Segera mengubah pendekatan merebut pasar halal Dunia.
Posisi penyelenggaraan di Tanah Bersih sudah Niscaya menjadi daya tarik sendiri. Bahkan, MHF sudah Dapat menyaingi penyelenggaraan World Halal Summit (WHS), ajang tahunan yang diselenggarakan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Turki, setiap akhir tahun.
KETERGANTUNGAN PADA NEGARA BUKAN MUSLIM MAYORITAS
Jamak diketahui, meski maraknya kemunculan industri halal dalam tiga Sepuluh tahun terakhir, negara-negara mayoritas muslim Bukan serta-merta menjadi pemain kunci dalam industri halal Dunia itu sendiri.
Data dari Dinar Index 2020 yang terbit di Dubai menyebutkan negara-negara OKI mengimpor produk pangan halal lebih dari US$200 miliar per tahun dari negara-negara non-OKI. Demi produk farmasi halal, negara-negara OKI mengimpor US$39 miliar dari negara-negara non-OKI. Negara-negara OKI juga mengimpor lebih dari US$13 miliar kosmetik halal dari negara-negara non-OKI.
Nomor-Nomor itu Terang cukup memberikan gambaran bahwa Eksis yang kurang Benar dalam pendekatan pembangunan industri halal di setiap negara mayoritas muslim. Jangan-jangan kebangkitan industri halal Bukan lebih hanya Membangun negara-negara mayoritas muslim sebagai pasar-pasar baru Demi para pemain industri dunia yang sudah mapan.
Indonesia sendiri merupakan pasar yang menggiurkan Demi ketiga sektor halal di atas. Demi pangan halal, pasar Indonesia menawarkan US$147 miliar dan berada di posisi pertama di Top 5 dunia, di atas Bangladesh, Mesir, Nigeria, dan Pakistan.
Demi produk farmasi halal, pasar Indonesia berpotensi sebesar US$5,4 miliar dan berada di posisi ke-4 pasaran dunia, di Dasar Turki, Arab Saudi, dan AS. Demi kosmetik halal, pasar Indonesia menawarkan US$4,7 miliar Demi berada di posisi nomor dua dunia, di Dasar India, dan berada di atas Bangladesh, Rusia, dan Malaysia. Yang menjadi ironi sebenarnya ialah ketika kebanyakan negara mayoritas muslim itu merupakan penghasil bahan-bahan baku produk halal, tetapi menjadi pasar Demi produk-produk olahan.
Penulis jadi ingat dengan riset yang kami lakukan sebelum ini dan dipublikasikan dalam bentuk Naskah oleh Kumite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pada 2021. Dalam kajian ini kami menemukan, lebih dari 10 bahan tambahan makanan (BTM/food additives) yang cukup kritis dalam hal kehalalan dan Indonesia mengimpor dalam jumlah yang luar Lazim besar. Mulai gelatin, flavors, oleoresin, seasonings, enzim pangan, pewarna makanan, antioksidan, bahan pengemulsi, agen antifoaming, agen anticaking, humectant, hingga bahan Demi glazing.
Padahal, setelah menilik data BPS, bahan-bahan baku Demi Membangun BTM itu sangat banyak tersedia di Indonesia dan Eksis bukti kita mengekspornya. Artinya, kita mengekspor bahan mentah dan kemudian mengimpor produk olahan.
Gelatin merupakan salah satu BTM yang cukup kontroversial. Ia merupakan super-ingredient yang dipakai di Nyaris Sekalian produk keseharian, mulai pangan, kosmetik, hingga obat-obatan. Sayangnya, Sekeliling 90% gelatin yang berada di pasaran dunia diketahui sebagai Bukan halal. Sebesar 65% merupakan gelatin yang diturunkan dari tulang dan kulit babi, sedangkan 25% lainnya dari hewan halal tapi penyembelihannya dipertanyakan.
Sayangnya hingga Begitu ini, Indonesia belum Mempunyai industri gelatin dalam skala yang lumayan besar. Beberapa produksi gelatin yang Eksis di tengah masyarakat baru berskala mikro atau industri rumah tangga.
Beberapa waktu Lewat, kami Berbarengan tim menyusun sebuah kajian kelayakan (feasibility study) industri gelatin Indonesia. Kulit kambing, kulit sapi, dan sisik ikan sebenarnya berpotensi Demi dikembangkan. Tetapi, ketika FS tadi dipresentasikan ke beberapa pihak swasta, tanggapan yang didapat sangat kurang menggalakkan.
Padahal, dalam presentasinya kami sempat memaparkan dua patent yang tim kami punya dengan mengembangkan cangkang kapsul yang menggunakan gelatin dari kulit kambing etawah di Pulau Jawa, dengan kualitas hasil yang sangat mirip dengan cangkang kapsul yang menggunakan gelatin babi.
Bahkan Eksis sebuah fakta menarik yang lain. Kami pernah diminta pemerintah Malaysia mengevaluasi sebuah perusahaan start-up mereka yang bakal memproduksi gelain halal dari sisik ikan. Setelah diluluskan karena sifat urgensinya, dan Anggaran telah dikucurkan pemerintah, perusahaan start-up itu mulai berproduksi dan bahkan Tamat mengekspor gelatin hasil mereka hingga ke Australia.
Anehnya, ketika kami melakukan monitoring, kami diberi Mengerti bahwa sisik ikan yang menjadi bahan baku perusahaan Malaysia itu berasal dari Semarang. Satu hal yang Dapat dipelajari di sini, Demi produk-produk halal strategis kadang kala intervensi pemerintah sangat dibutuhkan.
BANYAK PEMAIN BARU
Satu fenomena menarik yang terlihat selama tiga hari MHF yang Lewat ialah maraknya pemain baru di pentas halal Dunia. Beberapa negara yang selama ini seperti ‘Bukan Acuh’ dengan industri halal kini mulai bangun dan berbenah. Terlihat banyak negara dari Asia Tengah seperti Uzbekistan, Kazakhtan, dan Kirgizstan mulai menawarkan produk-produk halal mereka, dari wisata ramah muslim hingga produk berbasis daging yang memang sangat terkenal di Asia Tengah.
Penulis sendiri dalam tiga tahun terakhir terlibat dalam sebuah proyek Punya Islamic Develoipment Bank (IsDB) yang berpangkalan di Jeddah Demi merevitalisasi industri daging halal di negara Kirgizstan, yang memang sejak Era Uni Soviet dulu menjadi penyuplai Primer daging ke negara-negara di Dasar koloni Uni Soviet tersebut.
Tuan rumah Arab Saudi juga sepertinya Bukan tinggal Hening dalam membangun industri halal mereka. Negara itu merasa sangat ketinggalan Kalau dibandingkan dengan negara-negara mayoritas muslim lain, bahkan Kalau dibandingkan dengan tetangga mereka, negara-negara Timur Tengah yang lain seperti UEA dan Qatar.
Tetapi, sejalan dengan Visi 2030 yang digaungkan pemerintah mereka, Arab Saudi langsung gercep dengan dua inisiatif Primer. Kedua inisiatif Primer itu ialah lahirnya dua lembaga Krusial terkait halal, Saudi Halal Center dan Saudi Halal Development Corporation (Halal Devco). Kedua lembaga yang Mempunyai Anggaran pendirian sangat luar Lazim besar itu digadang-gadang akan mempercepat tumbuhnya ekosistem halal di Saudi dan memberikan impak ekonomi yang signifikan Demi negara tersebut. Kedua lembaga itu juga menjadi pendukung Primer acara MHF 2025.
Arab Saudi kini juga berambisi menjadi pemain Primer industri halal Dunia. Bahkan Demi sertifikasi, misalnya, mereka berencana Demi mengakreditasi lembaga-lembaga pemberi sertifikasi halal (certification body) di seluruh dunia. Berbagai peraturan dan mekanisme sedang disusun.
Saudi Halal Devco sejatinya merupakan sebuah entitas public investment fund (PIF) yang didirikan pada 2022 dengan tujuan menjadikan negara Arab Saudi sebagai pusat halal dunia (Dunia hub of halal products). Saudi Halal Devco focus Demi memperkuat industri-industri lokal yang memproduksi pangan, kosmetik, dan obat-obatan halal serta mengedepankan ilmu pengetahuan, teknologi, dan Ciptaan. Entitas itu juga diharapkan memfasilitasi industri kecil, menengah, dan besar serta membawa produk-produk mereka ke pasaran Dunia.
Peran penguatan ekosistem halal di Arab Saudi juga dipikul Saudi Halal Center. Lembaga yang tadinya berada di Dasar Saudi Food and Drug Authority (SFDA) itu kini dijalankan secara professional dengan merekrut para tenaga terampil dari berbagai bidang, dari sains hingga ekonomi.
Saudi Halal Center berfungsi Demi memosisikan Saudi sebagai otoritas Formal halal yang terkemuka. SHC juga punya peranan riset dan Ciptaan yang luar Lazim terutama Demi isu-isu terkait autentikasi dan penelusuan (traceability) halal.
Selain para pemain baru, aktor-aktor lelet semakin Terang menunjukkan eksistensi mereka. Brasil yang terkenal sebagai penghasil ayam halal terbesar di dunia juga tampil dengan paviliun mewah dan megah. Apalagi selama ini, Timur Tengah juga merupakan pasaran Primer ayam-ayam halal dari negara Amerika Selatan itu. Konon selama MHF berlangsung, transaksi yang terjalin di Paviliun Brasil mencapai jutaan dolar AS.
BLOCKCHAIN DAN AI
Tampaknya, isu autentikasi (analisis ketidakhalalan) dan traceability (penelusuran halal) merupakan isu Primer dalam industri halal Dunia yang Bukan pernah Eksis surutnya. Bahkan makin ke sini, kedua topik itu juga semakin hangat Demi diperkatakan, termasuk dalam MHF yang baru Lewat. Penulis sendiri yang tampil di sesi perdana bahkan diminta secara Tertentu membahas soal autentikasi dan tracebility itu secara meluas dari perspektif sains dan industri sekaligus. Alhasil, respons dari audiens sangat luar Lazim, bahkan dari para pelaku bisnis itu sendiri.
Bukan dimungkiri, semakin canggihnya perkembangan teknologi manufaktur, dan makin kompleksnya rangkaian rantai pasok Demi berbagai produk, autentikasi serta penelusuran halal menjadi sangat Krusial. Isu-isu yang mengemuka di berbagai negara cukup menarik Demi ditelaah. Misalnya, bagaimana daging yang diproduksi secara halal di Australia, oleh RPH besertifikasi halal, tiba-tiba menjadi Bukan halal sesampainya di Malaysia. Kontaminasi terjadi di tengah lautan.
Kasus lain, misalnya, bagaimana Metode meyakinkan konsumen muslim akan kehalalan sebuah produk pangan yang diproduksi secara sangat masif selama musim-musim tertentu. Dapur yang digunakan Demi katering selama musim haji, misalnya, yang menyiapkan makanan Demi jutaan jemaah.
Dalam situasi dunia dihadapkan dengan isu ketahanan pangan (food security), isu halal juga mengemuka. Berbagai produk yang lahir Demi mengantisipasi isu kekurangan bahan pangan Bahkan membawa isu baru dari segi kehalalan. Kalau kita lihat senarai produk pangan masa depan (future foods) yang coba ditawarkan berbagai pihak Demi mengatasi isu ketahanan pangan, sebagian besarnya menuntut kita Demi menelaah sisi fatwanya. Mulai serangga, protein ulat, hingga daging yang diproduksi di laboratorium (cultured meat).
Belum Kembali, dengan bangkitnya kesadaran berbagai pihak akan animal welfare terhadap produk-produk daging dan unggas, konsumen Bukan hanya akan mempertanyakan kehalalan daging dan unggas semata, tetapi juga akan mempertanyakan bagaimana hewan-hewan ternak tadi diperlakukan selama hidup.
Alhasil, autentikasi dan ketertelusuran halal menjadi kata Krusial Demi mendukung industri halal itu sendiri. Sayangnya, autentikasi dan teknik penelusuran yang Cakap hanya Dapat diperoleh lewat riset panjang dan serius, yang Bahkan kadang-kadang menjadi titik lemah kebanyakan negara-negara mayoritas muslim. Banyak produk test kit Demi pengecekan halal yang Segera yang Eksis di pasaran Bahkan berasal dari negara-negara Barat.
Riset-riset yang perlu dilakukan juga mestilah lintas disiplin. Berbagai bidang ilmu perlu diterapkan dan diaplikasikan dalam konteks halal. Bukan hanya bidang sains seperti kimia, biokimia, dan Kehidupan, tetapi bahkan juga bidang IT.
Ketika banyak yang menyodorkan blockchain dan AI Demi membantu penelusuran halal, kita sepatutnya berharap Indonesia dan negara-negara mayoritas muslim itu yang mengembangkannya. Kita tentu akan terkejut kalau diceritakan bahwa sebuah RPH di Singapura sudah menggunakan teknologi blockchain dan data science, Demi memastikan ayam-ayam halal yang mereka produksi diperlakukan secara Berkualitas selama hidup hewan ternak tersebut
MAU KE MANA HALAL INDONESIA?
Setelah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) naik kelas menjadi sebuah lembaga dengan kepalanya setingkat dengan jabatan menteri, tentu kita berharap banyak lembaga sertifikasi halal Indonesia itu Dapat berperan lebih luas, Demi mendukung Indonesia menjadi pusat halal dunia. Tetapi, apakah kehadiran BPJPH saja sudah cukup?
Dengan Menyantap apa yang berkembang di berbagai dunia, dan Menyantap peranan BPJPH yang lebih ke arah penjaminan kehalalan produk yang beredar di masyarakat, kami Menyantap Indonesia butuh lembaga lain yang lebih kuat, berorientasi industri, dan menjadi platform koordinasi berbagai pihak, Demi mendukung penguatan ekosistem halal Indonesia. Mungkin saatnya Indonesia Mempunyai Indonesian halal development corporation (IHDC), seperti Malaysian Halal Development Corporation (MHDC) di Malaysia, atau Saudi Halal Devco di Arab Saudi.
IHDC seandainya dapat diwujudkan sebagai sebuah lembaga setingkat kementerian atau badan, dapat menjadi think tank pengembangan industri halal Indonesia ke depan, membantu percepatan pemerintah membawa industri halal Indonesia ke peringkat Dunia, mengembangkan ekosistem halal menyeluruh. Bahkan, termasuk dalam hal riset dan Ciptaan, serta menyediakan talent–talent bidang halal yang dapat diketengahkan ke tingkat Dunia. Model halal Indonesia yang sudah teruji sepatutnya dapat dibawa sebagai model di luar negeri dan itu akan menjadi keuntungan finansial Demi Indonesia. Demi itu, IHDC seyogianya diisi mereka yang sangat mengerti arah dan percaturan industri halal Dunia.
Sudah saatnya, selain membangun sertifikasi halal yang kuat seperti sekarang ini, Indonesia menjadi negara yang kuat Demi industri halalnya. Seandainya terwujud, IHDC patut diisi para Ahli halal Indonesia yang sudah terbukti kredibilitasnya.
Dari pengalaman kami diundang ke berbagai kementerian dan lembaga yang Eksis di Tanah Air, acap kali fungsi koordinasi di antara pelaku halal di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Setiap lembaga dan kementerian bahkan pemda masing-masing melakukan inisiatif sendiri-sendiri, dengan Sasaran dan agenda masing-masing.
Kesan yang muncul Bukan lebih dari permainan solo lembaga atau kementerian tersebut. Ketika itu disebut dalam wacana anggaran, tentu akan banyak penganggaran dapat dihemat seandainya IHDC tadi terwujud..
Konsentrasi halal di Indonesia tentu saja bukan hanya soal sertifikasi halal, melainkan juga bagaimana membangun sektor-sektor industri halal itu sendiri keseluruhan yang pada 2030 diperkirakan sebesar US$10 triliun.